73 ~ Rahasia

548 40 0
                                    

Terlampau banyak rahasia lampau tertahan yang memberontak akal sehat dan keterlambatan yang meninggalkan luka. Bahkan untuk menyesalinya pun, tak ada gunanya.

.
.
.

Lampu ruang operasi rumah sakit mati beberapa detik lalu, menandakan telah selesainya kegiatan disana. Dengan cepat mereka yang berada diluar mendekati seorang dokter yang keluar dari ruangan tersebut.

"Dokter, bagaimana? Apa Yera baik-baik saja?"

Dokter itu tersenyum kecil. "Kalian tenang dulu. Pasien selamat dalam operasi ini, walau sebelumnya kami sempat kesulitan, namun sepertinya pasien juga punya tekad yang kuat untuk selamat, jadi bersyukurlah karena operasi ini lancar. Hanya saja—"

"Kenapa, dok? Semuanya baik-baik saja, kan?" Mama Park memotong.

"Mungkin Nona Yera akan siuman dalam beberapa hari kedepan, saya tak tahu pasti. Dan semuanya baik-baik saja, hanya terdapat retakan ditulang punggungnya, juga beberapa luka, walau sebagian telah infeksi, namun kami bisa mengatasinya. Sejauh ini kalian tenang saja, berdoa saja semoga semuanya baik-baik saja."

"Syukurlah. Apa kami bisa menemuinya dok?" tanya Jihoon.

"Kalian bisa menemuinya setelah pasien dipindahkan ke ruang inap."

"Baiklah, terimakasih banyak dok."

"Tak masalah, itu sudah menjadi tugas saya, kalau begitu saya permisi." Sang Dokter tersenyum kecil. Setelahnya pamit pergi dari sana. Membuat keluarga juga teman Yera dapat bernafas lega.

***

Sassy terduduk dikursi taman rumah sakit. Mendongak, menatap kosong langit malam. Terdiam dalam kegelapan dengan lampu-lampu kecil yang menerangi. Gelap, dan kosong. Tak ada satupun bintang disana yang setidaknya mengelokkan langit malam ini, bahkan bulan pun turut bersembunyi dibalik kelamnya awan.

Sedikit berjengit kala seseorang menepuk bahunya dan duduk disampingnya.

"Lagi ngapain?"

Sassy melirik sekilas lalu kembali menatap langit kelam.

"Retorik, Kak."

Terkekeh kecil. "Ya maksud gue ngapain sendirian disini? Kenapa gak liat Yera juga?"

Sassy menghela nafas. "Lo sendiri ngapain disini? Gak nemuin Yera juga Kak?"

Mengedikkan bahu acuh. "Nemenin lo."

Sassy berdecak. "Gue bukan anak kecil kali Kak."

"Justru karena sok dewasa lo itu yang buat gue khawatir." jelas Raka masih dengan senyum kecilnya.

"Maksud lo?"

"Gue tebak! Ada yang lo sembunyiin? Bener?"

Sassy melirik sekilas Raka. "Nggak."

Raka menghela nafas. "Jangan menutupi kebohongan dengan kebohongan lain, Sas. Lo tahu? Gak semua orang bisa lo bohongin, dan gak semua keadaan pula dapat mendukung lo."

"Gue gak bohong."

"Hm, emang. Tapi lo nyembunyiin sesuatu. Memang berbeda makna, namun tetap saja itu hal yang tak baik." ujar Raka.

"Begini, harusnya lo bisa belajar dari keadaan-keadaan sebelumnya. Lo tahu sendiri, kalau ketidakpercayaan itu yang menimbulkan luka untuk orang-orang banyak. Dan pemikiran lo memang gak salah, hanya jalan lo yang salah. Lo harusnya memilih jalan yang bisa buat keadaan memihak. Gak selamanya dunia dan takdir ini berjalan dengan kehendak orang lain, lo juga perlu egois. Sas, lo orang baik, tapi jalan kebaikan lo itu salah." jelas Raka.

Sassy tak bergeming. "Gue gak ngerti." ucapnya pelan.

Raka menepuk-nepuk kepalanya. "Lo pahamin dulu. Baru lo bisa cerita."

Sassy diam tak membalas. Raka menghela nafas, berdiri. "Ya udah. Gue anter lo pulang, udah malem kan? Ayo ke ruangan Yera, pamit dulu sama yang lain."

Sassy mengangguk. Berdiri dari duduknya. Berjalan mengikuti Raka. Teringat sesuatu, ia terdiam.

"Oh iya, Gita gimana kak?"

"Gita? Tenang aja, Gita bebas untuk sementara, karena kita gak tau kebenarannya, dan maka dari itu, kita tunggu aja Yera siuman buat dengerin penjelasannya." jawab Raka.

"Gak usah dipikirin, Gita memang bebas dalam artian tidak berada dizona penjara, ia sekarang berada dirumahnya, namun tetap dalam pengawasan polisi." tambah Raka.

Sassy mengangguk mengiyakan.

***

Gita terdiam dikamarnya, menatap kosong langit-langit kamarnya.

Ddrrt ddrrt

Terlonjak melihat ponselnya bergetar, panggilan masuk. Tatapan mendatar. Ia mengangkatnya.

"Halo?"

"Hai, Git."

"Kenapa?"

"Cih. Lo belagu ya sekarang?"

"Urusan lo?"

"Gue udah tahu sekarang. Gue gak nyangka loh lo setega itu. Ternyata ya lo bermuka dua."

"Maaf, siapa? Lo ngomong sama gue? Bukannya ucapan lo itu buat diri lo sendiri?"

"Berani banget ya lo."

"Ada yang harus gue takutin?"

Terkekeh. "Gue tahu sekarang lo pasti lagi sembunyi, kan? Ya emang harusnya lo tuh sembunyi aja dengan segala rasa takut lo itu. Lo tahu diri aja, dan jangan balik lagi kedunia gue."

"Lo tahu, yang benar tidak akan takut untuk maju, tidak akan bersembunyi dibalik kedok, yang salah lah yang seharusnya takut, bahkan buat melangkahkan kaki sejengkalpun, dia tidak akan bisa, kenapa? Karena disetiap detiknya orang berdosa, itu berbahaya untuknya. Girl, karma itu ada. Gue gak takut, kenapa? Karena gue bener. Dan alangkah baiknya, lo cerna omongan lo, supaya lo tahu, siapa yang pantas mendengar dan mengucapkan kata-kata itu." jelas Gita lalu mematikan sambungannya sepihak.

Dulu ia berpikir, dunia ini diam, tak bergerak sedetikpun. Namun setelah semua yang terjadi, dapat ia simpulkan bahwa dunia memang berputar sesuai kehendak walau berbeda makna. Mungkin saat ini adalah masa-masa sulit, tapi cukup percaya bahwa ada yang lebih baik dari ini. Itu yang Tuhan janjikan.





~TBC~

My (Ex) Enemy - Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang