[9]SEO CHANGBIN ft K.idols - Soft/Uke/Bott

Streetlight ( Jisung x Changbin)

*Notes : aku pakai sudut pandang pertama, sebelumnya gak pernah coba dan semoga nggak aneh ya :" ini pertama kalinya. Hehehe.

🌻
🍂

Rasanya menyesakkan. Bahkan ketika tidak ada satupun tangan yang mencekik leherku, aku tidak bisa bernapas. Begitu menyesakkan.

Ribuan langkah lunglai aku paksakan, demi setidaknya mencapai tujuan yang tidak pernah aku pikirkan sama sekali. Aku hanya berjalan kemana saja, tanpa arah yang pasti, membiarkan kaki ini mengambil alih segala kendali.

Hari ini melelahkan, seperti hari kemarin, dan dua hari yang lalu, bahkan seminggu sebelumnya. Namun hari ini lebih terasa berat, bebannya bertambah di setiap langkah yang kuambil.

Malam ini langitnya ditaburi bintang, begitu banyak hingga jariku tak sanggup menghitung ada berapa banyak. Biasanya aku suka menghitungnya jumlah mereka, ketika mataku tak bisa dipejamkan meski mengantuk.

Seharian penuh aku tersenyum, juga tertawa kencang ketika temanku melontarkan lelucon murah, hingga rasanya aku bisa menangis karena saking banyaknya tertawa. Tak apa, lagipula dengan cara itu, tak akan ada lagi orang-orang yang menatapku curiga, lalu menjejaliku pertanyaan yang tidak akan bisa aku jawab.

Lagipula, mereka pun tak akan peduli. Sekalipun aku mengatakan tentang perasaanku, mereka tidak akan peduli. Mereka pun punya masalah, dan aku tak bisa egois untuk memberi tahu mereka dan menambah beban. Aku tidak mau merepotkan orang lain.

Aku lupa kapan terakhir kali bisa menangis sambil bercerita tentang bagaimana beratnya beban yang tengah aku bopong dengan mudah pada orang lain. Dua tahun lalu? Atau empat tahun lalu? Mungkin lebih.

Tapi yang paling kuingat adalah saat aku menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar peduli padaku. Saat orang yang aku percaya memilih untuk pergi setelah mendengar ku. Memilih untuk tidak peduli akan masalahku dan mencari orang lain yang lebih berguna. Benar kan, aku hanya beban. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah.

Tungkai kakiku terasa perih, mungkin sekarang telah lecet karena kubawa berjalan sangat jauh. Dan sekarang aku memilih untuk berhenti sejenak, beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan yang panjang. Mungkin aku akan pulang, ke tempatku yang sesungguhnya.

Mataku jatuh pada lampu jalan yang berdiri sendirian, menyinari jalanan dibawahnya meski semu. Satu-satunya penerang yang aku temui di jalanan sepi pengendara ini. Hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang.

Aku memaksa beberapa langkah lagi agar dapat mencapai lampu tersebut, dan memilih untuk duduk di bawahnya dengan tenang. Bersandar pada tiangnya. Berharap dengan begini aku bisa kembali bernapas dengan baik, karena paru-paruku terasa makin menyempit seolah tak terdapat lagi ruang bagi udara untuk masuk.

Baru aku sadari, lampu yang sedang jadi satu-satunya penerangku ternyata sedikit rusak. Lampunya mati beberapa detik lalu kembali menyala. Dan saat itu pula aku sadar, lampu jalan ini adalah aku. Kami sama persis. Aku memaksa senyum gamang, sedikit sakit karena seharian ini aku terlalu banyak tersenyum hingga dianggap gila.

Aku memang gila.

Mana ada orang waras yang  akan merasa nyaman hanya karena tak lagi sendirian berkat lampu jalan. Mereka benda mati.

Benar juga, aku pun sudah mati.

Ponsel pada saku jaket tipisku bergetar. Semula ingin aku abaikan karena rasanya tidak akan mungkin bagiku untuk berbicara. Aku takut tidak ada satupun kata atau suara yang keluar nantinya.

Namun getaran itu tak berhenti, aku pun menyerah dan terpaksa untuk memeriksanya. Pada siapa lagi aku harus memakai topengku.

Di layar ponsel itu tertera sebuah nama, Han Jisung, seorang kenalan yang tak pernah aku temui. Bahkan aku tahu wajahnya saja tidak. Namun kami cukup dekat karena tak sengaja kenal melalui internet. Dia bahkan adalah orang yang paling dekat denganku daripada temanku yang sebenarnya. Entahlah, kami cukup cocok dalam beberapa hal.