Kesi meringis memegang ulu hatinya, sudah lebih dari satu Minggu sakit ini belum reda. memang kampret si Sania, karena dirinya yang mendadak resign jadi kerjaan itu anak di bebankan kepada Kesi, mana banyak kerjaan sudah lewat deadline yang belum selesai jadi selama ini Sania kerja apa? Mengangkangi Harto saja? Huh! jadilah Kesi harus kerja lembur.
Untungnya Deri dan Huda juga kebagian lembur, karena Kesi kewalahan akhirnya Samuel berinisiatif menyuruh mereka membantu pekerjaan Kesi. Desi sendiri sudah pulang pukul delapan, brondongnya terus meneror menyuruh Desi segera menghampirinya karena lelaki itu sakit. Huh giliran sakit aja...
"Kes, udah aja." Deri mematikan komputer dan membereskan mejanya.
"Tapi belum beres mas."
"Gue yang tanggung jawab, Huda selesai!"
Huda mengangguk lalu mematikan komputer, waktu sudah bergerak pukul setengah sebelas malam.
"Kes, gak apa-apa pulang sendiri? Cewek gue ada di kosan, udah ngambek daritadi." Kebetulan kosan Huda berada disekitar kantor, jadi dia ke kantor hanya berjalan kaki saja.
"Iya gue juga harus balik, kasian istri urus anak dua dari pagi."
"Ya ampun ga apa-apa gue pulang sendirian aja lagi." Jawab Kesi, mereka sedang berjalan menuju parkiran. Akhirnya mereka berpisah, Kesi sendiri sudah berada diatas motor dan meninggalkan kantor. Untungnya besok hari Sabtu yang artinya ia libur.
Kesi merasakan ponselnya berdering, ia menghentikan laju motornya lalu menerima panggilan.
"Halo Adimas."
"Lo dimana?"
"Masih dijalan pulang."
"Ya Tuhan Kesi! Lo gila apa hah? Ini udah jam berapa? Shareloc biar gue jemput."
"Gak usah gue udah Deket kok!" Jawab Kesi santai, tapi kepalanya menoleh ke kanan kiri lalu menghembuskan nafas karena ia belum sepersepuluh perjalanan.
"Pulang langsung hubungi gue, kalo eng--"
"Halo Adimas? Yah.. mati ponsel gue." Kesi memasukan ponselnya lalu kembali menjalankan sepeda motornya.
Baru sepuluh menit perjalanan, Kesi merasakan ada yang tidak beres, gas yang ia tarik berat, setelah ia paksakan malah terasa semakin berat dan motornya bergoyang. L,Mau tidak mau Kesi berhenti, "kenapa pakai bocor segala sih?"
°°°
Damar sedang terbaring di ranjang tidurnya, ia berguling ke kanan dan ke kiri, pertemuannya dengan Kesi membuat dirinya galau sendirian.
Apalagi tatapan Kesi adalah tatapan ketidak sukaan, sepertinya Kesi membenci dirinya. Tapi bukankah ia yang seharusnya membenci Kesi? Memang dirinya begitu membenci Kesi, namun saat pertemuan kembali dengan cewek itu perasaannya seketika berubah. Damar merasakan rindu.
Damar mengacak rambutnya, ia lalu bangkit menyambar kunci motornya lebih baik ia nongkrong saja bersama anak-anak.
Setelah setengah jam perjalanan, Damar akhirnya sampai ditempat tongkrongan, banyak motor sudah berjajar disana, saat Damar menghentikan motornya, Damar disambut dengan tepuk tangan, sebab lelaki itu sudah lama tidak terlihat.
"Woi Abang kita datang!" Sambut mereka.
Setelah Damar memarkirkan motornya di salah satu tempat kosong, Damar mengeluarkan dompet dan mengambil beberapa lembar uang berwarna merah.
"Noh, beli kacang sama soda, no alkohol!"
Mereka menyambut dengan senang, lalu Damar duduk bersila diantara mereka, mengobrol apapun yang mereka rasakan, tentang club' motor mereka hingga percintaan.
"Ada cewek gaes, ada cewek!" Ucap salah seorang dari mereka.
Damar memang tidak pernah tertarik, jadi dia cuek saja, malah membuka ponselnya.
"Mbak-mbak tapi." Timpal yang lain.
"Tapi kayaknya cantik."
"Bantuin yok bantuin? Kayaknya motornya mogok"
Sekitar lima orang berjalan menghampiri cewek itu. Membuat Damar tersenyum kecil melihat mereka yang walau masih berumur belia tapi Sudi membantu orang.
°°°
Kesi cemberut sambil terus mendorong motornya, tau begini ia setuju dijemput Adimas, malam semakin dingin dan Kesi semakin takut, ia sempat melewati beberapa tongkrongan anak muda, yang malah bersiul dan menggodanya.
"Mbak? Ada yang bisa saya bantu?" Kesi memejamkan mata saat mencium bau alkohol dari lelaki tersebut.
"Gak usah pak." Kesi mencoba tersenyum ramah sambil terus mendorong motornya.
"Loh kok manggil pak? Mas dong biar akrab." Kesi begitu takut apalagi salah seorang diantara ketiga cowok itu menarik bagian belakang motor Kesi.
"Maaf mas, jangan ditahan saya harus pulang."
"Apa yang jangan ditahan? Udah gak tahan ya?" Jawab seorang lagi yang kini berani mencolek dagu Kesi.
"Jangan kurang ajar ya mas!" Kesi membanting motornya, tubuhnya kini gemetar.
"Gak usah sok nolak, sayang loh punya badan bagus dilihatin ya setengah doang."
"Tolong!" Teriak Kesi yang malah langsung ditarik oleh ketiganya, laku mulutnya dibekap, Kesi merasakan mual dan sakit di ulu hatinya semakin terasa, karena bau tangan dari lelaki itu.
"Hey lepasin!" Seru lima orang pemuda.
"Heh bocah! Diem Lo!"
"Serang!"
Uhukkkk Kesi terbatuk dia terhempas begitu saja diaspal saat cekalan dan bekapannya terlepas, ia meringis laku tersentak kaget saat ada yang menariknya, Kesi menoleh ternyata orang yang membekap Kesi.
Kesi berdiri begitu saja, "Tolong! Tolong! Tolong!" Teriak Kesi lagi sambil memukuli lelaki itu dengan tangan mungilnya.
°°°
Tolong! Tolong! Tolong!
Damar memejamkan mata, kenapa ia jadi mendengar suara Kesi sih? Suara yang sama seperti saat pertama kali dirinya bertemu Kesi, saat Kesi di jahili oleh teman-temannya.
"Wah cewek tadi digodain preman, itu anak-anak berantem."
Damar membuka mata melihat keributan disana, Damar memicingkan karena lokasinya yang cukup jauh, ia merasa hafal dengan wanita itu.
"Siapapun tolongin gue!"
Damar berlari, itu suara Kesi, ya ia tidak mungkin salah, pasti itu Kesi!
Amarah Damar naik saat melihat penampilan Kesi yang sudah berantakan sedang tangannya ditarik oleh seseorang. Membuat Damar mengotori tangannya dengan memukul lelaki itu.
"Bang bawa cewek itu, biar mereka urusan kami."
Damar merangkul Kesi lalu membawanya menuju jejeran motor yang terparkir.
"Bang ini bang kasih minum." Kata anak perempuan yang berada disana, mereka adalah kekasih dari anggota club' itu.
Damar mendudukkan Kesi lalu membuka jaketnya, menutupi paha Kesi yang sedikit terekspose karena Kesi masih memakai baju kerjanya.
Kesi masih menunduk, tubuhnya bergetar, jelas sekali gadis itu ketakutan. Damar menyodorkan air minum pada Kesi yang diterima baik, lalu ia tenggak begitu rakus.
"Kamu gak apa-apa kan?" Tanya Damar khawatir.
Kesi menaikan pandangan menatap Damar tepat kepada matanya, "terima kasih ya, Damar."
Damar tersenyum lembut, membuat Kesi kembali menunduk, sialan betul senyum Damar kenapa selalu buat jantung Kesi lompat-lompat?
Keduanya terdiam, menikmati kebersamaan mereka masing-masing, sampai Kesi bersuara, membuat Damar meremas botol minuman yang ia pegang.
"Damar, boleh minta tolong hubungi Adimas? Ponsel gue mati."
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku
RomanceDamar tidak pernah benar-benar membenci Kesi. Kesi tidak pernah benar-benar meninggalkan Damar. sepuluh tahun berlalu, saat takdir sedang bermain untuk mempertemukan mereka, apakah perasaan mereka masih sama?