24.(A). apa kita makin dekat?

4K 417 30
                                    

Sekarang waktu baru menunjukkan pukul 07.30 malam. Tapi Achazia sudah cemas karena sampai sekarang Vannya belum kembali juga. Pada awalnya Achazia kira Vannya akan kembali saat sore.  Meskipun ini bisa di katakan terlalu cepat bagi Achazia untuk khawatir. 

Bukan karena Achazia ingin cepat pulang, tapi...

Achazia tidak tahu kenapa dia cemas, apa lagi dalam pikirannya banyak sekali hal-hal aneh yang membuatnya kesal. Apa lagi jika itu ada hubungannya dengan Marcel-Marcel itu. Itu semakin membuatnya kesal.

Achazia tahu dia tidak bisa membatasi Vannya ingin bertemu dan dekat dengan orang lain. Tapi tetap saja Achazia itu seorang pria yang dia juga mempunyai Ego ketika wanitanya di dekati atau dekat dengan pria lain. sebagai seorang pria tentu wajar baginya untuk cemburu. Meskipun kemungkinan besar Achazia akan menang, bagaimanapun di antara dia dan Vannya sudah memiliki anak. Dan anak itu juga bisa di katakan sebagai pengikat keduanya.

Tapi siapa yang akan tahu apa yang akan terjadi ke depannya..

Meskipun sudah ada anak, Achazia harus terus berusaha dan menunjukkan ke keseriusannya serta kesungguhannya untuk ada di dalam hidup mereka.

Achazia yang khawatir akhirnya memutuskan untuk mencoba menghubungi Vannya kembali setelah sejak saat terakhir Achazia menghubungi wanita itu siang tadi sebelum Achazia ke sekolah menjemput si kecil. Karena setelahnya ponsel wanita itu tidak bisa di hubungi lagi sampai pada saat ini. Karena setiap Achazia menghubunginya panggilannya selalu saja di alihkan, pesan yang Achazia kirimkan sama sekali tidak di balas hanya di baca saja.  Siapa yang tidak di buat cemas?

---

Vannya yang merasa sudah cukup lama meninggalkan rumah, membuat Vannya keluar dengan sedikit tergesa-gesa. Tapi langkah Vannya terhenti ketika ada seseorang yang tiba-tiba menghalangi jalannya

“ siapa kau" Vannya melihat dengan waspada pada pria berjaket hitam dan mengenakan topi yang tiba-tiba mengalangi jalannya.

“Lama tidak bertemu “ pria itu dengan perlahan melepaskan topi yang menutupi wajahnya.

Dan di saat itu juga secara tidak sadar Vannya mundur satu langkah menjaga jarak dengan pria itu.

“Apa yang kamu, mau!" Vannya beratnya dengan terbata-bata tapi di saat yang sama Vannya berusaha untuk tetap tenang

“Jangan macam-macam, atau aku akan berteriak supaya orang-orang datang dan menghajarmu" Ancam Vannya sambil melihat ke arah sekitar di mana banyak orang yang berlalu lalang. Itu membuat orang yang di hadapannya tidak berani berbuat macam-macam di tempat yang sedang  ramai.

“Jangan terlalu terburu-buru ”kata pria itu sambil kembali memakai topinya dan berjalan ke arah lain.

Vannya yang tidak menyangka akan bertemu dengan orang itu. Vannya tidak lagi menunda untuk segera sampai rumah dan membicarakan tentang hal ini pada Julian. Meminta dia untuk berhati-hati. Selain itu  sepertinya keputusan Vannya untuk pindah dan menjual semua asetnya itu sepertinya itu keputusan yang tepat

Vannya baru merasa aman ketik dia sudah masuk ke dalam taksi dan saat taksi mulai  berjalan. Barulah Vannya percaya bahwa pria itu tidak mengikutinya.

“Achazia, dari tadi dia menghubungiku ? Apa terjadi sesuatu pada anak-anak?” Vannya  tercengang ketika melihat begitu banyak pesan dan panggilan yang masak dari orang yang sama.

“Halo”

“Vannya kamu di mana saja? “

“kenapa dari tadi kamu tidak bisa dihubungi “

“Apa kamu baik-baik saja?”

“Tidak terjadi apa-apa kan, denganmu ?”

“Vannya jawab aku, jangan diam saja. Katakan padaku kamu ada di mana? Biar aku yang menjemputmu katakan saja ada di mana sekarang maka dengan cepat aku akan menjemputmu”

“Tidak perlu, sebentar lagi aku akan sampai” setelah diam cukup  lama khairnya Vannya di berikan kesempatan untuk menjawab satu dari  sekian banyak pertanyaan yang Achazia ajukan padanya.

“Baguslah, kalau begitu aku akan menunggu sampai kamu kembali"

“ menunggu aku kembali? Apa...??”

“Aku ada di rumahmu bersama dengan anak-anak. Karena sepertinya orang yang kamu minta menjaga anak-anak  sedang ada keperluan mendesak. Jadi...” Achazia menjelaskan secara singkat tadi.

“Kalau begitu tunggu aku kembali. Sebentar lagi juga sampai” ucap Vannya sebelum mengakhiri panggilan keduanya.

30 menit kemudian Vannya sudah sampai di depan pintu apartemennya, lalu saat ketika Vannya  membuka pintu Vannya langsung di sambut dengan sosok Achazia yang sudah berdiri tegap tidak jauh dari pintu. Membuat Vannya terkejut untuk sesaat.

“Baru pulang" tanya Achazia sambil melipat kedua tangannya di dada.

“Hmm...” jawab Vannya dengan sedikit canggung

“Anak-anak mana? ”Vannya  sedikit heran dengan kondisi rumah yang sepi. Selain Eldricd  yang saat ini sudah sekolah dan kebetulan anak itu memilih untuk tinggal si asrama. Tentu saja sebagai seorang ibu melepaskan anaknya untuk tinggal di sarana di usia yang masih muda membuat Vannya  tidak yakin. Tapi setelah melihat kesungguhan dan betapa inginnya anak itu untuk masuk ke sekolah asrama. Membuat Vannya tanpa daya menyetujui permintaan itu.

“Mereka sudah tidur, mungkin lelah “ Achazia memberikan segelas air dingin pada Vannya

“ Terima kasih “

“ Sama-sama “ jawabnya. Sambil tersenyum

“Oh, ia apa Anda sudah makan malam? “ tanya

“Sudah, begitu juga anak-anak “ jawabnya

“Sekali lagi terima kasih, karena kamu sudah meluangkan waktu untuk menjaga anak-anak, pasti anak-anak membuatmu kerepotan dan kesulitan" tutur Vannya dengan perasaan tidak enak hati. Karena  pasti pria itu miliki hal lebih penting dan harus tertunda karena menjaga anak-anak.

Achazia sedikit mengerutkan kening ketika Vannya menggunakan 'Aku dan kamu’ tidak seperti biasanya menggunakan ‘saya dan Anda’ membuat Achazia merasa senang bukan main. Setidaknya kini hubungan mereka tidak sekaku sebelumnya. Kalau boleh Achazia berharap dia ingin mendengar Vannya memanggil namanya. Bukan sebagai Bara tapi seorang Achazia.

“repot, tentu saja tidak. Apa lagi mereka anak-anakku, sudah sewajarnya jika sebagai seorang ayah aku menjaga mereka. Meskipun apa yang aku lakukan saat ini tidak akan pernah bisa menggantikan hari-hari  yang pernah terlewatkan “Achazia tertunduk lesu ketika membicarakan tentang hal ini. Emosinya sebagai seorang ayah bergejolak. Dan rasa menyesal karena tidak bisa melihat mereka tumbuh dan di mana saat mereka benar-benar membutuhkan sosial seorang ayah.

Terl4buh lagi kejadian tadi pagi. Benar-benar membuat Achazia merasa bersalah dan juga sedikit sakit hati pada dirinya sendiri. Di mana dirinya melihat kedua anaknya di ejek karena tidak punya ayah.

Tentu saja saat itu Achazia merasa marah. Karena sebagai orang tua dia ingin membela anaknya  sekalipun itu adalah anak kecil. Siapa pun yang menggertak anaknya atau mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal untuk setiap ucapan yang mereka katakan. Tapi di saat yang sama Achazia juga marah pada dirinya sendiri.  Karena secara tidak langsung dirinya telah gagal menjadi seorang ayah. Membayangkan setiap hari kedua anaknya dianggap sebagai anak Haram dan tidak punya ayah membuat rasa marah Achazia hampir Tidak bisa di kendalikan.

“Kebetulan juga aku hari tidak terlalu sibuk” bohong Achazia

Vannya hanya mengangguk. Sebagai jawabannya.

Vannya terlihat mau beranjak dari duduknya membuat Achazia menjadi bingung. Apa Vannya akan mengusirnya? “Tunggu sebentar” Achazia  hanya diam dan mengangguk.

Saat Vannya berjalan ke kamarnya mata Achazia tanpa sadar mengikuti ke mana  Vannya pergi. Dan saat pintu kamar itu tertutup membuat Achazia sedikit memberikan tatapan heran sehingga memperlihatkan kerutan di keningnya. Seketika pikiran Achazia  di penuhi dengan tanda tanya apa lagi sebelum masuk kamar Vannya memintanya untuk menunggu. Membuat Achazia sedikit mengartikan kata ‘ menunggu'. Membuat Achazia entah  kenapa membayangkan Vannya keluar dengan menggunakan Lingerie yang seksi keluar dari kamar itu.

Seketika jantung Achazia berdetak kencang ketika melihat pintu kamar Vannya hendi terbuka lagi. Ia sedikit panik jika apa yang di bayangannya benar terjadi. Membuat Achazia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Di mata Achazia semua hal yang di pakai Vannya selalu terlihat seksi di matanya. Bahkan jika Vannya mengenakan baju yang terlalu lontarkan Achazia masih menggagapnya seksi.

Dan Achazia bisa bernafas lega ketika apa yang ia pikirkan ternyata salah. Vannya keluar dengan menggunakan pakaian yang panjang. Mata Achazia tidak pernah lepas dari Vannya bahkan ketika wanita itu sudah duduk kembali.

Vannya yang tentunya tidak terlalu. Nyaman di tatapan dengan tatapan seperti itu. Membuat Vannya sedikit gugup. Terlepas pria ini adalah ayah dari anaknya. Tapi tetap saja mereka dua orang asing.

“ Aku tidak tahu kamu akan butuh ini atau tidak" Vannya menyerahkan  sebuah buku cukup besar dan itu terlihat seperti sebuah album foto. Achazia  sedikit ragu untuk menerima buku itu. Tapi akhirnya buku itu sekarang beralih di tangannya.

Vannya masih belum bicara apa pun ketika Achazia  membuka album foto yang ia berikan. Tapi setelah Achazia  menatapnya penuh dengan tanda tanya. Kenapa Vannya memberikan album foto itu padanya.

“ awalnya aku tidak berpikir suatu saat akan bertemu dengan ayah kandung si kembar. Karena aku merasa itu sangat mustahil. Bagaimana mungkin orang yang tidak saling kenal akan mencari satu sama lain. Jadi aku berpikir bahwa malam itu kamu hanya menganggap aku hanya orang salah masuk kamar atau hanya pasangan ONS Saja...”

“jadi aku berpikir kamu tidak akan peduli dengan kami, meskipun begitu aku terus saja di bayangi kalau-kalau suatu hari hal seperti hari ini terjadi. Meskipun kamu butuh atau pun tidak tenang semua yang ada di dalam album itu. Aku hanya ingin kamu tahu. Entah kamu menginginkan mereka dalam hidupmu atau tidak. Aku hanya ingin mengatakan padamu kalau kejadian malam itu. Menghasilkan mereka. Aku tidak memaksa aku untuk mengakui mereka sebagai anakmu atau bukan. Aku hanya ingin kamu bisa mengingat wajah mereka”

“ Aku juga sengaja meletakan foto-foto hasil USG.  Dari pertama aku tahu aku hamil, sampai saat ini. Semua tidak aku lewatkan terutama saat-saat penting bagi si kembar.” Achazia mendengarkan apa yang di katakan Vannya tapi mata dan tangannya sibuk membalik setiap halaman dari album foto tersebut.  Dan benar saja semua tidak ada yang terlewat. Dari pertumbuhan mereka yang masih berupa janin kecil sampai saat ini ada di dalam album itu. Melihat semua foto-foto tersebut membuat rasa sakit di hati Achazia kembali muncul.  Karena di setiap momen yang kedua putranya tidak ada satu pun kehadiran dirinya di sana. Hanya ada Julian yang seolah menggantikan sosoknya sebagai sorang Ayah untuk anaknya.. tanpa sadar Achazia  merasa matanya menjadi pedih dan sedikit berair. Tapi dengan cepat Achazia menghapus  air mata yang belum sempat menetes dengan ibu jarinya

“boleh, aku menyimpannya ?” kata-kata itu keluar begitu saja.

“Ambillah, itu memang untukmu. Jangan khawatir aku juga punya satu yang sama persis dengan itu" imbuh Vannya yang tersenyum getir. Dia  tidak menyangka hari ini akan terjadi.

“ Terima kasih “Achazia  mengatakan itu dengan sangat tulus benar-benar dari hatinya. Mendapatkan Album ini bagi Achazia itu seperti sebuah mimpi yang jadi kenyataan, setidaknya dia punya sedikit bayangan bagaimana anaknya tumbuh dan bisa merasakan bahwa ia melihat itu secara langsung ke masa-masa di mana hari di setiap foto itu di ambil.

“Boleh aku minta sebuah permintaan darimu?” Achazia mengagukkan kepalanya entah mengapa ia merasa obrolan yang satu ini sedikit  serius.

“jaga anak-anak kita dengan baik"  Vannya hanya mengatakan itu. Tapi kalimat singkat dan sederhana itu membuat Achazia sedikit ragu untuk menjawabnya. Tidak tahu kenapa Achazia seperti merasakan kata-kata itu terdengar seperti kata-kata perpisahan yang sedang Vannya katakan untuknya. Tapi Achazia tidak mau terlalu menduga tentang hal yang tidak pasti. Jadi Achazia mencoba mengartikan hal itu sebagai hal bisa seharusnya. “ tapa kamu minta pun aku akan menjaga mereka. Bahkan bukan hanya mereka Aku juga akan menjagamu"  kata Achazia dengan penuh kepastian dan keyakinan .

Setelahnya pembicaraan mereka  kembali ke topik anak-anak. Achazia beratnya tentang beberapa hal. Bahkan untuk malam ini Achazia di izinkan untuk menginap. Karena bagaimanapun Achazia tidak tega meninggalkan Vannya yang seorang wanita dengan dua anak yang masih kecil  sendirian di rumah. Apa lagi belakangan ini sedang marak adanya pencurian dan perampokan di Apartemen. Itu membuat Achazia tidak tenang meninggalkan mereka sendirian. Apa lagi Julian akan pulang larut dan kali ini Achazia tidak tidur di sofa seperti pertama kali. Kali ini dia kamar tamu.

Achazia terbangun dari tidurnya saat karena rasa haus. Achazia melihat sudah jam berapa sekarang. Dan ternyata itu masih pukul 4.45 pagi.  Masih  terlalu pagi.

karena merasa haus Akhirnya Achazia memastikan  untuk mengambil minum di dapur. Sambil membawa gelas kosong Achazia keluar dari kamarnya masih dengan tubuh yang lemas dan mata yang masih terlihat mengantuk. Tapi rasa hausnya tidak bisa  di ajak berkompromi.

Akhirnya dengan langkah gontai Achazia keluar dari kamarnya. Tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat ada dua orang yang sedang duduk dengan serius di meja makan. Yang Achazia yakini itu pasti Julian dan juga Vannya. 

“ sedang apa mereka di sana? “ Achazia  bertanya-tanya dalam hatinya.

“Kakak tenang, aku janji aku akan melindungi  kakak. Kalau perlu mulai besok aku akan berhenti kerja. Aku bisa. cari kerja di dekat sini yang paruh waktu" ucap Julian dengan yakin

“ Aku enggak Kakan biarkan orang itu bisa menyentuh kalian” kali ini nada bicara  Julian terdengar begitu marah

Achazia yang mendengar pembicaraan keduanya hanya bisa mengerutkan dahi.  Sambil beratnya pada dirinya sendiri apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“aku yakin nyonya punya maksud mencari kakak. Tidak mungkin orang itu datang jika tidak  ada hal yang nyonya perintahkan. Sama seperti 6 tahun yang lalu. Nyonya mencoba membunuh kakak dan juga si kembar yang saat itu masih dalam kandungan. Tapi sayangnya itu gagal. Tapi di saat itu juga kakak harus melahirkan si kembar dengan jalan operasi di saat kandungan kakak masih 7 bulan. Lalu sekarang wanita kejam itu menyuruh orang itu untuk datang lagi untuk berbuat apa lagi? “Julian merasa makin geram ketika ia mengingat kejadian sekitar 5 tahun yang lalu. Masih jelas di ingatannya. Tubuh Vannya yang bersimbah darah karena di tusuk dengan pisau oleh pria suruhan wanita itu. Yang sayangnya adalah ibu kandung Vannya.

“ maka dari itu kakak membicarakan ini sama kamu. Setelah apartemen dan toko terjual. Kakak mau kamu dan si kembar tinggal jauh. Di tempat terpencil kalau perlu keluar negeri . Aku enggak mau mama menemukan si kembar" ujar Vannya lirih

“ aku takut mama akan menggunakan anak-anak untuk menekanku kalau mama tahu tentang mereka. Itu sebabnya kemarin aku memintamu untuk betamu dengan Achazia terlepas dari kamu  suka atau tidak suka. Dia tetap ayah Raja dan Kaisar. Dan jika suatu saat aku enggak bisa lagi melindungi mereka dan kamu. Aku harap dia bisa....”

“ Tapi kenapa kakak baru bilang sekarang kalau kakak sudah tahu dari 1  minggu yang lalu. Setidaknya kalau aku tahu aku bisa berbuat sesuatu”  Julian mengeram frustrasi. Bagaimana tidak.  Rasanya menjadi seperti orang tidak.. berguna ketika mengetahui sesuatu hal tapi hal itu sudah memburuk.

Achazia yang masih mengawasi dari tempat yang tidak terlalu jauh tentu bisa mendengar obrolan mereka dengan jelas.

Bahkan sangat jelas. Jika saat ini keberlangsungan hidup ibu dari anak-anaknya sedang dalam bahaya dan begitu juga anak-anaknya. Tapi Achazia penasaran orang yang sudah mencelakai Vannya ketika masih mengandung si kembar dan apa motifnya? kenapa sekarang muncul lagi. Achazia juga ingin tahu kenapa ada seorang ibu yang tega melakukan percobaan pembunuhan pada anaknya sendiri.

Bersambung....

Aku harap kalin tidak bosan dengan cerita ini.  Karena memang sepertinya cerita ini akan sedikit pajang untuk sampai part berapanya belum tahu.

Jadi selamat membaca!!!

SESUATU YANG BERHARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang