"Cukup Kak, stop it" ~Allisya Clarence
"Kenapa All? Gue salah apa sama lo?" ~Zeo Angkasatama
"Aku capek Kak. Aku pengen kembali ke kehidupan aku yang sebelumnya. Kehidupan yang penuh dengan ketenangan dan kenyamanan." ~Allisya Clarence
"Jadi lo ngga...
"Hanya ada satu hal yang kuinginkan darimu. Kumohon jangan lepaskan tanganku."
Davichi - Because You (Now Play on Mulmed)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy reading:)
Nathalie menutup pelan pintu kamar Zeo. Setelah bisa ditenangkan, putranya itu kini jatuh terlelap. Setidaknya itu jauh lebih baik daripada melihat Zeo yang terus-terusan menangis tanpa henti.
"Bagaimana?" tanya Robert ketika Nathalie menyusul duduk di sofa.
"He's such a mess. Aku gak tahu kalau dia bisa lebih hancur dari beberapa tahun lalu."
"Kau kenal baik dengan pacar Zeo?"
"Ya, kami dekat tapi tanpa tahu bahwa aku adalah Mamanya. Mungkin itu yang membuat dia kecewa." Nathalie menatap Robert lurus-lurus. "Robert, aku harus bertemu dengannya."
"Yes, you need to meet her but, not now Nath. Zeo need you more right now," nasihat lelaki itu. "Kau beristirahatlah dulu selagi Zeo masih tidur."
***
Zeo terjaga setelah beberapa jam tertidur. Ternyata ia menghabiskan waktu yang cukup lama ketika menyadari bahwa hari sudah malam. Jam beker di atas nakaspun telah menunjukan waktu pukul Delapan malam. Zeo menyibak selimutnya dan menurunkan kaki dari atas ranjang. Matanya terasa begitu berat setelah menangis dan tertidur setelahnya.
Suasana sepi membuat Zeo semakin leluasa untuk keluar dari rumah ini. Entah kemana Papa dan juga Mamanya saat ini. Yang Zeo pikirkan saat ini ialah dia harus segera bertemu dengan Allisya. Tak peduli meski di luar sedang gerimis kecil.
Bisa selamat sampai tempat tujuan merupakan hal ajaib karena pikiran dan fokus Zeo yang sedang tidak ada pada diri cowok itu. Gerimis yang semula kecil berubah menjadi hujan yang semakin lebat dengan kilatan di langit diiringi gemelegar suara guntur.
Zeo berlari menerabas hujan dan mematung di depan pintu besar rumah Allisya. Tangannya terangkat dan menekan bel beberapa kali. Perlu waktu beberapa menit hingga pintu itu terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya.
"Allisya ada Bik?" tanya Zeo saat wanita itu masih diam memandangnya.
"Ada, saya panggilkan sebentar."
Zeo memilih tetap berdiri ketimbang duduk di kursi yang disediakan oleh sang tuan rumah pada bagian teras. Dengan cemas ia menunggu kemunculan sosok Allisya. Zeo benar-benar tidak akan membiarkan Allisya pergi. Lagi.
Ketika sosok itu tiba di ambang pintu, tubuhnya langsung berbalik. Namun Zeo menahannya. Ia memeluk gadis itu dari belakang. Membenamkan kepalanya pada leher Allisya.
"Jangan..." lirih Zeo. "Plis, jangan pergi lagi."
Dapat Allisya rasakan lehernya basah. Sejujurnya ia merasa geli dengan tingkah Zeo ini.