Hujan 2/3 (Minho & Changbin)

2.1K 194 31
                                    

Now playing On Rainy Days - Beast






💧

Keduanya duduk pada kursi paling belakang, dengan Changbin yang duduk tepat di pinggir jendela bus dan Minho yang duduk tepat di sampingnya.

Lagi-lagi keduanya saling terdiam, meresapi irama musik yang kini mengiang di telinga masing-masing. Ada suatu keanehan diantara mereka berdua, kebanyakan lagu tentang hujan pasti berisi sesuatu yang menyakitkan, selalu menyiratkan tentang kesedihan. Namun, keduanya selalu tersenyum. Tersenyum bahkan saat keduanya merasa ingin menangis kala mendengar lagu hujan yang begitu menyayat hati.

"Tak ingin memberitahuku kenapa kau terus tiba-tiba menghilang?", Tanya Changbin setelah mereka saling terdiam cukup lama.

"Aku harus pergi ke suatu tempat", jawab Minho menatap Changbin.

"Kemana?" Changbin mengernyitkan dahinya mendengar jawaban menggantung dari Minho.

"Ke suatu tempat yang tidak menarik sama sekali, bahkan saat kau mencoba untuk menikmatinya", lagi dan lagi, sebuah senyuman terukir di bibir pucat Minho, dan entah kenapa Changbin merasa aneh karenanya.

"Bisakah kau memberikan jawaban yang lebih spesifik? Aku tidak mengerti", kesal Changbin, ia lalu mengalihkan pandangannya pada jendela yang mengembun.

"Pergi kemanapun aku, itu tidak penting. Setidaknya kita kembali bertemu kan?", Ia lagi-lagi mengacak surai hitam yang lebih muda.

"Baiklah", jawab Changbin pendek, entah kenapa ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Minho. Namun ia memilih untuk diam.

Dan keduanya kembali terdiam.


Mereka tinggal setengah perjalanan, tak lama lagi pemberhentian pada halte berikutnya akan tiba. Pemberhentian selanjutnya adalah untuk Changbin, sedangkan Minho masih satu halte berikutnya.

"Apakah kau menyesal karena mengenalku Changbin?", Tanya Minho kembali menepis ketenangan antara keduanya, ia tak menatap Changbin. Melainkan pada hujan yang berada diluar jendela bus tersebut.

"Tidak, aku tidak pernah menyesali segala yang telah aku lewati. Apalagi bertemu denganmu, tidak ada yang bisa aku sesali. Aku menyukai hujan, dan dibawah hujan kita bertemu. Apakah itu hal yang pantas untuk aku sesali?", Changbin menatap Minho, membuat Minho pun mau tak mau memandang Changbin dengan kedua bagian bawah matanya yang mulai menghitam.

"Kau benar, aku pun sama. Aku tak pernah menyesal karena mengenalmu. Cara pertemuan kita yang unik membuat kau mempunyai tempat tersendiri di otak juga hatiku", Minho terkekeh kala ia mengingat bagaimana saat mereka bertemu.

Saat dimana Changbin duduk sendirian di halte yang sama seperti sebelumnya, berlindung dari hujan yang membasahi bumi. Saat itu tiba-tiba saja Minho datang dengan berlarian menghindari hujan, lalu tanpa banyak bicara duduk disamping Changbin yang sedang mendengarkan musik lewat earphone yang menyumbat di telinganya. Entah apa yang ada dipikiran Minho saat itu, ia tanpa permisi mengambil salah satu earphone Changbin lalu meletakkannya pada telinganya sendiri.

Changbin tentu saja terkejut saat itu, namun saat melihat Minho tersenyum padanya, Changbin tak jadi melontarkan protesnya, ia ikut tersenyum dan membiarkan Minho berbagi earphone dengannya. Dan sejak itu, mereka terus melakukan hal yang sama sampai saat ini.

"Pertemuan aneh itu yang membuat kita menjadi seperti sekarang, aku rasa kau juga mempunyai ruang tersendiri di otakku", ujar Changbin, mendengar itu membuat Minho kembali ingin menggoda yang lebih muda.

"Dihatimu tidak?", Minho bertanya dengan menaikkan alisnya, ia tersenyum miring. Sedangkan Changbin menatapnya datar.

"Jangan bertanya hal aneh Minho, kau menyebalkan", Changbin mendelik kesal pada Minho, dan yang tua tersenyum.

Minho menghela napas sebentar, lalu dengan susah payah ia kembali bicara.

"Changbin, aku akan memberitahu mu sesuatu. Tapi aku mohon jangan menyela ku? Janji?", Ucap Minho, dan Changbin tanpa banyak bicara mengangguk. Perasaan nya mendadak aneh.

"Tempat yang ku maksud sebelumnya adalah rumah sakit, dan yah selama sebulan ini aku menetap di sana--"

"Kau sa--"

"Changbin..."

"Oh, baiklah.."

"Kau tak perlu bertanya kenapa aku bisa berada disana, aku disana hanya ingin mengobati tubuhku. Mereka kelelahan dan besok aku akan pulang. Hari ini aku meminta izin pada ibuku untuk keluar dan bertemu denganmu, setidaknya dengan melihat mu bisa membuat ku tenang. Walaupun sebenarnya aku tidak benar-benar minta izin, melainkan kabur dari ruangan ku dan hanya meninggalkan sticky note pada meja disamping ranjang ku. Kau juga tak perlu khawatir, aku telah baik-baik saja", Changbin melebarkan pupil nya mendengar penjelasan Minho. Apakah ini arti dari perasaan anehnya?

"Apakah itu alasan kenapa kau terlihat begitu pucat hari ini? Dan kenapa aku tak menemukan sehelai rambut dari balik penutup kepala mu?", Minho menyentuh penutup kepalanya, ia lalu tersenyum pada Changbin.

"Oh, aku memotong rambut ku cepak saat aku akan bertemu denganmu tadi. Mereka tumbuh sangat panjang ketika aku berada di rumah sakit", jawabnya, namun Changbin merasa ada yang mengganjal di hatinya.

"Baiklah, kau benar-benar tak ingin menceritakan tentang sakit mu?", Minho menggeleng mendengar pertanyaan Changbin.

"Lain waktu akan aku ceritakan", Changbin yang kali ini membuang napas pasrah. Entah kenapa ia tak.bisa percaya apa yang Minho katakan.

"Janji jari kelingking?", Changbin mengangkat tangannya, mengacungkan jari kelingking nya pada Minho.

"Janji jari kelingking", Minho ikut mengacungkan jari kelingking nya, lalu menautkan nya pada kelingking Changbin. Yang lebih muda tersenyum, walaupun tak sepenuhnya yakin.


-tbc-

[9]SEO CHANGBIN ft K.idols - Soft/Uke/BottTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang