62. Officially

1.4K 175 18
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siyeon's POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siyeon's POV

"Sepertinya ... kau selalu memikirkan Jeonghan Hyung kapan pun dan di mana pun, ya?"

Satu pertanyaan itu sukses membuatku tersentak. Dengan ekspresi kaget yang tak dapat kukendalikan, aku menoleh ke arah Mingyu. Ia memandang lurus ke depan. Ekspresi wajahnya datar, namun sorot matanya redup. Dua hal itu cukup membuat hatiku mencelos seketika. Helaan napas beratnya terdengar sebelum ia melanjutkan, "Kau terus membicarakan tentangnya, padahal ada banyak hal lain yang bisa dijadikan topik pembicaraan. Kau selalu antusias hanya dengan menyebut namanya, padahal secara fisik aku adalah orang yang saat ini sedang bersamamu."

Demi apapun, aku merasa tertohok usai mendengar dan mencerna semua kalimat yang meluncur dari mulutnya. Bahkan sekarang aku baru sadar, sedari tadi aku terus membicarakan tentang Jeonghan dan aku sama sekali tidak tahu bahwa Mingyu mungkin saja merasa jengah denganku karena hal itu. Ia berada tepat di sampingku namun aku justru terus memikirkan orang lain. Aku tidak memikirkan bagaimana perasaannya. Aku egois.

"Aku seringkali bertanya, wae naneun anjwo? Kenapa bukan aku yang kau idolakan? Seberapa keras pun aku mencoba, aku memang tidak bisa menjadi seperti Jeonghan Hyung...." (Kenapa bukan aku?)

Kalimat terakhir yang ia ucapkan terdengar lirih dan putus asa. Dadaku sesak. Rasanya hatiku ikut perih melihatnya yang beberapa saat lalu begitu ceria kini nampak tak memiliki semangat. Aku menggigit bibir. Perasaan bersalah semakin memuncak merayapi diriku.

Tidak seharusnya ia berpikir seperti itu, tidak seharusnya ia membandingkan dirinya dengan Jeonghan.

Mingyu melangkah meninggalkanku menuju pintu kemudi. Aku menatap punggungnya. Pertanyaan demi pertanyaan mulai bermunculan dan membuatku merasa aku adalah gadis paling egois di dunia.

Seberapa jauh aku mengabaikan perasaannya? Seberapa besar aku menyakiti hatinya? Dan ... seberapa dalam sebenarnya cinta yang ia berikan padaku?

Aku menutup mataku sejenak, meyakinkan diriku bahwa aku harus melakukan sesuatu. Aku harus memutuskan.

"Ani, kau salah. Kau salah jika berpikiran seperti itu." (Tidak)

Ucapanku cukup untuk membuat Mingyu refleks menghentikan langkahnya. Ia nampak diam sejenak sebelum membalikkan badan untuk menghadap ke arahku. Kini kami saling berhadapan dari sisi berlawanan-dipisahkan oleh kap depan mobil. Ia menatapku dengan dahi agak mengernyit, sementara aku diam-diam meneguk ludah berusaha menguatkan diri untuk menatap matanya tepat, mengabaikan rasa gugup yang melanda.

WHY YOU? || KIM MINGYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang