27. Miss

171 16 0
                                    

Play lagu di atas ya readers
Happy reading :)

"Ridho! Lo ngapain disini?!" sentak Zeo ketika Ridho bergabung bersamanya.

"Dia nggak ada beda sama lo! Sama-sama keras kepala. Pening gue."

Zeo membuang napas secara kasar. Dari ekor matanya, Zeo bisa melihat gadis itu tengah melihat kanan kiri. Sepertinya sedang mencari orang yang bisa dimintai bantuan.

Shit!

Zeo segera menuntaskan urusannya dengan Deon. Ia meluapkan segala kecamuk yang bersarang di hatinya dengan pukulan bertubi-tubi. Rasa marah, sedih, kecewa, cemas semua ia luapkan dan lampiaskan melalui tinjuan dan tendangan keras. Ia bahkan tidak peduli dengan bentukan wajah Deon yang sudah bersimbah darah.

"Stop Zeo! Lo bisa bunuh anak orang!" bentak Ridho sambil menghalau tangan Zeo yang sudah menyiapkan tinjuan berikutnya.

"Gue tegasin sama lo kalau gue nggak pernah ngasih harapan apapun ke adik lo! Adik lo aja yang terlalu ngarep!" Setelahnya Zeo berlalu meninggalkan anak-anak Cenderawasih yang terkapar di tanah dengan beberapa luka di bagian tubuh masing-masing.

"Lo urus dia," kata Zeo kepada Ridho.

Ridho mengernyit bingung. Siapa yang dimaksud oleh Zeo. Deon dan teman-temannya? Untuk apa? Dan satu nama melintas di kepalanya.

Allisya.

Ridho menengok ke tempat tadi Allisya berdiri. Tidak ada. Dimana gadis itu sekarang? Bisa-bisa ia yang menjadi sasaran emosi Zeo selanjutnya jika tidak bisa menemukan keberadaan Allisya. Tapi tumben-tumbenan sekali Zeo menyuruhnya untuk mengurus Allisya. Kenapa tidak dia urus sendiri? Berbagai pertanyaan berkecamuk di otak Ridho. Ia memutuskan untuk bertanya langsung kepada Zeo saja.

Sial! Zeo sudah menghilang dan Ridho sudah kehilangan jejak. Akhirnya cowok yang sudah tidak terlihat rapi itu memutuskan untuk mengambil motornya.

Di sisi lain, Zeo baru teringat bahwa ia tidak membawa mobil karena tadi ia tergesa-gesa. Sekarang mau tidak mau ia harus mencari taksi agar bisa segera sampai di rumah.

Tubuh Zeo mendadak menegang ketika sebuah tangan menahannya. Ia enggan untuk sekedar menolehkan kepala dan mengecek siapa gerangan yang telah menahannya untuk kembali melanjutkan langkah. Sampai ketika sebuah suara mampu menjawab siapa orang tersebut sebenarnya.

"Kak..."

Zeo melambaikan sebelah tangannya yang terbebas ke udara. Ia segera masuk ke dalam taksi tanpa susah-susah mempedulikan Allisya yang masih menahan tangannya.

Dan tak pernah sekalipun Zeo menduga bahwa Allisya akan ikut masuk ke dalam taksi itu. Zeo membiarkan dan masih tetap pada pilihannya untuk bungkam. Bahkan ia hanya menunjukkan layar ponselnya kepada supir taksi alamat tujuannya. Dan sekalipun ia tidak melihat ke arah Allisya.

Setetes air yang jatuh ke punggung tangan membuat Zeo terhenyak. Suara isakan lirih itu membuatnya semakin yakin bahwa setetes air tadi adalah air mata milik Allisya. Zeo tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Sikap Allisya yang berubah-ubah membuatnya bingung. Sikap tarik ulur membuat hatinya selalu dilanda perasaan galau.

Zeo menunggu Allisya berbicara dengan perasaan tak karuan. Isakan itu seolah menyayat hatinya sedikit demi sedikit. Meruntuhkan dinding pertahanan yang sebisa mungkin ia bangun ketika berada di samping Allisya.

"Maaf Kak..." ucap Allisya di tengah isakannya yang semakin bertambah.

"Maafin Allisya..." Allisya sepertinya tidak memikirkan bahwa di dalam mobil itu tidak hanya ada dirinya dan Zeo semata melainkan ada seorang supir. Biarlah, yang penting ia bisa menyampaikan segala rasa bersalahnya kepada Zeo.

AlZeo [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang