"Hyunjin bangun! Kamu harus berangkat kerja!"
"Ngghh.. lima menit lagi sayang."
"Gak ada lima menit lima menit! Bangun sekarang!"
Karena tidak kunjung mau bangun, Maurel menarik selimut yang menutupi tubuh Hyunjin sehingga tampaklah tubuh Hyunjin yang tidak dibaluti oleh apapun.
"Arel.. aku masih ngantuk!" protes Hyunjin sambil mencoba menarik selimutnya kembali tapi Maurel tidak mau memberikannya. Maurel malah melipat selimut tersebut sehingga Hyunjin kini mulai kedinginan.
"Buruan sana bangun terus mandi! Aku mau beresin tempat tidurnya!" Maurel terus memarahi Hyunjin seperti ibu yang memarahi anaknya yang pemalas.
Hyunjin tidak kunjung mau mengindahkan perkataan Maurel. Pemuda itu malah menarik tangan Maurel sehingga Maurel terjatuh menimpanya. Dengan senyum jahilnya Hyunjin memeluk erat tubuh Maurel, menjadikannya sebagai guling.
"Hyunjin lepasin! Nafas kamu bau tau!"
"Rel.. kita lanjutin yang semalam yuk?" ajak Hyunjin dengan tangannya yang mulai menyelusup masuk ke dalam baju Maurel.
"Gak! Aku udah mandi, dan badan kamu bau banget!"
"Kalo gitu kamu temenin aku mandi ya?"
"Gak! Mandi sendiri aja sana! Aku kan udah mandi."
"Ayolah rel.. pilih disini atau di kamar mandi?"
"Gak dua-duanya."
Hyunjin lalu merengek seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Maurel hanya terus menghela nafas kasar. Semenjak menikah sikap Hyunjin tiap harinya semakin bertambah manja.
"Ayolah rel.. ini adek aku kasian.. dia udah bangun gara-gara kamu."
Dan Maurel dibuat kewalahan karenanya.
"Fine!"
***
Persetan dengan Hyunjin, pemuda ini membuat Maurel harus mandi dua kali. Sudah menghajarnya habis-habisan di ranjang, sekarang pemuda ini memaksanya untuk menemaninya mandi.
Ini sudah hampir tiga puluh menitan Hyunjin dan Maurel berendam di dalam bath up. Dan selama itu juga tangan Hyunjin terus mengelus-elus perut rata Maurel.
"Kamu belakangan ini suka ngerasa mual gak?" tanya Hyunjin.
Maurel yang tengah memejamkan matanya dibuat terbangun. "Gak tuh, emangnya kenapa?"
"Aku pengen cepet-cepet kamu hamil, biar rumah kita nanti ada yang ramein."
Maurel tersenyum kecil, "Kamu banyak berdoa aja biar Tuhan mau denger permohonan kamu."
"Tanpa kamu bilang juga aku selalu doa ke Tuhan setiap harinya biar kamu cepet hamil. Tapi kayaknya ada yang janggal deh rel?"
"Apa?" tanya Maurel penasaran.
"Kata dokter yang biasa kita konsul juga kamu itu katanya subur, aku juga gak ada kendala. Ini udah hampir sebulan kita nikah dan kita selalu ngelakuin itu setiap hari bahkan tiap pagi sama sore, tapi kenapa kamu belum hamil juga ya?"
"Mungkin kita belum dikasih kepercayaan sama Tuhan. Kamu yang sabar aja sayang."
"Apa mungkin kita kurang keras usahanya rel? Apa perlu kita jadwal jadi tiga kali sehari buat ngelakuin itu?"
Maurel dibuat melebarkan matanya, "Itu kebanyakan Hyunjin! Kamu emangnya gak capek apa?!"
Hyunjin tertawa, "Seharian non-stop juga aku kuat rel."
"Dasar!"
"Rel, abis ini kita beli testpack ya. Aku penasaran minggu ini ada kemajuan atau enggak."
Maurel mengangguk, diam-diam ia tersenyum miris.
***
Maurel memandang testpack yang berada di tangannya. Seperti dugaannya, hasilnya akan selalu negatif.
Maurel menghela nafas berat, ia lalu menatap pantulan dirinya di cermin. Sampai kapan ia harus terus melakukan hal ini? Sampai kapan ia harus terus membuat Hyunjin kecewa?
Dengan raut wajahnya yang coba dinetralkan, Maurel keluar dari kamar mandi dan langsung mendapati Hyunjin yang sedaritadi terus menunggunya di depan pintu.
"Gimana hasilnya sekarang?!" tanya Hyunjin yang kelihatan sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya.
Maurel tersenyum kecil, "Aku hamil."
Hyunjin melebarkan matanya, matanya kini terlihat berkaca-kaca. "Kamu serius?! Puji Tuhan akhirnya kamu hamil juga!" seru Hyunjin kelewat senang. Hyunjin lalu memeluk erat Maurel, bibirnya tidak bisa berhenti menciumi wajah istrinya tersebut.
Maurel mencoba menahan wajah Hyunjin agar berhenti menciuminya, "Maaf sayang.. tadi aku cuman bercanda." ujar Maurel dengan raut wajah bersalahnya. Ia sebenarnya tidak benar-benar berniat menjahili Hyunjin.
Senyuman yang terus terukir di bibir Hyunjin seketika meredup begitu Maurel berkata seperti itu. Hyunjin tersenyum miris, seharusnya tadi ia tidak langsung mudah percaya.
"Pinter banget jahil ya sekarang." Hyunjin mencubit hidung Maurel mencoba menutupi rasa kecewanya.
"Kamhu ghak mwarhah? (read: kamu gak marah?) " heran Maurel melihat reaksi Hyunjin. Hyunjin tertawa, ia lalu mencubit gemas kedua pipi Maurel sambil sesekali mengecup singkat bibirnya.
"Kenapa aku harus marah? Lagian mungkin kamu bener, kita belum dikasih kepercayaan sama Tuhan buat dikasih anak."
Dalam hati Maurel dibuat semakin merasa bersalah, ia lalu memeluk erat Hyunjin dan mulai menangis pelan. "Maafin aku jin.."
Hyunjin membalas pelukan Maurel tak kalah erat, tangannya mengusap lembut punggung kepala Maurel. "Ini bukan salah kamu sayang, kamu jangan nangis ya?"
SO GUYS!
Disini aku mau nanya yang serius sama kalian:v
1. Seriusan kalian mau cerita ini terus dilanjut?
2. Seriusan kalian pengen cerita ini ada sequelnya?
3. Seriusan kalian gak dibuat bosen sama cerita ini?
4. Seriusan kalian gak dibuat bosen ngeliat kebucinan mereka berdua?
5. Seriusan si dia suka sama aku? /abaikan/
6. Seriusan si dia udah putus sama si anu? /abaikan/
7. Seriusan pantat Felix kebelah dua? /abaikan/
8. Seriusan Hyunjin ngajakin aku kawin? /aminin:v/
Jadi buat para readers tertjintah, sebelum aku nekat bikin kelanjutan cerita ini. Aku pengen tau dulu alasan kalian kenapa cerita ini harus terus dilanjut👉👈
Kasih masukan buat kedepannya cerita ini harus gimana juga boleh kok, request cast baru juga boleh kok, asalkan jangan minta yang aneh-aneh aja:v
Jadi yay or nah for the sequel?👉👈
ps: jan lupa tulis alasan kalian semua~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD HABITS✔
Fiksi Penggemar"..kok bisa ada bekas lipstik dipipi kamu ya?" "I-ini.. tadi ada tante aku dateng buat jenguk, biasa kalo tante dateng mah suka cium cium pipi." ujar Hyunjin sambil mencoba menghapus bekas lipstik yang ada dipipinya. Gue mendekat ke arah Hyunjin, ta...