Author pov.
Pukul sembilan malam. Jihoon datang ke kamarnya Yera yang dari sore belum keluar-keluar.
Ceklek
Jihoon masuk ke kamarnya Yera. Dia melihat adiknya yang sedang berbaring memunggunginya.
Apakah Yera sudah tidur?
"Dek..." panggil Jihoon pelan. Takut-takut adiknya benar sudah tertidur dan terbangun karena mendengar suaranya.
Ternyata Yera masih terjaga. Ia berbalik menatap Abangnya dengan tatapan polosnya, seakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya, menghianati matanya yang sinarnya meredup menyiratkan kesedihan.
Jihoon mendekat, menaiki ranjang Adiknya. Yera bangkit, mendudukkan tubuhnya.
"Kenapa?" tanya Jihoon.
"Apanya?" suara Yera terdengar serak.
Jihoon mendesah. Dia menatap Yera.
"Maaf."
"Buat ?"
"Buat Adek sedih, lagi."
"Adek nggak sedih kok." kata Yera cepat sambil tersenyum. Yera tidak mau Jihoon merasa bersalah dengan hal yang tidak dilakukan Abangnya itu.
"Abang malah tambah ngerasa bersalah kalo adek kayak gini." jelas Jihoon.
Yera mengernyit dahinya tak mengerti.
"Dengerin Abang. Jujur sama Abang."
Jihoon memegang pundak Yera dengan kedua tangannya, menatap Yera serius. Yera mengangguk, mengerti. Abangnya sedang serius. Ia tidak bisa mengelak lagi.
"Adek suka sama Raka? Sejak kapan?" tanya Jihoon. Jihoon sebenarnya tahu dari dulu kalo Yera suka sama Raka. Hanya saja dia bertanya lagi untuk memastikan langsung.
Yera ngangguk. Dia nunduk, "Sejak kelas X, mungkin?"
"Adek yakin?"
Yera diam, "Maaf."
"Gak usah minta maaf. Semuanya emang udah jalannya takdir." jelas Jihoon.
"Tapi Adek harus tau batasannya. Adek inget, kan, kata Abang dulu?"
Yera ingat. Sangat mengingatnya. Kata-kata bijak yang untuk pertama kalinya Jihoon ucapkan padanya waktu dulu. Waktu dimana Yera mengalami peristiwa yang menyedihkan. Sangat diluar batas kemampuan mentalnya.
Yera mengangguk lagi. Ia menatap Jihoon.
Yera membuka mulutnya, mengatakan sesuatu, "'Jangan bertindak gegabah, cermati lebih dulu. Jangan melebihi batas, jika sudah tidak bisa, berhenti saja. Jangan memaksakan, karena itu hanya akan menghadirkan keraguan. Jangan menahannya, karena itu hanya akan menyiksa. Berkerjasama lah dengan hati, otak dan tubuh, supaya semuanya dapat berjalan sesuai keinginan.'"
Jihoon tersenyum hangat, "Benar."
Yera menunduk, ia mengerti, lagi. Pundaknya bergetar.
"Jadi, jangan melebihi batas kemampuan Adek. Kalo Adek gak bisa atau udah terlanjur capek, bahkan sebelum Adek dapetin apa yang Adek mau. Mending Adek berhenti aja. Coba cari yang lain. Yang lebih bisa buat Adek bahagia." jelas Jihoon.
Mata Yera memanas. Yera mengerti maksud Abangnya.
"Jangan memaksakan apa yang Adek mau pada orang lain. Karena itu tidak akan berjalan sesuai dengan yang Adek inginkan. Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta, tapi kita bisa memilih siapa yang pantas dicintai." Jihoon menjeda.
"Jangan menunggu satu orang buat mencintai Adek. Tapi lihatlah disekitar Adek, banyak yang mencintai dan ingin dicintai sama Adek. Jangan hanya memfokuskan diri dengan satu objek. Tapi fokuslah pada yang lain, yang lebih baik." Lanjut Jihoon.
"Dan, dengar--"
Jihoon mendongakan kepala Yera.
"Jangan menahannya. Abang udah bilang, jangan ditahan. Kalo mau nangis, nangis aja. Gak bakal ada yang tau. Menangis bukan berarti Adek lemah. Tapi menangis adalah cerminan dari perasaan hati."
Yera terdiam. Dia menatap Jihoon putus asa. Yera bergerak, memeluk Abangnya erat. Menangis. Jihoon membalasnya, ia membiarkan Yera menangis untuk waktu yang cukup lama.
Sepuluh menit kemudian...
"Bang..." panggil Yera dengan suara serak. Ia masih memeluk Abangnya.
Jihoon hanya bergumam, "Hm."
"Se..sak.."
Jihoon mendesah. Ia tak tau harus bagaimana.
"Sstt. Adek tenang dulu..." kata Jihoon sambil ngelus-ngelus punggungnya Yera. Yera ngangguk.
Yera memang akan merasakan sesak jika terlalu lama menangis.
"Dek, lupain dia."
Yera diam cukup lama. Terus dia ngangguk ragu.
Tak lama Yera tertidur dipelukan Abangnya. Jihoon membiarkannya saja. Dia membaringkan Yera. Setelah itu dia berniat pergi.
Namun, saat Jihoon beranjak dari duduknya, dia melihat Chandra terdiam di pintu kamar Yera. Ya, Chandra belum pulang.
Gue tau lo sakit, Ra. Tapi gue lebih sakit liat lo nangis gara-gara orang lain.
Author pov and.
~ TBC ~
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Ex) Enemy - Na Jaemin
Random"Ogah-ogah, awas ya kalo nanti lo suka sama gue." ~ Chandra. "Lo sehat ? Yakali gue suka sama lo. Dih mit amit." ~ Yera. Cast: ●Na Jaemin as Na Chandra. ●Park Yera. Warn!! Author mulaan. Warn!! Bahasa kasar. Warn!! Typo(s) everywhere.