Keputusan Adimas

2K 104 7
                                    

Kesi berdiri disebuah Rumah Sakit swasta, ia memejamkan mata berharap keberanian yang sudah ia kumpulkan semalaman bisa meredakan ketakutannya.

Nyatanya, bayangan Adimas yang akan meninggalkan dirinya sendirian menekan begitu kuat membuat dirinya melangkah mundur meninggalkan rumah sakit dibandingkan untuk melangkah maju untuk menemui Adimas dan Lala.

°

Raras merapatkan bibir ini sudah kali kesekian dirinya menegur Damar yang sama sekali tidak fokus, Raras kesal sendiri mengapa atasannya itu berubah setelah bertengkar hebat kemarin, entah memperebutkan apa, yang jelas tiba-tiba saja Raras begitu kesal pada mahluk bernama Kesi. Sebab gadis itu mengingat jelas bahwa nama Kesi yang kemarin kedua pria tersebut perdebatkan

"Pak.." panggil Raras.

"Ya, Kes?"

"Kes?" Tanya Raras semakin membuat kesal pada sosok Kesi.

"Maaf Ras, saya sedang tidak fokus."

Raras mengangguk lalu kembali berdiskusi mengenai kasus yang sedang mereka tangani.

"Sepertinya saya akan ambil cuti Kes."

"Kes pak?"

Damar bersandar lalu mengusap kasar wajahnya, dia benar-benar tidak bisa fokus saat ini.

"Selama saya bekerja sepertinya saya terlalu larut dalam pekerjaan, kalau saya cuti bagaimana menurut kamu?"

Raras berdecak kesal, "kasus yang sekarag5 Balan tangani bagaimana pak?"

Damar menghela nafas, "Saya capek Ras."

"Capek pak?" Tanya balik Raras, dalam hati Raras bersorak senang, selama sekian tahun bersama mereka tak pernah sekalipun berbicara selain urusan pekerjaan.

"Rasanya saya harus segera menikah."

Mata Raras membola lalu ia tersenyum senang. "Usia bapak memang sudah pantas untuk menikah pak. Pak Scorpio dan Pak bara saja sudah mempunyai dua putra putri."


Damar mengangguk yakin, matanya menerawang sebentar lalu perkataan lelaki itu selanjutnya membuat Raras mengap-mengap.


"Kalau misalnya kamu gak ada hubungan dengan itu, tapi tiba-tiba kamu dilamar, apa yang kamu rasa? Apakah kamu bakalan menerima lamaran itu?"


°

Sepulang bekerja, saat waktu menjelang malam Adimas dan Kesi janjian untuk bertemu di apartemen Kesi, sebab kondisi Lala sudah membaik dan Adimas memberanikan diri bertemu Kesi.

Kedua mahkluk itu berdiri sebelahan diruang tengah, bersandar pada tembok dengan mata yang sama-sama sembab.


"Apakah sudah saatnya kita bongkar semuanya Kes?"

Kesi menoleh sedikit lalu menunduk, "Gue belum siap Dim."


"Tapi Lala gak percaya sama gue."


"Biar gue yang jelasin."


"Dia juga gak percaya sama Lo, efek ibu hamil mungkin dia jadi sensitif."

Kesi meluruh duduk sambil memeluk lututnya sendiri, pun dengan Adimas yang ikut meluruh namun duduk bersila.


"Terus gimana?" Tanya Kesi getir.


"Gue gak bisa maksimal lindungin Lo lagi Kes, Lala pasti curiga dan gue takut itu berpengaruh pada kehamilannya."


"Lo mau ninggalin gue sendirian? Gue gak punya siapa-siapa lagi Dim."


Kesi menangis, membenamkan wajahnya pada kedua paha yang ia peluk. Adimas menoleh pada Kesi, mata lelaki itu memerah, ia hidup diantara kedua pilhan dimana keduanya begitu berharga.


"Gue ga pernah ninggalin Lo Kes, gak akan pernah." Adimas bergeser meraup Kesi kedalam dekapan habgatnya, "gue bakalan sama elo terus, gue bakalan sayang sama elo terus. Hanya saja gue gak bisa selalu stay buat Lo, gue takut Lala malah curiga dan berfikir yang tidak-tidak."



Kesi melepaskan pelukan Adimas, dengan kasar ia mengusap air matanya, bukankah yang lebih berhak atas Adimas memang Lala? Bukankah bukan kapasitas Kesi memonopoli Adimas?


"Gue gak masalah Dim, asalkan Damar jangan pernah tau masalah ini."

°

MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang