Jeno baru saja pulang dari rumah temannya, dan saat ia akan menuju lift ia dikejutkan dengan kedatangan Maurel yang tiba-tiba. Gadis itu memasuki lift dengan tergesa-gesa, dan sebenarnya bukan hal itu saja yang membuat Jeno kebingungan dan penasaran. Pasalnya mata gadis itu terlihat sangat memerah seperti orang yang sudah menangis hebat, dan benar saja tebakan Jeno. Sisa-sisa isakan masih keluar dari mulut gadis itu.
"Lo abis darimana? Tumben pulang malem?" tanya Jeno mencoba mencairkan suasana di dalam lift yang terus diisi dengan suara sisa isakan dari Maurel.
"Abis bimbel." jawab Maurel singkat masih dengan sisa isakannya yang seperti tak mau hilang.
"Oh, pantesan masih pake seragam sekolah."
Setelah itu keadaan hening lagi sampai lift berhenti berjalan dan berhenti di lantai tempat apartemen Maurel dan juga Jeno berada. Maurel segera berjalan keluar dari lift untuk cepat-cepat masuk ke dalam apartemennya. Tapi belum saja ia membuka pintunya, tangannya tiba-tiba ditahan oleh Jeno.
"Siapa yang udah bikin lo nangis tadi? Bilang ke gue siapa orangnya." ujar Jeno dengan pandangannya yang terlihat sangat serius.
"Siapapun orangnya itu sama sekali bukan urusan lo. Tolong lepasin, gue capek pengen cepet-cepet masuk." ujar Maurel sambil menghentakkan tangannya agar Jeno mau melepaskan tangannya.
Jeno malah semakin mengeratkan genggamannya pada pergelangan tangan Maurel.
"Bilang ke gue atau gue bakalan ikut masuk ke dalem sampe lo mau kasih tau ke gue siapa orangnya." ujar Jeno dengan nada bicaranya yang terdengar sangat memaksa.
Maurel mendengus, suasana hatinya jadi tambah memburuk.
"Itu sama sekali bukan urusan lo Lee Jeno! Bisa gak sih lo gak ngeganggu hidup gue sehari aja?!!" bentak Maurel karena dirasa sudah kehilangan kesabarannya.
Jeno dibuat terdiam, baru kali ini ia dibentak sekasar dan selantang ini oleh seorang perempuan. Maurel kemudian menyentakkan tangannya lagi dan segera masuk ke dalam apartemennya.
Perasaannya masih memanas karena insiden saat perjalanan pulang tadi.
"..dan aku juga percaya.. kalo perasaan aku ke kamu itu gak bakalan pernah bisa mati rel. Meskipun suatu saat salah satu dari kita ada yang pergi atau udah gak ada. Aku yakin perasaan itu bakalan terus ada."
Memori perkataan Hyunjin mulai berputar di kepalanya. Dan itu membuat tangisan Maurel kembali pecah. Maurel langsung melempar tasnya, ia juga melemparkan semua barang yang ada disekitarnya.
"Maurel Lim.. aku pengen kita sama-sama janji, kalo kita gak bakalan pernah saling pergi dan bakalan terus sama-sama gak peduli apapun masalah sama tantangan yang bakalan datang ke kita.."
PRANG!
"LO BOHONG HYUNJIN!"
"LO SAMA SEKALI GAK NEPATIN JANJI LO SENDIRI!"
PRANG!
"So.. would you promise to me? If we'll be together forever no matters whats gonna happen to us."
PRANG!
"Lo pembohong.. hiks.. lo gak nepatin janji lo sendiri.."
Maurel lalu jatuh terduduk dengan air matanya yang terus mengalir deras. Ia benar-benar merasa hancur, tapi ia kemudian sadar bahwa semua ini masih disebabkan oleh dirinya sendiri. Seandainya ia tidak memilih untuk pergi, mungkin Hyunjin masih akan tetap bersamanya. Tapi bukannya ia memilih pergi juga untuk kebaikan Hyunjin? Untuk melindunginya, agar pemuda yang sangat ia sayanginya itu tidak dilukai sedikitpun oleh ayahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BAD HABITS✔
Fanfiction"..kok bisa ada bekas lipstik dipipi kamu ya?" "I-ini.. tadi ada tante aku dateng buat jenguk, biasa kalo tante dateng mah suka cium cium pipi." ujar Hyunjin sambil mencoba menghapus bekas lipstik yang ada dipipinya. Gue mendekat ke arah Hyunjin, ta...