74. Egoist

1K 130 13
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeonghan's POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jeonghan's POV

"Coups-ah, aku juga pergi sebentar." Beberapa menit setelah Siyeon pamit ke toilet, aku ikut beranjak sambil merapatkan kedua sisi mantelku.

"Kau mau ke mana?"

"Kafetaria. Siyeon sepertinya tidak ada makan, entah sejak kapan. Aku akan membelikannya sesuatu."

"Arasseo. Berhati-hatilah dan cepat kembali." (Baiklah)

Aku memberi S.Coups beberapa kali anggukan sebelum berlalu meninggalkannya. Beberapa langkah menyusuri koridor tanganku lantas meraba saku mantel, memastikan dompetku ada di sana. Langkahku refleks terhenti tepat di depan lift usai menyadari dompet yang kubutuhkan tidak ada di saku manapun. Hanya ada ponsel di saku mantel sebelah kanan.

"Pasti tertinggal di mobil," gumamku, segera berbalik arah. Syukurnya aku tak berjalan terlalu jauh dari kursi tunggu tadi. S.Coups masih duduk dengan posisi yang sama, ia mengernyit bingung melihatku sudah kembali. "Dompetku tertinggal," infoku sambil berjalan melewatinya, menghampiri Manajer Hyung di ujung koridor untuk meminjam kunci mobil.

Ketika aku tiba di sampingnya, kebetulan Manajer Hyung baru selesai menelepon. Ia langsung merogoh saku dan menyodorkan benda yang kubutuhkan usai aku mengatakan tujuanku. Tak butuh waktu lama, aku kembali menyusuri koridor—kali ini dengan tempo lebih cepat. Jika memungkinkan aku ingin datang lebih dulu dengan membawa makanan yang kubeli sebelum Siyeon selesai dengan urusannya di toilet, tapi kurasa tidak bisa karena pertama-tama aku harus mengambil dompetku di mobil. Jarak ke basement cukup jauh, setelah itu aku harus ke kafetaria, baru bisa kembali ke kursi tunggu tadi. Rute yang harus kutempuh jelas memakan waktu.

Kondisi Siyeon benar-benar tak baik. Ia pucat, seperti orang yang tak memiliki semangat hidup. Matanya sembab karena ia terlalu banyak menangis. Beberapa kali aku mendapati ia melamun. Meski kami sudah membujuknya untuk pulang saja dan beristirahat, Siyeon bersikeras akan tetap menunggu hingga ia bisa menjenguk Mingyu. Ia pasti benar-benar terpukul. Lepas dari insiden penculikan itu, ia harus melihat bagaimana orang yang dicintainya terluka di depan matanya demi menyelamatkannya. Meski terlihat rapuh, aku ingin percaya satu hal—bahwa Siyeon adalah gadis kuat yang mampu bertahan melewati segala masalah yang menghampirinya.

WHY YOU? || KIM MINGYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang