16. Salah paham

17 9 0
                                    

Selamat membaca❤

   Hari hari berlalu dan tak terasa aku sudah bisa melupakan Alvin meski belum sepenuhnya. Aku tak tau apakah rasa itu akan datang lagi atau justru akan menghilang. Aku merelakan jika Alvin bahagia dengan Salsa dan mungkin bahagianya bukan ada padaku. Dan juga aku akan selalu menyadarkan diri bahwa aku tak pantas bersanding dengan orang seperti Alvin.

" hey Alya" Tiba tiba suara seseorang yang membuyarkan lamunanku.

"Eh iya maaf" kataku sedikit terkejut.

Saat ini aku bersama Levin dan ia sedang mengajariku ilmu ekonomi dalam perhitungan. Aku sudah menolak berkali kali karena selain malas belajar aku juga malas bersama Levin. Jika pak Doni tidak mengancamku aku sudah lari dari sini tapi apa boleh buat aku tak berdaya sama sekali.

Levin tetaplah Levin yang menyebalkan ia terus memintaku mengerjakan semua soal soal sulit yang ia buat. Aku sudah lelah memaksakan otakku  bekerja untuk berpikir keras. Aku bukan profesor dan malah dipaksanya sampai akar akar seperti ini.

"Kerjakan" perintah Levin kembali memberikan kertas soal padahal aku sudah mengerjakan 5 soal yang cukup sulit dan sekarang ditamba 3 lagi?

"Levin udah aku gak kuat lagi kepala aku sakit" kataku mencoba memberi alasan.

"Cepat Alya" katanya memaksaku.

"Tapi aku gak mau lagi" balasku dan masih tetap menolakknya. Ia menatapku intens. Aku sampai takut melihat matanya seperti terintimidasi.

"Jangan keras kepala kamu Alya" paksanya lagi. Kali ini suaranya terdengar lebih tajam dan dingin.

" dasar pemaksa"cicitku hampir tak terdengar

Aku merampas dengan kasar kertas soal darinya dan mulai mengerjakannya. Jika aku adalah seorang psikopat mungkin dari pertama aku mengenal Levin pria angkuh dan dingin itu sudah lenyap ditanganku. Bagaimana tidak? Dia sangat menyebalkan dan pemaksa tentunya. Tapi karena aku wanita baik baik aku tidak akan membunuhnya.

"Cepetan" aku menatapnya penuh kekesalan seenak jidat dia menyuruhku ini itu dan memerintahkan ku ini itu juga.

"Sabar" balasku tak kalah sinis.

Akhirnya selesai juga semua soal yang kukerjakan. Aku menelungkupkan kepala ke atas meja dan memenjamkan mata berharap rasa lelahku akan berkurang. Tapi tiba tiba kepalaku terasa sakit aku kembali mendongkakkan kepalaku dan melihat kesamping Levin yang entah sedang apa dengan kertas kertas yang sama yang kemarin ku lihat ditaman.

Ketika aku ingin berdiri untuk ke toilet badanku oleng kesamping dan aku jatuh di atas pangkuan Levin, dengan cepat tangan Levin sudah berada di pinggangku.

Jantungku kembali berdegup sangat cepat. Aku menatap lekat lekat iris mata Levin yang juga menatapku, aku terdiam dan masih menatapnya aku tak sadar posisi kami saat ini. Aku yang duduk di atas pangkuan Levin dan tangan kekar Levin yang memeluk pinggangku erat.

"Alyaa udah selesai bel-" Aku dan Levin sama sama terkejut aku langsung cepat cepat berdiri dan menormalkan detak jantungku kembali. Dan Levin terlihat biasa saja.

Lira menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya membelalakak yang mendapati kami sedang dalam posisi yang tidak wajar.

"Astagaa kalian berdua? Alya?" Lira masih menatap ku dan Levin tak percaya.

"Aduhh Lir ini gak seperti apa yang kamu liat tadi itu ehmm itu"  Aku gugup menjelaskan kronologisnya yang sebenarnya.

"Kalian ada hubungan apa? Ayo jangan bohong kamu Al" Lira masih seperti belum percaya dengan ku.

SORRY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang