24. Marah

212 19 10
                                    

Play lagu di mulmed ya readers
Happy reading:)

Zeo membawa Allisya ke gudang sekolah. Ia mendudukkan Allisya di sebuah kursi yang tersedia di dalam gudang tersebut. Cowok itu menatap Allisya yang melarikan pandangannya ke bawah. Sesekali punggung tangannya mengusap jejak air mata yang tercipta di kedua pipi.

Brak!

Allisya terlonjak kaget ketika mendengar suara benda keras ditendang. Dengan takut-takut ia melirik Zeo yang terlihat mengusap berkali-kali wajahnya dengan telapak tangan.

Allisya ingin mengakhiri ketegangan ini, tapi ia enggan. Takut akan membangkitkan emosi Zeo kembali.

"Mana yang sakit?"

Perlahan Allisya mengangkat kepalanya. Dilihatnya Zeo berjongkok di hadapannya dengan tangan yang menggenggam lembut tangan miliknya. Allisya kini sudah tidak melihat wajah Zeo yang menakutkan seperti sebelumnya. Tatapan penuh perhatianlah yang ia dapatkan ketika melihat pada kedua bola mata Zeo.

Allisya diam tanpa menjawab pertanyaan Zeo. Ia ingin sekali mengatakan bahwa ia baik-baik saja, tapi kenyataannya ia jauh dari kata baik-baik saja. Dan Allisya juga yakin bahwa Zeo tidak akan mempercayai kata baik-baik saja dengan begitu mudah. Ia ingin berkata bahwa ia sakit, tapi ia tidak mau melihat Zeo kembali marah dan emosi.

Hening menyelimuti keduanya. Baik Allisya maupun Zeo tidak ada yang berniat menyingkirkan ketegangan yang tercipta.

Zeo berdiri dari posisi yang semula berjongkok menjadi berdiri. Jari-jarinya memijit kerutan di dahinya. Sementara Allisya meremas jemarinya yang saling bertaut di atas pangkuan.

"Mereka ngapain kamu?" tanya Zeo. Ia berbalik dan menatap dengan tatapan dingin pada Allisya.

"Eh? Ng—nggak ngapa-ngapain Kak."

"Kamu pikir aku percaya?"

Allisya semakin ngeri melihat tampilan Zeo yang menjelma menjadi sosok yang begitu dingin. Sosok yang seolah bersembunyi di dalam dirinya. Oleh karenanya, Allisya hanya bisa tertunduk lesu.

"Aakh sial!" Umpatan kasar kembali terlontar. Zeo berlalu dari tempatnya dan berjalan menuju ke arah pintu.

"Kak Zeo mau kemana?"

"Mau bales perbuatan mereka," sahut Zeo dengan mudah.

"Kak... aku nggak pa-pa. Kak Zeo nggak perlu ngelakuin itu."

Terlihat jika Zeo enggan sekali untuk membalikkan badan dan melihat Allisya. Ia tetap bergeming di ambang pintu.

"Kak..," ulang Allisya. Berharap ia bisa meluluhkan kerasnya hati Zeo.

Kaki Allisya melangkah semakin mendekati Zeo yang masih diam tak bergerak sedikit pun. Tangannya terulur mencoba meraih tangan milik Zeo. Meski Allisya sedikit ragu mengingat Zeo yang masih dikuasai oleh emosi.

"Kak Zeo?"

"Apa?!" jawab Zeo dengan nada yang sarat akan kedinginan.

"Nggak usah dibalas ya?"

Zeo membisu. Ia tidak mengiyakan ataupun menolak permintaan Allisya. Di satu sisi diri cowok itu memang ingin mendengarkan seperti apa yang Allisya katakan. Namun, disisi lain ia juga merasa marah, emosi, kesal, ketika mendapati Allisya di bully secara langsung. Tapi sekarang apa? Gadis itu justru meminta ia diam seolah tidak ada hal buruk yang baru saja terjadi.

"Kak..," panggil Allisya kembali. Tangannya masih setia menangkap satu lengan milik Zeo.

"Sorry All." Zeo menurunkan pegangan tangan Allisya. Ia dapat menangkap sorot kecewa dari mata jernih itu.

AlZeo [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang