Kesi keluar dari kamar mandi dan mengelap bibirnya yang basa, "masih kes?"
Kesi tersenyum tipis lalu mengangguk, "gue gak apa-apa kok ndes!"
Desi menepuk punggung Kesi ringan, tidak tahu apalagi yang ia ingin utarakan, karena melarang Kesi sudah tidak bisa baginya.
"Ya udah yuk, gue pamit pulang aja."
Mereka berdua berjalan menuju meja makan, ternyata acara makan malam telah selesai dan mereka sudah berkumpul diruang keluarga.
"Nan gue pamit pulang ya?" Desi melirik jam tangannya sudah menunjukan pukul delapan lewat lima.
"Biar gue antar." Geo sudah bangkit.
Desi menatap Geo tak suka, "gak usah! Gue sama Kesi kok!"
"Gak baik kalian berdua, cewek keluyuran berdua."
"Udah biasa kali?" Ketus Desi, "nan gue pamit ya, Nasya, bang Io, kak bara, kak Damar."
"Kok gue gak di pamitin?" Tanya Geo.
"Gak penting!" Jawab Desi membuat tiga kampret tertawa keras.
"Mampus lo!" Ucap Damar.
"Kinan terima kasih ya, gue pulang juga, kak Nasya semuanya." Pamit Kesi yang fokus matanya hanya menatap Kinan dan Nasya.
Kinan dan Nasya bangkit, lalu mereka berempat bercipika cipiki, "hati-hati ya?" Pesan Nasya.
"Des, Lo gue anter balik aja?" Lagi Geo berusaha.
"Gas terus Ge!" Bara menyemangati.
"Dan gue menjadi teman yang egois? Gak! Makasih!" Desi berbalik lalu menarik Kesi.
"Cara Lo buat dia gak nyaman Ge." Ucap Pio yang dihadiahi timpukan bantal sofa.
"Najisin! Lo juga sama dulu suka maksa!' jawab Pio.
°°°
Kesi dan Desi berboncengan keluar dari rumah, kedua wanita itu merasakan perasaan yang sama yaitu sakit walau dari sumber yang berbeda.
Kesi menutup kaca helmnya, sumpah ia tidak bisa lagi menahan air matanya, hingga air mata itu jatuh ke pipi mulusnya, hatinya berdenyut nyeri. Rasanya lebih terasa sakit saat melihatnya langsung dibandingkan menahan rasa rindu.
Damar...
Kesi meneriaki nama itu didalam hati terus menerus hingga tak terasa ia sudah berada didepan kos-kosan Desi.
"Mau mam--" Desi menghentikan ucapannya laku memandang Kesi lekat, "Lo nangis Kes? Kenapa?"
Kesi mengerjap, "gue gak nangis Des, tapi kelilipan, gak liat tadi debunya tebel banget?"
Desi percaya saja, "mau nginep disini aja Kes?"
Kesi menggeleng, "gak deh besok pagi Adimas ngajakin lari."
"Asal jangan lari dari kenyataan ya Kes!"
Kesi mencibir lalu menstarter motor maticnya, "gue balik dulu deh zubaedah!"
"Bangsyullllh Lo!"
Kesi berlalu, meninggalkan Desi, ia harus sendirian lagi, entah mengapa diperjalanan ia teringat lagi pada Damar, seketika tubuhnya menggigil, sedahsyat inikah efek Damar? Lagi, air mata menetes begitu saja.
Kenapa sih gue? Dasar buchin!
Kesi melirik spion, niat hati ingin menghapus air matanya, ia malah menemukan hal ganjil, sebuah mobil hitam sedari tadi mengikutinya, membuat Kesi seketika merasakan takut.
Jadi Kesi lebih memilih berpura-pura tidak tahu untuk secepat mungkin sampai apartemen.
Saat apartemen sudah didepan mata, ia kembali melirik spion dan benar mobil itu masih ada, dengan cepat Kesi memarkirkan motor di parkiran khusus sepeda motor.
Kesi menoleh kebelakang, ia menghembuskan nafas, "mungkin emang orang yang searah sama gue." Gumamnya, lalu berjalan memasuki lobby untuk menuju kamarnya.
"Jadi kami tinggal disini?" Tanya Damar entah pada siapa, sejujurnya Damar juga merasakan denyut sakit yang sama.
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku
RomanceDamar tidak pernah benar-benar membenci Kesi. Kesi tidak pernah benar-benar meninggalkan Damar. sepuluh tahun berlalu, saat takdir sedang bermain untuk mempertemukan mereka, apakah perasaan mereka masih sama?