07

9.7K 371 1
                                    

Rasa mual itu terus berulang-ulang setiap paginya. Namun Vannya tidak curiga dengan keadaannya sendiri. Vannya hanya berpikir dia sekedar kelelahan dan juga masuk angin...

“ nona minum ini" bibi memberikan segelas teh hangat saat melihat Vannya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lesu, serta tak bertenaga.

Bagaimana tidak lemas dan lesu, pagi ini Vannya sudah muntah untuk ketiga kalinya, pertama saat bangun tidur, kedua saat tanpa sengaja Nandini lewat di depannya. Yang entah kenapa setiap mencium aroma parfum vannya merasa mual. Dan baru yang ke tiga beberapa saat lalu, ketika saat makan siang ia menemukan ada aroma ketumbar dan potongan daun seledri di makanannya. Yang membuat Vannya berakhir memuntahkan semua isi yang ada di dalam perutnya tanpa tersisa.

“ Terima kasih bi” vannya kembali memberikan gelas teh yang sudah ia minum setengahnya. Sedangkan dengan telaten dan sabar Merien memilih pundak vannya dengan menggunakan minyak kayu putih

“ Rasanya bagaimana? Apa sudah mendingan “ tanya Merien

“ lumayan, bi. Sudah tidak terlalu mual dan pusing seperti tadi" jawab Vannya jujur. Benar dirinya jauh merasa lebih baik dari pada beberapa menit yang lalu  yang rasanya membuat Vannya lemas seperti jeli .

“non, apa non yakini ini Cuma masuk angin biasa?”  Merien yang tampak curiga dengan beberapa kebiasaan vannya yang berubah beberapa hari belakangan ini. Terlebih dengan vannya yang selalu muntah tiap pagi, merasa lapar ketika tengah malam. Serta beberapa hal yang membuat Merien merasa janggal. “ Apa perlu saya panggilan dokter untuk memeriksa nona? “  tambahnya

“Tidak usah, tidak perlu juga memanggil dokter. Vannya baik saja, ini Cuma masuk angin bisa. Nabati juga sembuh sendiri “ kata vannya sambil tersenyum

Namun entah kenapa Merien mempunyai merasa  yang lain. Ia merasa perubahan yang selama beberapa hari ini, tepatnya hampir satu bulan belakangan ini. Entah kenapa membuat Merien berpikir kalau Vannya sesat ini sedang HAMIL..

Walaupun Merien  berpikir kalau saat ini vannya tengah hamil. Tapi Merien tidak ingin mengatakan apa yang saat ini ia pikirkan,  siapa tahu pikirannya itu salah. Dan bisa saja apa yang di katakan oleh vannya itu benar.

Merien hanya bisa berdoa apa pun yang terjadi ke depannya semua akan baik-baik saja .

“Eh, eh... enak sekali kalian, di saat orang rumah ini kelaparan. Kalian berdua malah asyik duduk di sini seakan tidak punya pekerjaan” suara sinis Luna membuat Vannya dan Merien terkejut.

“ mama...” gumam vannya lirih, saat melihat mamanya yang tengah diambang pintu sambil bersandar dan melihat kedua tangannya.

“Kau...”ujar Luna sambil menunukan jarinya pada Merien. Yang membuat meriam langsung berdiri. Begitu juga dengan vannya, yang berusaha berdiri walau masih lemas “Kau, aku tahu bukan untuk mengurus anak pembawa sial itu. Tapi kau ku gaji untuk masal dan mengurus rumah ini. Apa kau lupa itu” kata Luna dengan nada datar membuat Merien hanya bisa merunduk

“Maaf, nyonya, saya akan kembali ke dapur" ujar Merien. Tapi sebelum itu Merien tampak memandang vannya sekilas, sebelum meninggalkan kamar vannya dan kembali ke dapur

“Ngapain kamu? “ sebuah pertanyaan yang seakan menuntut penjelasan, kenapa Merien bisa ada di sini.

“vannya tadi merasa tidak enak badan, makanya bibi datang ke kamar vannya “ vannya mencoba menjelaskan.

Selanjutnya tampak tak ada respons apa pun dari Luna, wanita itu hanya memandang vannya sekilas memperhatikan vannya melalu ujung matanya. Vannya merasa tidak nyaman dengan cara mamanya memperhatikannya seakan-akan vannya itu sedang berbohong . Padahal ia benar-banar merasa tidak enak badan.

“cepatlah bersiap ikut aku, dan sebaiknya pakai bahu yang sedikit bagus” kata Luna dengan nada datar

Vannya sempat terdiam beberapa saat. Mencoba mematikan apa yang baru saja di dengannya itu bukan sebuah halusinasi . Mamanya ingin mengajaknya keluar? Sesuatu hal yang sangat jarang. “ kita mau ke mana mah “ tanya vannya

“ sudah enggak  perlu banyak tanya, cepat ganti baju” ucap Luna sebelum meninggalkan kamar vannya

“ ia, mah" jawab vannya lirih.

Vannya mencoba melihat apakah ada baju yang bagus di dalam lemarinya. Vannya melihat dari sekian banyak bajunya yang ada sama sekali tidak ada yang bisa di bilang sangat bagus. Maklum saja vannya jarang sekali membeli baju, bahkan hampir tidak pernah sana sekali. Jadi di dalam lemarinya sebagian besar hanya ada baju pendek, baju  lengan panjang, terusan dan juga rok . Bahkan bisa di bilang bisa di bilang di dalam lemari vannya itu tidak ada mamanya gaun-gaun malam bahu pesta atau baju yang bagus untuk di pakai saat pergi.

Jadi wajar saat ini vannya bingung harus memilih memakai apa. Jadi setelah cukup lama berpikir akhirnya vannya memilih baju lengan panjang berwarna hitam dengan bahan sifon serta rok yang panjangnya sampai 10 cm di bawah lutut warna pecah. Tak lupa juga vannya mengikat rambutnya sedikit lebih tinggi dari biasanya. Sebagai sentuhan akhirnya vannya memilih memaki pelembab dan juga bedak bayi.

Sedangkan di luar, Luna terlihat sudah mulai tampak kesal. Tapi vannya belum juga muncul. Tapi tak lama kemudian vannya sudah datang.

******

Vannya masih tidak mengerti mamanya membawanya ke mana? Terlebih lagi mamanya tidak mengatakan apa pun. Entah kenapa hal ini membuat Vannya merasa takut. Terlebih lagi mengingat pesan yang pernah vannya dapat saat di gudang. Yang mengatakan kalau hidupnya dalam bahaya dan harus berhati-hati.

“ Mah, kita akan ke mana? “ tanya vannya hati-hati

“.....” Tapi Luna masih diam tak menjawab. Yang tentu saja itu semakin membuat Vannya merasa takut.

Vannya mengerutkan keningnya, saat melihat mobil mamanya itu berhenti di sebuah rumah sakit. Vannya menatap mamanya tidak percaya. Apa ini benar terjadi? Apa mamanya merasa khawatir padanya? Dan membawa Vannya ke rumah sakit .

“Turun...”ucap Luna datar

Dan ketika berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Beberapa kali Vannya melirik ke arah mamanya. Entah kenapa perasaan haru dan bahagia vannya rasakan saat ini. Mamanya yang seakan selalu terlihat tak peduli padanya . Hari ini memedulikannya.

“ Apa ini rasanya di perhatikan mama" gumam Vannya dalam hatinya. Bahkan saking bahagianya vannya merasa ingin menangis.

“ Tunggu di sini. Aku akan ke bagian pendaftaran “ perintah Luna setelah mengabaikan nomor antrean untuk Vannya.

Vannya yang sedang mereka bahagia karena di perhatikan mamanya hanya menurut saja. Tanpa ada perasaan curiga sama sekali.  Seandainya vannya tahu ada niat tersembunyi di balik kebaikan yang sedang Luna tunjukan.

Luna kembali duduk di dekat vannya setelah mengatakan pada resepsionis tentang pemeriksaan apa yang akan mereka jalani.

Selama menunggu giliran periksa vannya Bahkan tidak bertanya apa pun pada Luna.

Dan saat waktunya pemeriksaan, vannya hanya mengikuti apa yang dokter minta. Tanpa ada rasa curiga. Bahkan saat sampel darahnya di ambil. Yang katanya untuk pemeriksaan lebih lanjut.

SESUATU YANG BERHARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang