📍Ini kurang lebih adalah epilog dari next ff/orific yang akan aku buat. Kapan? Belum tau. Aku serakah banget, iya tau. Sekalian ngisi ini book, sepi sekali setelah ada book khusus esek-esek di sebelah :")))Genre : Angst, Tragedy-Rom (masih abstrak sama genre, mungkin setelah baca seulas cuplikan ini kalian bisa membayangkan sendiri)
🌍
Kala itu dirinya sengaja kembali ke tempat yang sangat membuat jiwa remajanya muak. Hanya untuk memastikan bahwa apa yang tak sengaja menyusup rungunya bukanlah sebuah kebenaran. Dengan melalui jalan tikus andalannya, ia berhasil kembali ke tempat yang kini tak banyak orang, hanya beberapa yang memiliki kegiatan pada sore hari di tempat yang sama.
Tungkainya saat itu melangkah dengan pongah, tampilannya tak ubah seperti berandal sekolah yang jadi bulan-bulanan pada guru. Figur garangnya membuat ia seperti dituhankan oleh pada remaja yang berusia tak jauh beda.
Seret sepatu itu berhenti kala mendengar suara grasak-grusuk yang berasal dari arah gudang belakang sekolah, yang dijadikan tempat penyimpanan barang dengan isu angker karena jarang dikunjungi. Lalu netra bata rubahnya seketika tertuju lurus pada sosok yang kini tengah mengepel sia-sia lantai usang di dalam gudang tersebut, wajah kusutnya tampak lelah meskipun tak ada keluhan yang lolos.
Ia yang berdiri di ambang mengigit, menimbang apakah harus masuk ke dalam dan mengerjakan hukumannya atau malah tetap dengan ego penuh pergi dan menumpahkan tanggung jawabnya pada sosok tersebut.
Tidak, ia tak sebaik itu untuk mau peduli. Lebih baik dirinya pergi dan berlagak seperti iblis sebagaimana seharusnya.
"Oh, Jeongin?"
Ia menghela napas panjang, menghembusnya sembari memutar tubuh untuk memandang netra cokelat terang dengan lingkar hitam dibawah pelupuknya tersebut. Mau tak mau, egonya ditarik sedikit, bersamaan dengan kearoganan yang melangkah masuk.
"Kamu belum pulang?"
Rubah yang memicing itu tampak iritasi akan pertanyaan sok kenal tersebut. "Ngapain lo disini?"
"Bersihin gudang, udah lama nggak di rapiin."
"Ck, gue juga tau. Ini hukuman gue, ngapain lo disini?" decakannya itu dibalas kekehan pendek, yang membuatnya kadang harus berpikir berulang kali apa maksud dibaliknya.
"Saya pikir kamu pulang, jadi saya yang gantiin. Daripada besok hukuman kamu ditambah."
Sosok itu hendak kembali meneruskan pekerjaannya yang sempat terhenti, namun dengan cepat di rampas oleh remaja yang ia panggil Jeongin sebelumnya.
"Buat apa lo gantiin hukuman gue? Kalo lo pikir ini bikin gue mau belajar, gak mempan. Percuma," hardiknya tanpa hormat.
Lagipula, sosok dihadapannya ini tak pernah dihormati sejak kedatangan pertamanya. Ia adalah kacung berkedok guru konseling.
Pertanyaan itu tak disahuti, hanya sebuah lukisan senyum simpul disuguhkan untuknya. Tak ada pamrih. Ia mematung kala itu, dunia memakunya hingga tak diberi kuasa untuk bereaksi akan sabit cantik yang memporak-porandakan hati.
Senyuman yang bermain diingatkannya itu membut langkah gontainya makin tak karuan. Menabrak siapapun yang berpapasan dengannya, menerima segala umpatan sialan yang menusuk rungu, ia tak peduli.
Sebab di setiap langkah tanpa tujuan yang ia ambil, di saat itu pula dunianya mulai runtuh, disusul hati yang makin meluruh.
"Saya tau kamu anak baik, saya percaya sama kamu."
Masih terekam jelas dalam ingatan kala rombongan orang-orang dengan pakaian serba biru itu memasukkan tubuh lemah dengan napas terputus itu di dalam mobil ambulan. Bagaimana sirene ribut itu berbunyi nyaring memacu degup jantungnya bagaikan tengah balapan dalam pacuan kuda.
"Ya ampun, Jeongin!"
Kala pintu sebuah rumah dibuka paksa, seruan panik segera kembali memekakkan telinganya. Tangan yang telah setengah keriput mengakui wajahnya yang di penuhi luka basah yang masih baru, belati itu tampak rapuh kala bertemu netra teduh milik sang ibu.
"B-bohong. Dia bohong, Buk. Aku harus gimana?" cicitan perih itu mengudara.
Tak ada yang tahu lara hatinya, namun luka berdarah yang tersirat jelas pada netra itu membuat sang ibu membawa anaknya ke dalam dekapan. Yang pada akhirnya tubuh yang mencoba tegar itu limbung ke peraduan, bersamaan dengan isakan tangis yang menggelar. Malam itu dunianya telah hancur berkeping-keping, hingga tak lagi di sambung satu sama lain.
🌍
"Hidup itu kayak komedi. Tertawakan aja, nanti masalah bakalan pergi dengan sendirinya, malu sendiri."
"Kadang juga kamu perlu ambil jalan dengan tikungan tajam, gak melulu jalan mulus yang lurus. Kalo nggak begitu, Tuhan bisa curiga hidupmu cuma sebatas pilihan yang gak berguna."
"Saya tahu betul kamu itu beda. Makanya, saya percaya ke kamu."
"Anda siapa, berani mengatur hidup saya?"
Konversasi sakit itu melayang bebas di dalam kepalanya yang tengah kacau balau. Tak perlu mengambil seribu langkah tak tentu arah, dalam waktu dekat ia pun akan diseret pergi juga.
Pelupuknya telah basah, relung belianya telah terbiasa di tusuk belati, namun sakitnya tak mampu mereda. Rekaman tragis yang terjadi beberapa jam lalu masih terulang-ulang dengan jelas, namun ia tak punya kuasa untuk menghentikan tayangan tersebut.
Semesta semu ciptaannya pun tak mau ketinggalan, turut lebur bersahutan dengan detik-detik jam yang terus bergerak tanpa henti.
"Seungmib, ayo pulang."
Kepalanya mendongak, netra sendu itu bertemu dengan kilatan bengis dari sosok pria yang berdiri tegap dihadapannya. Daripada menuruti perintah sebagai biasanya, ia kini memilih bersimpuh dengan kedua tangan mengepal diatas paha.
"Pa, tolong, sekali ini aja, saya minta selamatkan dia."
Sungguh, sejak kecil, saat dirinya bahkan belum dapat membedakan mana yang buruk dan mana yang baik, ia tak pernah memenangkan di setiap to mutlak. Dirinya selalu menjadi anak teladan, mengikuti instruksi bagaikan robot peliharaan.
"Saya... Saya nggak tau harus memohon gimana lagi. Tapi sekali ini, cuma sekali ini, turuti permohonan saya. Saya janji nggak akan membangkang lagi, saya akan jadi anak yang baik."
Kini dirinya pun sudi bersujud, melupakan segala harga diri yang dahulu di junjung tinggi. Ia benar-benar tak lagi peduli dengan eksistensi tersebut. Ia hanya ingin menata kembali semestanya yang hancur.
Dadanya sesak, sakit bahkan, begitu frustasi karena merasa tak berguna. Ia hanyalah remaja ingusan dengan nyali sok jagoan, dengan hati rentan akibat ratapan.
"Bawa dia."
Tak ada penawaran damai, ia malah ditarik pergi tanpa persetujuan. Meronta pun tak berguna, teriakan meminta di lepas sama sekali tak digubris. Ia hanya menangis sejadi-jadinya.
Malam itu dua hati remuk secara bersamaan. Kepercayaan yang diorasikan pun hancur saling bersahutan.
Dan si obat penawar, pergi. Sendirian dan tanpa pamit.
🌍
Upcoming song dari skz MY UNIVERSE - Seungmin, Jeongin ft Changbin
Sekaligus cast ff ini.Aku cuma mau ngasih tau aja, siapa tauuuu ada yang minat :")) gak minat pun tetep aku publish walaupun gak tau kapan :"))
Dan masih bingung, ini mama tetap asli atau ganti lokal saja? Ada saran? Jangan pelit lah :")
Oh iya, ini aku terinspirasi dari one shot nya kak giyuuuu- yang Jeongin x Changbin :")gemes banget soalnya :"""""" cek ya di akunnya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
[9]SEO CHANGBIN ft K.idols - Soft/Uke/Bott
Fiksi PenggemarSeo Changbin Story ft other idols -oneshoot/twoshoot (+ REKOMENDASI & PROMOSI FF CHANGBIN UKE/SOFT/BOTT/SUB) *Author Changbin uke yang mau promosi ff nya, boleh DM saya :) PLEASE!! ATTENTION !! BXB CHANGBIN ULTIMATE UKE!!! Beberapa chapter ada uns...