28. Rasa yang belum sirna

13 4 0
                                        

HAPPY READING💛

Aku kembali masuk kampus hari ini dan pastinya akan bertemu dengan kedua sahabatku dan juga Alvin. Ngomong ngomong soal Alvin aku sudah sedikit bisa melupakannya tapi aku juga tidak ingin egois bahwa aku masih merindukannya.

Selesai kelas aku dan kedua sahabatku menuju ke kantin untuk membasmi cacing cacing yang sudah demo didalam perut kami. Seperti biasa Abel yang memesankan makanan untukku dan juga Lira.

"Ini silahkan" Abel menyodorkan makanan yang dipesannya.

"Akhirnyaa" ucap Lira dan segera menyantap makananya

"Eh Al Levin udah sembuh?" Tanya Abel disela makannya

"Kemarin kata dokter hari ini kalo udah pulih udah bisa keluar" jawabku

"Ohh baguslah" balas Abel kemudian.

Kami pun kembali fokus dengan makanan kami sampai aku yang sudah tandas lebih dulu.

"Aku ke toilet dulu bentar" Aku mengambil tasku lalu bergegas ke toilet.

Aku hanya merapikan sedikit rambutku dan memoleskan lipbalm ke bibirku selesai berdandan kecil aku keluar dari dalam toilet.

Baru saja aku melangkahkan kaki, Alvin berpaspasan denganku yang tanpaknya akan keluar dari kantin. Entah kenapa aku jadi ingin menyapanya.

"Alvin?" Panggilku tiba tiba. Alvin yang mendengar namanya di panggil segera berbalik.

"Eh Alya? Kamu udah sembuh?"

"Iyaa vin"

"Maaf yah gak sempat jenguk kamu aku lagi sibuk sama tugas kuliah gakpapakan?"

"Iya gakpapa kok" balasku seraya tersenyum.

Kembali aku rasakan perasaan yang perlahan akan memudar itu tapi pertemuan ini harus menumbuhkan rasa itu lagi. Aku tak bisa dengan mudahnya menghilangkan begitu saja perasaan ini padanya. Semakin aku berusaha untuk menjauh rasa itu akan semakin besar lalu apakah aku harus bertahan dengan cinta yang tak terbalaskan ini?

"Hey Al kok bengong?" Alvin membuyarkan lamunanku.

"Haa? Nggkpapa vin hehehe" kataku sembari tercengir tak jelas.

"Kamu mau kemana?" Tanya Alvin lagi

"Gak kemana mana" bohong! Aku berbohong padahal setelah ini aku akan ke mall dengan kedua sahabatku.

" ayo ke danau lagi mau gak?"

"Iya iya mau ayoo" tanpa pikir panjang aku mengiyakan ajakan Alvin.

Aku keluar kantin bersama Alvin menuju ke parkiran Kampus. Namun sebelum naik ke atas motor aku mengeluarkan handphone didalam tas lalu menghubungi Lira agar ia dan Abel tak mencariku.

"Halo Lir?" Panggilku ketika televon tersambung.

"Halo Al kamu kok lama banget sih lagi ngapain aja? Aku sama Abel udah selesai makan nih" omel Lira dari seberang sana.

"Eumm maaf yah Lir kayaknya aku gak bisa ikut ke mall deh" kataku setengah berbisik takut didengar Alvin

"Lah kenapa?" Tanya Lira

"Ada urusan byee Liraa" aku segera memutuskan sambungan televon kami.

"Udah? Ayo" Aku hanya mengangguk dan segera naik ke atas motor Alvin.

》》》》

    Suasana serta kesejukan di danau ini masih sama saat pertama kali Alvin membawa ku. Seperti kemarin aku dan Alvin duduk dibawah pohon menikmati kesejukan angin yang menerpa diwajah kami.

Keheningan menyelimuti diantara kami berdua, aku ataupun Alvin terdiam dengan pemikiran kami masing masing.

"Vin?" Panggilku.

"Iya Al"

"Kenapa kamu suka kesini?" Tanyaku tiba tiba

"Aku suka tempat ini Al menenagkan" jawabnya sembari tersenyum ke arahku

"Kenapa gak ajak pacar baru kamu?" Tanyaku asal asalan.

"Hmm dia lagi sibuk Al" jawabnya sendu

"Oh gitu yah" balasku acuh.

Baguslah jika pacarnya selalu sibuk dan aku akan banyak kesempatan untuk meluluhkan hati Alvin lagi. Aku percaya tuhan maha membolak balikkan hati manusia siapa tau saja Alvin akan terbiasa dengan kehadiranku disini. Namun apakah semua harapanku yang terlalu besar itu tak akan sia sia? Aku tak bisa egois untuk melupakannya disaat aku masih mencintainya.

"Hobi kamu bengong terus Al?" Tanya Alvin sambil terkekekeh. Aku yang tersadar langsung kembali menormalkan keadaan.

"Gak kok"

"Itu tadi barusan apaan?"

"Bukan apa apa"

"Kamu punya masalah?"

"Ha? Nggak kok gak ada" padahal dalam hati aku ingin meneriak kan bahwa dia lah sumber masalahnya saat ini.

"Kalo ada apa-apa jangan sungakan cerita sama aku" katanya dengan lembut

"Iya makasih" aku tersenyum kecut. Bagaimana aku menceritakan masalah tentang perasaan ini padanya? Ia jelas tau aku mencintainya tapi sikapnya seakan menganggap semua itu angin lalu. Semua hanya habis di harapan harapan yang tak jelas dan hanya menghancurkanku sendiri.

"Eh Al bentar yah aku angkat telvon dulu" Alvin pun beranjak menjauh dariku.

Dari kejauhan aku terus memperhatikan Alvin berbicara di televon. Ia sesekali tertawa bahagia dan aku menyimpulkan itu yang menelpon pasti si pacar barunya. Sesak tapi aku tetap tegar menyaksikan kepahitan didepan mata.

Air mataku jatuh lagi entah yang keberapa kalinya. Cemburu? Jelas aku cemburu melihat Alvin bahagia dengan orang lain dan bukan denganku. Aku saja dibutuhkannya hanya jika ia kesepian contohnya yah seperti sekarang ini.

"Al kenapa? Kamu nangis?" Aku tersentak dengan kedatangan Alvin tiba tiba. Dengan cepat aku langsung menghapus sisa air mata di pipiku.

"Gak aku kelilipan" jawabku berbohong.

"Oh kirain kamu nangis" aku hanya kembali tersenyum.
"Apakah jika aku katakan aku menagis karena kamu apa kamu akan peduli? Tanpa memikirkan perasaanku kamu justru membuatku semakin menaruh harapan terus menerus padamu vin" batinku dalam hati.

Alvin yang sudah duduk ditempatnya semula kini bercerita tentang kehidupannya dan aku hanya menyimak saja sesekali aku juga dibuat tersenyum geli karena hal hal konyol yang dilakukannya pada saat di bangku SMA. Aku terus berdoa dalam hati semoga Alvin tak membahas mantan mantannya yang membuatku muak mendengarnnya.





Thankyouu yang sudah membaca😘

Vommentnya jangan lupa yoo gaes😅 maafkan kalau part kali ini gaje banget yee😂 atau kurang panjang mungkin? Pokkonya apapun itu terus support author dengan vote dan komen komen terbaiknya🤗🤗

See you next part🎉

Fllw ig: lhalamamonto

SORRY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang