Achazia baru sadar ketika dia menoleh keluar jendela kantor ternyata hari sudah sangat malam. Hanya menyisakan dirinya dan Gema yang masih setia menemaninya.
Achazia tidak pernah menyangka hari pertamanya di mutasi ke kantor cabang ternyata cukup menyita waktu. Apalagi mengurus para benalu yang membuatnya hampir kehilangan lebih dari 100 milyar hanya dalam 3 tahun.
Dan karena masalah ini juga membuat jadwal Achazia yang seharusnya hari ini masih menjemput anak-anak. Harus terpaksa ia lewatkan.
“ pak, apa Anda ingin saya pesankan makanan atau Anda ingin pulang?” sambil menerima tumpukan berkasa sayang sudah selesai di pelajari oleh Achazia.
“Tidak usah, saya masih punya urusan lain.” Achazia kembali mengenakan jasnya “ kau juga bisa pulang" Achazia meraih kunci mobilnya dan berjalan dengan cepat meninggalkan ruangnya. Gema sendiri tidak banyak bicara. Setelah Achazia pergi pemuda itu juga ikut meninggalkan ruangan atasannya setelah mengunci ruangan tersebut.
---
Seperti yang di katakannya, Achazia memang tidak langsung pulang melainkan, memilih pergi ke berapa tempat terlebih dahulu terlihat dari bagian kursi penumpang yang terlihat terisi dengan berbagai tas-tas yang sepertinya akan Achazia berikan sebagai hadiah. Hadiah permintaan maaf karena hari ini Achazia tidak menjemput anak-anak pulang sekolah. Tidak lupa juga Achazia menyiapkan 1 tangkai mawar yang akan ia berikan untuk Vannya.
--
“ anak-anak, setelah makan malam jangan lupa untuk gosok gigi" ujarnya sambil merapikan maja makan. Yang di jawab anggukan oleh si kembar, yang langsung berjalan ke arah kamar mandi untuk gosok gigi.
“ kak, bagaimana apa sudah ada penawar yang cocok “ Julian bertanya sambil membantu Vannya seperti bisanya. Tapi hari ini ada yang berbeda karena makan malam bersama seperti ini sangat jarang karena bisanya Julian akan pulang sangat pagi-pagi sekali. Dan bangun ketika akan membuat sarapan pagi dan kembali tidur sampai siang. Dan berangkat kerja pada siang sampai dini hari. Tapi pagi ini pemuda itu menyerahkan surat pengunduran dirinya. Meskipun Vannya tidak setuju dengan keputusan Julian yang satu ini. Vannya sangat tahu kalau Julian sangat suka bekerja di bidang itu.
Jadi ada sedikit rasa bersalah ketika Vannya mengetahui kalau apa yang Julian katakan kemarin malam itu benar-benar serius.
“Mereka semua menawar kurang dari setengah harga. Jadi sampai saat ini belum ada pembeli yang pas” tutur Vannya dengan sorot mata yang terlihat sedih meski bibirnya tersenyum seperti bisa
“pokoknya aku akan selalu berdoa semoga kakak akan bertemu dengan pembeli yang pas" Julian mengatakan kalimat penyemangat.
Di saat mereka selesi membereskan maja suara bel pintu terdengar. Membuat Julian dan Vannya saling memandang satu sama lain. “Kamu undang tamu ke rumah? “tanya Vannya.
“Tidak, aku tidak undang siapa pun ke rumah. Mungkin itu tamu kakak “jawab Julian.
“Kalau begitu kakak buka pintu, kamu tolong selesaikan" Julian langsung mengacungkan jempolnya. Vannya yang berjalan ke arah pintu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Julian yang menurut Vannya terkadang sulit untuk di tebak.
---
“ Kamu...” Vannya cukup terkejut melihat ke dagangan Achazia yang secara mendadak, di tambah ini sudah jam sembilan malam. Apa yang di lakukan pria ini di sini. Bukannya langsung pulang ke rumahnya dan istirahat.
“i-ya, sebenarnya aku ingin bertemu anak-anak itu pun kalau kamu izinkan?” mendengar permintaan Achazia yang terdengar tulus membuat Vannya merasa tidak enak jika harus menolaknya. Apa lagi melihat penampilannya yang sudah sangat terlihat jelas kalau pria ini pasti langsung ke mari terlihat dia masih mengenakan pakaian kerjanya yang tadi pagi.
“Masuklah, mereka belum tidur” Vannya sedikit menggeser tubuhnya ke samping untuk masuk.
“tunggu, ”Achazia meletakan bingkisan yang ia bahwa di lantai dan mengambil setangkai mawar yang ia simpan di dalam jasnya “ini untukmu" Vannya yang tiba-tiba di berikan mawar menjadi sedikit salah tingkah “terima kasih, ayo masuk" ajak Vannya lagi.
Di saat yang sama ke dua bocah itu baru saja selesai menggosok gigi dan akan bersiap untuk pergi tidur.
“Ayo kemari” bukannya langsung menghampiri Vannya kedua bocah itu terlihat saling memandang satu sama lain. “ kemari, jangan diam saja. Daddy kalian ingin bertemu” akhirnya dengan langkah malas akhirnya Kaisar dan Raja berjalan mendekat menuju di mana saat ini kedua orang tua mereka sedang mengobrol.
“ Ada apa mami? Kaisar dan Raja masih bersikap seolah tidak melihat di Ruangan itu ada orang lain selain mereka.
“apa yang kalian ingin bicara" jelas Vannya .tapi sayangnya kedua bacah itu tidak terlalu antusias dengan hal ini. Membuat Vannya merasa tidak enak hati pada Achazia atas sikap yang di tunjukan oleh si kembar
Vannya juga sengaja meninggalkan ke 3 pria itu di ruang tamu. Sedangkan Vannya pura-pura menyibukkan dirinya di dapur dengan membuat sesuatu untuk Achazia Vannya merasa pria itu pasti juga melupakan makan malamnya dan langsung datang kemari. Terlihat saat datang tadi wajahnya terlihat sedikit pucat dan lelah.
Sedangkan Julian yang baru saja masak kamar. Kembali ke luar kamar ketika mendengar suara di dapur dan suara orang sedang mengobrol di ruang tamu. Membuat Julian pemasaran siapa yang datang. Karena tadi setelah selesai membersihkan meja makan Julian langsung kembali ke kamarnya jadi tidak sempat memperhatikan siapa yang datang. Dengan malas Julian kembali melangkah ke dapur dan melihat Vannya yang tengah menghangatkan makanan.
“kenapa di hangatkan lagi, untuk siapa?” tanya Julian “jangan bilang itu untuk dia. Jangan bilang kakak mau menyiapkan makan malam untuk bajingan itu" Julian langsung tahu Vannya memanaskan makanan untuk siapa dari sorot mata wanita itu.
“Jangan begitu, aku lihat sepertinya dia belum Makan malam, tadi saat dia datang wajahnya terlihat pucat. Jadi, tidak ada salahnya kan kita berbagi makanan pada orang lain. Kalau kita sendiri punya lebih" jawab Vannya yang sudah memindahkan masakannya di atas piring.
“Tapi apa kakak, tidak berpikir apa yang kakak lakukan itu terlalu berlebihan? Bagaimana kalau kebaikan kakak ini di salah artikan oleh dia? Bagaimana kalau dia berpikir kakak suka sama dia?” Julian yang terus mengekori Vannya ke sana kemari.
“Pikiran kamu itu terlalu berlebihan, kakak melakukan ini bukan berarti kakak suka pada seseorang, kakak melakukan ini murni karena kakak merasa kasihan tidak lebih. Lagi pula dia itu bukan orang asing bagi kita semua. Jangan lupakan pria yang kamu panggil bajingan itu . Ayah dari dua ponakan kamu" jelas Vannya yang sudah menata makanan di atas meja. Sambil sesekali memperhatikan apa yang sedang anak dan ayah itu bicarakan. Dan melihat interaksi mereka entah kenapa Vannya merasa bahwa tidak akan lama lagi mereka akan semakin dekat. Hanya tinggal membuang sedikit perasaan ego yang di miliki anak-anak itu.
Vannya sangat tahu, di dalam hati dua buah atinya itu mereka sangat senang bisa melihat ayah yang selalu mereka tanyakan beberapa tahu terakhir ini. Akan tetapi sampai saat ini mereka belum bisa terlalu terbuka menujukan rasa sayang mereka pada Achazia .
Vannya bahkan masih ingat wajah masam kedua bocah itu ketika tahu bahwa Achazia tidak menjemput mereka. Lalu saat ini melihat Achazia kemari Vannya merasa bersyukur setidaknya setelah ini kedua bocah tidak akan memasang wajah murung
“Kenapa dia datang , malam-malam begini” tapi rasa pemasaran Julian tidak hanya sampai di situ saja. Entah kenapa Julian selalu merasa ada yang janggal dengan kedatangan pria itu. Katakan saja Julian terlalu banyak berpikir tentang hal ini
“Kakak tidak tahu, tapi seperti sepertinya dia mau mencoba membujuk anak-anak untuk kejadian tadi siang" tebak Vannya
“tapi, bukannya kalau hal itu bisa besok, kenapa harus menggagu orang di malam hari seperti ini. Sangat tidak sopan. Dia itu orang kaya. Yang seperti orang yang enggak punya rumah . Dia kan katanya orang kaya. Kenapa tidak pulang ke rumahnya sendiri dan makan di rumahnya sendiri. Apa jangan-jangan dia itu tidak punya rumah ya, makanya setiap hari selalu datang kesini tiap pagi untuk sarapan dan sekarang makan malam di rumah ini juga. Lama-lama rumah ini bisa benar-benar jadi rumahnya kalau setiap hari seperti ini "Vannya hanya bisa menanggapi dengan senyuman memperhatikan Julian yang sedari tadi terus menggerutu tentang Achazia.
“Sudah-sudah. Jangan banyak bicara” usir Vannya dengan halus. Membuat wajah pemuda tampan itu sedikit kesal.
Vannya kemudian menghampiri ayah dan anak tersebut yang terlihat sedang main bersama dengan mainan yang sepertinya baru saja di berikan oleh Achazia.
“Anak-anak kalian harus tidur, ingat besok sekolah” melihat wajah yang terlihat sedikit kekecewaan di wajah si kembar tidak membuat Vannya mengubah keputusannya. Membuat dua bocah itu terpaksa menurut dan masuk ke kamar mereka sambil membawa mainan yang tadi di berikan oleh Achazia.
“Kamu pasti belum makan malam, kan? Makan saja di sini sebelum pulang, kebetulan makanannya sudah aku hangatkan dan aku tata di atas meja
Achazia hanya mampu terdiam sesaat setelah mendengar apa yang Vannya katakan. Achazia bahkan tidak percaya dengan apa yang di dengarnya kali ini. Achazia mengira Vannya akan langsung memintanya untuk pergi. Tapi yang dia dapatkan justru sebelumnya.
“Jangan sungkan padaku, aku tahu kamu belum makan. Jangan coba menolak" suara Vannya berhasil membuat Achazia tersadar dari lamunannya. Tentunya Achazia tidak menolak ajakan makan malam ini.
Bukan hanya sampai di situs saja, Achazia tidak pernah berpikir bahwa Vannya bukan hanya memasakan makanan untuknya tapi juga mengambilkan makanan itu juga untuknya. Hal itu membuat semua rasa penat dan lelah serta emosi yang sempat dirasakannya kini tiba-tiba semua itu sudah hilang dalam sekejap. kini berganti dengan perasaan yang sulit untuk di jelaskan dengan kata-kata. Meskipun Achazia makan tanpa ada kata-kata. Tapi pancaran kebahagiaan itu terlihat jelas di matanya.
~~~
“Boleh aku bertanya sesuatu padamu?” saat ini mereka tengah duduk berhadap-hadapan dan hanya terpisah oleh meja makan saja. Ditambah lagi hampir semua orang sudah tidur hanya menyisakan mereka membuat suasana canggung beberapa kalai menggelayuti hati Achazia.
“Apa kamu tidak punya rasa marah atau benci ataupun semacamnya saat melihat aku” tutur Achazia penuh dengan rasa ingin tahu. Karena dari pertama Vannya tahu bahwa dia adalah pria yang bersamanya malam itu Vannya selalu bersikap seperti ini padanya. Selalu bersikap baik, ramah dan sikap itu terkadang membuat Achazia merasa tidak nyaman. Satu hal lagi. Vannya hanya menamparnya saja kala wanita itu tahu semuanya. Yang justru membuat Achazia semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya Vannya rasakan untuknya. Dendamkah wanita itu padanya, marahkah wanita itu padanya atau apa pun segala macam perasaan yang muncul ketika bertemu dengan orang yang sudah membuat hidupnya menjadi seperti saat ini. Dan sikap Vannya yang seperti ini teras sangat tidak wajar bagi Achazia
Vannya terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaan Achazia “kau mau aku jawab dengan jawaban yang seperti apa? Jujur atau bohong? Kamu ingin dengar yang mana?” Vannya bicara sambil memandang wajah Achazia yang terlihat sedikit tidak menyangka dengan pertanyaan Vannya.
“a-ku ingin jawaban jujur darimu “putus Achazia.
“Jujur ya? Apa kau akan percaya jika setiap melihatmu bukan hanya marah dan kecewa saja yang aku rasakan, bahkan lebih dari itu. Rasanya ingin sekali aku membunuhmu dengan tanganku sendiri” Achazia cukup terkejut mendengar pengakuan Vannya yang satu ini. “Tapi sayangnya akun tidak akan sanggup melakukan hal itu padamu. Meskipun aku marah dan kecewa padamu. Membunuh seseorang tidak di benarkan, karena semua yang sudah terjadi tidak akan pernah bisa kita ulang atau kita cegah. Jadi untuk apa aku harus membunuhmu hanya karena aku mara dan tidak terima dengan keadaan yang waktu itu. “
“maaf, jika aku membuat kamu begitu menderita “ tutur Achazia tanpa sadar
“ Tidak perlu merasa bersalah padaku seperti itu. Adapun yang pernah terjadi di antara kita di masa lalu biar saja semua jadi masa lalu, tapi tidak membuat kita lupa akan masa depan. Masa lalu perlu kita ingat tapi bukan untuk membuat kita jadi terpuruk dan berhenti untuk melangkah ke depan. Masa lalu ada untuk kita jadikan pelajaran.” Tutur Vannya.
“Hanya itu? Kau tidak marah dan benci padaku? Aku ini adalah orang yang ikut andil dalam memberikan kamu begitu banyak kesulitan, apa kau tidak merasa kalau aku perlu mendapatkan sesuatu yang lebih menyakitkan lebih dari sekedar dari tamparan dan juga caci-maki darimu"
Vannya hanya menjawabnya dengan galengan kepala. “ untuk apa aku melakukan itu semua? Memang benar apa yang kamu katakan itu. Tapi lebih dari semua itu kau juga memberikan aku SESUATU YANG BERHARGA yaitu seorang anak. Jadi untuk apa aku marah dan benci padamu. Bagiku membencimu sana halnya aku membenci anak-anak ku sendiri. Dalam diri mereka ada daramu yang mengalir untuk mereka. Dan aku tidak akan pernah bisa menghapus fakta bahwa darah lebih kental dari pada air” urai Vannya
“Kenapa melihat ku seperti itu, apa ada yang aneh dengan apa yang aku katakan? Atau kau ingin jawaban yang seperti apa dariku “ Vannya merasa sedikit bingung ketika Achazia sedari tadi diam dan menatapnya dengan tatapan yang membuat Vannya merasa jika ia salah memberikan jawaban atau semacamnya
.
.
.
.
.
.
.
Maaf baru bisa update sekarang ini. Karena kemarin-kemarin aku sedikit kurang sehat. Dan ini juga masih dalam tahap pemulihan. Jadi maaf untuk keterlambatannyaluv
KAMU SEDANG MEMBACA
SESUATU YANG BERHARGA
Romancedi jebak adik sendiri di sebuah club malam , yang berakhir terkapar di dalam kamar bersama pria misterius . benar-benar awal dari segala kemelut dalam hidup mulai dari fi usir , mengetahui dirinya hamil, di rampok dan harus hidup terlunta-lunta di...