Jeon Siyeon tidak pernah menduga bahwa insiden penjambretan yang menimpanya justru mempertemukan dirinya dengan Kim Mingyu-idol papan atas yang tengah berada di puncak kesuksesan bersama grupnya, SEVENTEEN. Siyeon juga sama sekali tidak menduga bahw...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mingyu’s POV
Aku tidak tahu dari mana datangnya. Tepat ketika aku membelokkan langkah setelah keluar dari toilet, lelaki itu sudah mencengkeram kerah pakaianku dan dalam waktu sekian detik saja tubuhku berakhir terbentur tembok cukup keras. Bahkan belum sempat aku mengeluarkan sepatah kata pun untuk memberontak atas tindakannya, lelaki itu sudah melayangkan satu tinjuan ke wajahku. Aku tidak membalas perlakuannya, aku membiarkannya ketika ia kembali melayangkan pukulan demi pukulan di perutku, karena kalimat yang ia ucapkan sukses membuatku seakan tidak bisa berkutik.
Terlepas dari wajahnya yang tertutupi masker, sepertinya aku mengenali lelaki itu.
Dia ... lelaki J.
“Kau tahu? Hidup Siyeon tidak pernah tenang semenjak kau mengumumkan hubungan kalian ke publik. Penggemarmu selalu menyakiti dan membuatnya menangis, tapi apa yang kau lakukan?! Kau tak pernah bisa melindunginya, brengsek!”
“Harusnya aku yang memiliki Siyeon karena hanya aku yang bisa melindunginya, bukan kau ataupun orang lain. Pergi dari hidupnya dan umumkan pada publik bahwa hubungan kalian sudah berakhir.”
Hingga detik ini, kalimat-kalimat itu terus terngiang dan membuatku kepikiran. Kalimat yang diucapkan penuh penekanan dan terselip emosi di dalamnya. Kalimat yang cukup membuatku tertohok, karena apa yang diucapkannya memang benar.
Faktanya, aku memang tak pernah bisa melindungi Siyeon. Ia terus melalui hal-hal buruk sekalipun aku sudah berjanji akan selalu melindunginya. Aku tidak bisa menepati janjiku. Aku hanya terus membuatnya terluka dan menangis.
Itulah yang membuatku hanya diam menerima perlakuan lelaki itu. Dibanding dengan apa yang selama ini dilalui Siyeon, pukulan bertubi-tubi yang menghujami perutku bukanlah apa-apa. Rasa sakit yang kurasakan tidak ada apa-apanya dibanding rasa sakit yang selama ini diterima Siyeon akibat perlakuan penggemarku yang membencinya. Aku pantas diperlakukan seperti ini. Aku pantas menerimanya sebagai balasan.
Dari apa yang terjadi, aku semakin yakin lelaki itu benar-benar lelaki J. Aku teringat akan isi suratnya yang waktu itu kubaca, isi surat yang mengatakan bahwa ia benci melihat kedekatan kami, ia benci karena aku yang memiliki Siyeon. Sepertinya ia benar-benar menyukai Siyeon.
Aku menghela napas berat, tubuhku terasa nyeri dan sekarang kepalaku menjadi pusing karena lagi-lagi terpikir oleh hal itu. Belum lagi tenggorokanku yang rasanya kering, aku pun berusaha bangun—mencoba meraih gelas berisi air mineral di atas nakas samping ranjang. Namun baru bergerak satu inci, perutku sudah terasa berdenyut nyeri. Aku meringis, mencoba mengabaikannya.
Sebenarnya Jeonghan Hyung bilang panggil saja dirinya jika aku butuh sesuatu. Dia satu-satunya yang tersisa di dorm ini setelah Manajer Hyung dan dokter yang memeriksaku pergi, sementara member lainnya masih berada di lokasi syuting. Aku sudah cukup merepotkannya dan aku tidak ingin ia kembali repot hanya karena aku yang ingin minum.