Aku turun dari bus sambil mengeratkan pegangan pada paperbag berisi jaket Mingyu di tanganku. Sebelum berangkat ke kampus aku menyempatkan mampir ke laundry untuk mencuci sekaligus menitipkannya di sana, lalu sepulang kuliah aku mengambilnya dan langsung pergi menuju gedung Pledis.
Mina yang sudah tahu perihal aku yang dijambret serta pertemuanku dengan Mingyu—aku menceritakan semua padanya dan ia begitu histeris—memaksa ingin ikut denganku, tapi ia tidak bisa karena masih ada kelas pengganti hingga jam 5 sore. Jadi dengan berat hati ia hanya bisa menitipkan salam padaku untuk disampaikan kepada Mingyu, itu pun jika aku berhasil menemuinya. Jika tidak, paling-paling aku hanya akan bertemu dengan staff Pledis atau tidak bertemu siapapun dan gagal mengembalikan jaket ini pada pemiliknya.
Aku menarik napas panjang ketika tiba di depan gedung Pledis. Sebenarnya aku pernah beberapa kali berkunjung ke sini bersama dengan Mina dan juga teman-teman Carat-ku yang lain, hanya sekedar lewat atau berfoto di depannya. Kali ini aku datang ke sini dengan tujuan yang jelas, membuatku entah kenapa menjadi gugup.
Seperti biasa, gedung ini selalu sepi dan terlihat seperti tidak ada aktivitas di dalamnya. Aku bingung harus bagaimana. Selama beberapa saat aku hanya mematung memandangi pintu besar di depanku, ragu-ragu ingin mengetuknya atau tidak. Aku benar-benar berharap semoga ada seseorang—siapapun itu keluar dari sana untuk membantuku mengembalikan jaket ini.
"Kau akan terus berdiri di sana sepanjang waktu?"
Aku refleks berbalik ketika mendengar sebuah suara dari belakangku disusul dengan suara sepeda yang dikayuh, dan mataku melebar—terkejut ketika menemukan sosok itu berada beberapa meter di depan sana.
Lelaki yang masih duduk di atas sepedanya itu mengenakan hoodie berwarna abu-abu yang bagian tudungnya menutupi seluruh kepala dan juga masker putih di wajahnya. Meskipun penampilannya sangat tertutup, aku tahu siapa dia hanya dengan mendengar suaranya dan melihat mata indahnya.
Seketika aku merasakan kakiku lemas dan jantungku berdegup kencang.
"J-Jeonghan Oppa?" Aku berkata setengah berbisik sambil memandanginya tak percaya. Perlahan kulihat lelaki itu mengusap belakang kepalanya, lebih tepatnya mengusap bagian belakang tudung hoodie yang ia kenakan.
"Ah, aku ketahuan."
Benar, dia Jeonghan! Ya Tuhan, aku ingin menjerit sekarang!
Samar-samar kudengar ia terkekeh dibalik maskernya. Ia turun dan menarik sepedanya mendekat ke arahku.
ASDFGHJKL I wanna die right now.
Setelah menyisakan satu langkah jarak diantara kami, Jeonghan menurunkan maskernya hingga ke bawah dagu.
Aku menjerit bahagia dalam hati sambil tak henti memandangi wajahnya, benar-benar terpesona sampai rasanya ingin pingsan. Okay, okay, itu berlebihan. Tapi dilihat dari jarak sedekat ini, ia memang berjuta kali lipat lebih tampan.
"Yeogiseo mwohae? Selama lima menit aku memperhatikanmu, kau hanya diam seperti patung di depan sini. Ada yang bisa kubantu?" (Apa yang kau lakukan di sini?)
Aku terperangah. Heol. Jadi aku sudah lima menit berdiri di depan gedung ini dan selama itu pula Jeonghan memperhatikanku. Bagaimana bisa aku tidak menyadari kehadiran seseorang di sekitarku? Pantas saja kemarin aku dijambret.
Membasahi bibirku yang tiba-tiba terasa kering, aku menjawab pertanyaannya, "Aku ... ingin mengembalikan ini pada Mingyu." Kuangkat paperbag di tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY YOU? || KIM MINGYU
FanfictionJeon Siyeon tidak pernah menduga bahwa insiden penjambretan yang menimpanya justru mempertemukan dirinya dengan Kim Mingyu-idol papan atas yang tengah berada di puncak kesuksesan bersama grupnya, SEVENTEEN. Siyeon juga sama sekali tidak menduga bahw...