TEMPAT BARU

58 10 0
                                    

Perjalanan panjang selama 6 jam di dalam pesawat telah berakhir. Kakiku telah menginjak bandara internasional Ben Gurion, Tel Aviv, Israel. Ya, aku tidak sabar untuk bertemu dengan kedua orang tua Bilal.

Bilal meraih koper Fatimah segera, tidak ingin melihat gadis itu kelelahan.

"Biar aku saja." Bilal menawarkan diri untuk membawa koper Fatimah.

"Terima kasih." Fatimah menurut saja.

●●●●●

Mobil siap melaju menuju rumah kedua orang tua Bilal.

Drttt... Drttt... Drttt...

Ponsel Bilal berdering. Dia menepi ke tepi jalan dan mengangkat telepon yang diketahui dari ibunya.

"Assalamu'alaikum..." ucap Bilal.

"..."

"Iya, ini udah dijalan."

"..."

Bilal menyerahkan ponselnya ke Fatimah.

"Ibu mau bicara sama kamu."

Fatimah mengambil ponsel itu dan mulai berbicara dengan ibunya Bilal.

"..."

"Wa'laikumsalam..."

Fatimah mengumbar senyumnya. Ibunya Bilal orang yang baik, padahal dia belum bertemu langsung. Tapi, dari cara bicaranya, menandakan dia orang yang baik. Sama seperti anaknya; Bilal.

Bilal pun juga mengumbar senyum lebarnya.

●●●●●

Setiba di rumah, Fatimah menyusuri setiap penjuru rumah kedua orang tua Bilal.

"Assalamu'alaikum... Ibu, ayah."

Setelah Bilal mengetuk pintu dan mengucap salam. Tak lama kemudian, keluarlah kedua orang tua yang telah tua. Sepertinya usianya tidak begitu jauh dengan kedua orang tua Fatimah.

"Wa'laikumsalam..." ibu dan ayah Bilal menjawab salam.

"Masyaallah... Inikah perempuan yang kamu maksud, Bilal?"

Bilal menatapku dan mengangguk.

"Cantiknya..." puji ibunya Bilal.

Merasa diperhatikan Fatimah tersenyum santun. Fatimah cukup terkejut, kenapa kedua orang tuanya Bilal bisa tahu?

"Ayo! Masuk... Anggap rumah sendiri, ya." ajak ayahnya Bilal.

Sesekali Bilal melirik ke arah Fatimah. Allah telah memilihkan jodohnya, seorang gadis cantik dan cerdas; Fatimah.

Pilihan Allah adalah pilihan terbaik.

●●●●●

"Menikahlah..." ucap ayahnya Bilal dengan menekan kata "Menikah".

"Menikah adalah ibadah. Serta dengan menikah menyempurnakan agama mu. Itulah yang ayah ketahui dari buku ini." tuturnya. Ayah Bilal menjelaskan.

Aku terdiam mendengar kata-katanya.

Dia mengangguk mantap.

"Apa mahar yang kamu mau?"

Tiba-tiba, Bilal bertanya seperti itu. Hati Fatimah merasa bahagia.

"Bismillah... Aku mau surat Al-Mulk yang menjadi maharnya."

"Ketika perempuan meminta mahar salah satu surat untuk maharnya. Surat yang Fatimah sukai, tidak akan aku tolak. Bismillah..."

"Dialah perempuan yang sangat cantik. Bukan parasnya, tapi hatinya. Kamu tahu kenapa?"

"Kenapa?"

"Perempuan meminta tasbih, dia ingin kamu mengingat Allah bersamanya. Jika perempuan meminta seperangkat alat sholat, dia ingin kamu membimbingnya menemui Allah. Jika perempuan meminta salah satu surat Al-Qur'an yang dia sukai. Itulah perempuan yang sangat cantik, lebih cantik dari perempuan di muka bumi dan sekali pun itu bidadari yang sudah Allah janjikan untuk kita." wejang ibunya Bilal.

"Masyaallah..." batin Fatimah.

Ibunya Bilal meraih tangan Fatimah.

"Anggap ibu dan ayah menjadi orang tuamu juga."

Fatimah menurut, bibirnya tersenyum bahagia. Lagi-lagi, aku bahagia.

Suasananya juga tidak canggung. Sungguh, aku sudah menemukan keluarga lagi. Kami dengan cepat akrab.

Tempat baru ini menemukan sebuah harapan baru untukku di masa depan bersamanya.

●●●●●

Terlihat Fatimah dan ibunya Bilal tengah sibuk di dapur. Tentu sedang masak untuk makan malam.

Usai makan malam.

Fatimah tidur di kamar tamu. Tidurnya pulas. Bersiap untuk kembali beraktifitas di hari esok.

GADIS GAZA - TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang