38 ~ Bercerita

535 63 1
                                    

Yera terdiam didalam perpustakaan sekolahnya. Ia menginginkan suasa tenang. Dan berakhir lah disini. Tempat yang salah satunya selalu dijadikan tempat bolos bagi para murid yang dibilang bad. Dan menjadi tempat belajar bagi murid yang rajin.

Tapi tidak keduanya bagi Yera. Dia datang kesini hanya untuk menenangkan pikiran, bukan untuk belajar ataupun bolos, karena memang sekarang masih jam istirahat.

Yera menghela nafas. Ia sedang berpikir keras. Niatnya kesini untuk menenangkan pikiran tapi malah membuatnya berpikir keras.

Sebenarnya ia takut. Ia takut semua orang membencinya atas apa yang telah ia lakukan. Tidak, kalian tau Yera tidak melakukan apapun. Tapi rasa bersalah Yera pada Sassy entah kenapa masih saja terus bernaung di dalam hatinya.

Yera sempat berpikir, ia pantas untuk dibenci, di jauhi. Tapi Yera juga tidak ingin munafik dengan mengatakan kalau dia tidak ingin memiliki kebahagiaan.

Ia selalu bertanya tanya,

Apakah hanya Yera yang mencintai?

Kapan dirinya dicintai juga?

Apa di kehidupan sebelumnya ia orang jahat, sehingga sekarang ia mendapatkan karma?

Apa kesalahan yang telah ia perbuat?

Kenapa Yera tidak bisa merasakan cinta bersama orang yang ia cintai?

Dan, apakah sekarang semua orang membencinya?

Ia takut. Ia hanya ingin dicintai. Sesederhana itu.

Tiba-tiba ada orang yang menepuk pundaknya membuat ia memekik kaget.

"Sst. Jangan berisik. Ini perpus, ntar kita diusir lagi." ucap orang itu yang kini duduk disebelah Yera.

"Chandra? Lo ngapain disini? Ngikutin gue ya!? Ngagetin lagi." sinis Yera.

Orang itu yang diketahui Chandra mendengus, "Tempat umum. Dan gue kesini belajar ya, nggak ngikutin lo."

Yera merollingkan matanya malas. "Bodo amat!" Ia menelungkupkan wajahnya diantara lengannya yang terlipat diatas meja.

Hening beberapa saat. Yera yang masih diposisi sama entah sedang tidur atau hanya terdiam. Sedangkan Chandra yang sibuk membolak-balikan buku bacaannya yang tadi ia bawa, entah apa yang ia cari.

Chandra membuka suara, "Lo kesambet apa, Ra?" tanya Chandra masih sibuk dengan kegiatannya, tanpa mengalihkan atensinya ke arah Yera.

Yera yang merasa diajak bicara, mengangkat kepalanya, ia mengerutkan dahinya, "Maksud lo?"

Chandra menutup bukunya, ia menengok ke arah Yera, "Lo kok bisa berani gitu, Ra? Sumpah, tadi gue bener-bener speechless. Setau gue lo itu orangnya cengeng, ya?"

Yera mendengus. "Lebay lo. Lagian gue gak cengeng banget kali." kata Yera menatap Chandra kesal.

Chandra mengangguk-nganggukan kepalanya. Tidak bertanya lebih lanjut. Ia mengeluarkan handphonenya, lalu mengotak-ngatiknya, bermain game.

Siapa tadi yang bilang belajar?

Yera berpikir, ia ingin bertanya sesuatu tapi ia lupa apa yang harus ia tanyakan.

"OH! IYA." teriak Yera setelah mengingatnya membuat Chandra terkejut.

"Kenapa sih?!" tanya Chandra melirik sekilas dengan kesal.

"Handphone gue mana? Masih sama lo kan?"

"Nggak udah gue jual." jawab Chandra santai. Sedangkan Yera sudah memasang wajah horornya.

"Lo jual?! Serius anjir Chandra."

"Lebay lo. Nggak lah. Kenapa emang?"

"Ya gapapa. Balikin aja ish." ucap Yera sambil mengadahkan tangannya, meminta.

"Ketinggalan dirumah. Besok gue bawa."

Yera menginjak kaki Chandra. Membuat Chandra meringis.

"Nyebelin lo, ish. Awas kalau handphone gue lecet."

"Ck. Iya iya."

Chandra menatap Yera serius, "Btw Ra, lo tau siapa yang nyebar berita-berita murahan itu?"

Yera mengangguk.

"Gue kan udah bilang tadi, gue tau semuanya. Gue yakin lo dengar."

"Emang. Tapi gimana bisa lo tau semuanya sedangkan lo pasti baru tau tadi pagi, kan?"

"Ya karena gue peka."

"Lo peka dan otomatis lo tau segalanya? Gak masuk akal, asli."

Yera menghela nafas.

"Gue udah tau dari semalam." ucap Yera tenang.

Chandra mengerutkan dahinya, menunggu Yera melanjutkan ucapannya.

"Gue nyari tau dari semalam. Kan udah gue bilang, gue itu peka, jadi gue tau kalau kalian nyembunyiin sesuatu."

"Ck. Peka iya peka." gerutu Chandra pelan.

"Hah? Apa?" tanya Yera bingung.

Chandra menatapnya datar. "Gak. Lanjut."

Yera mencebik kesal, Chandra cuek kembali lagi. "Karena gue udah tau permasalahannya, jadi tadi gue cek cctv sekolah. Dan gue liat siapa pelaku yang nyebarin beritanya. Ya tersangkanya siapa lagi kalau bukan si Tiwi itu. Dan berakhir dengan kejadian tadi. Selesai. Gue pinter, kan?" jelas Yera dengan senyuman diwajahnya.

Chandra mengangguk-ngangguk. "Hm." jawabnya malas.

Yera mencibir. Lalu ia menatap Chandra dengan binar matanya, "Chan, lo tau gak--"

"Gak." potong Chandra.

"Ih. Dengerin gue dulu." kata Yera kesal. Alisnya menukik, menatap Chandra tajam dengan mata yang membulat, entah kenapa membuatnya terlihat, lucu?

Chandra berdehem pelan, mencoba menetralkan detak jantungnya. Lalu Chandra tersenyum kecil, "Apa?"

"Sebenarnya tuh ya, tadi tuh gue gemeter tau. Tapi waktu gue liat Kesya yang semangatnya berkobar-kobar buat nyudutin adik kelas tadi itu ngebuat gue mikir lagi."

Chandra menatap minat cerita Yera.

"Terus kan ya. Gue itu emang udah tau watak si Tiwi itu, jadi itu ngebuat gue dengan mudahnya bisa mempengaruhi si Tiwi itu."

"Lo tau gak, Chan? Kemarin-kemarin tuh gue pernah liat si Tiwi masuk ke club malam, dan itu asli no hoax hoax, nggak kayak berita tentang gue yang hoax itu." Yera terdiam sejenak. Ia menelan ludahnya.

"Terus?" tanya Chandra menunggu.

"Dan untungnya waktu gue liat si Tiwi itu ke club sama om-om, gue foto dia, siapa tau aja bisa berguna nantinya, ya emang gue kayak orang kuker sih." Yera berdecak.

"Dan finally, ternyata benar foto itu berguna buat buktiin kalau yang jalang itu bukan gue, tapi dia! Dan sekarang masalahnya," Yera menggantungkan ucapannya, ia menatap Chandra kesal, "Handphone gue ada di lo, Na Chandra!!"

Chandra meringis, "Sorry. Gue gak tau. Nanti gue balikin deh, swear."

Yera mencibir. Chandra terdiam, "Pulang sekolah," ucap Chandra menggantung, Yera menatapnya, "Mau ke rumah gue? Bawa hp lo?" tawar Chandra.

Yera berpikir sejenak, ia tersenyum lalu menganggukan kepalanya, "Boleh." ucap Yera. Chandra ikut tersenyum.

Biarlah kehidupan berputar dengan semestinya. Biarlah keadaan membuat sandiwara diantara mereka. Biarlah semuanya berjalan sesuai takdir yang ada. Yang bisa dilakukan hanya menikmati dan menghadapinya.

Gue akuin lo emang peka, Ra. Tapi kapan lo peka sama gue?




~TBC~

My (Ex) Enemy - Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang