"Cukup Kak, stop it" ~Allisya Clarence
"Kenapa All? Gue salah apa sama lo?" ~Zeo Angkasatama
"Aku capek Kak. Aku pengen kembali ke kehidupan aku yang sebelumnya. Kehidupan yang penuh dengan ketenangan dan kenyamanan." ~Allisya Clarence
"Jadi lo ngga...
Ruangan TU Kartika Nusa hari ini dipadati oleh siswa kelas XII yang sedang melakukan sidik jari untuk SKHU dan Ijazah. Kartika Nusa yang biasanya sepi karena murid kelas XII yang sudah tidak aktif masuk ke sekolah, kini kembali ramai seperti saat murid kelas XII belum melaksanakan Ujian Nasional. Sebagian besar dari mereka juga sekalian mengurus berkas untuk syarat masuk Universitas.
Sama seperti halnya Zeo. Ujung dari tiga jari kanannya telah berwarna kebiruan. Tanda yang digunakan untuk sidik jari di SKHU dan Ijazah. Saat ini ia tengah berkutat dengan lembaran-lembaran kertas yang akan ia setorkan ke pihak akademik di Universitas Indonesia. Iya, Zeo mendaftar di kampus nomor satu di Indonesia itu.
"Urutannya gimana sih Dho? Fotokopi rapor apa fotokopi kartu siswa dulu?" Kedua tangan Zeo sibuk memilah antara lembar fotokopi rapor dan kartu siswa. Bingung meletakkan yang mana terlebih dahulu.
"Udah, lo taruh-taruh aja disitu."
"Kampret! Ini taruhannya masa depan gue, Sat!" Sembur Zeo kesal. Pemberkasan seperti ini benar-benar sama rumitnya dengan soal ujian Matematika.
"Sini aku bantuin."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Map yang di dalamnya terdapat banyak dokumen penting itu telah berpindah tangan. Membuat Zeo melihat siapa malaikat penolongnya. Dan dia rupanya Allisya.
I love you, Sayang...
Dengan telaten Allisya menyusun ulang tumpukan berkas milik Zeo ke dalam map. Memastikan bahwa urutan penumpukan kertas itu benar. Karena memang pemberkasan seribet itu. Tidak boleh ada satu berkas yang selip. Tidak boleh ada dokumen yang kurang ataupun lebih. Tidak boleh tertukar mana yang di bagian paling bawah, tengah, dan atas. Iya, sedetail itu memang. Oleh karena itu, Zeo lebih memilih memperhatikan gadisnya saja tanpa repot-repot mau membantu.
"Kamu udah istirahat?" tanya Zeo.
"Udah," Allisya menarik satu lembar kertas dan menumpuknya di bagian paling atas sendiri. "Nah, selesai..."
"Yaudah, kantin yuk. Tadi kan cuma sempet sarapan sandwich aja."
"Tapi itu Kak Ridho belum selesai." Allisya menunjuk Ridho yang masih bolak balik menatap ponsel lalu kembali menatap berkas-berkasnya. Seperti sedang memastikan urutannya benar atau tidak.
"Udah biarin aja. Dia udah kenyang." Zeo bangkit berdiri dan menggandeng tangan Allisya.
"Gak pa-pa Kak?" ragu Allisya.
"Gak pa-pa." Zeo menarik tangan Allisya. Membawa gadis itu ke kantin untuk mengisi perut yang sudah protes minta diisi.
***
Meskipun urusan Zeo sudah selesai, namun cowok itu tak lantas pulang. Ia menghabiskan waktu di lapangan indoor sambil bermain basket. Sekaligus menunggu Allisya hingga jam pulang tiba.