Beruntunglah Damar memiliki orang kepercayaan seperti Juna, lelaki itu begitu sabar mendengar segala umpatan Damar, beruntungnya lagi Juna tidak panik jadi ia masih bisa berbalas pesan dan berbagi lokasi terkini kepada Adimas, Bara dan Pio. Geo tidak ikut lelaki itu langsung menemui Desi yang luar biasa panik.
Setelah beberapa saat Damar terkejut menatap ponselnya sebab ada ratusan panggilan yang tidak ia jawab. Kali ini ponselnya berdering nama nama Io terpampang disana.
"Lo kalau apa-apa jangan gegabah bisa?" Maki Pio.
"Sorry gue kalut!"
"Lo apa-apa main ambil tindakan, kita bisa bantu lo! Lo anggap kita apa hah!" Marah Pio lagi.
"Hampir aja gue bunuh lo, untung Juna udah cerita sedikit kronologisnya." Kali ini suara Adimas terdengar.
"Noleh Lo! Gue dibelakang Lo!"
Damar menoleh lalu melihat mobil Jeep Barra mengikutinya dari belakang. Membuat lelaki itu tersenyum, sahabatnya memang terbaik. Damar tak menjawab ia langsung menutup teleponnya.
Kali ini Damar merasa semua yang ia miliki sia-sia sebab ia tidak bisa mimdungi gadisnya.
°°
Kelima pria tampan itu berjalan tergesa menuju sebuah kamar hotel yang memang dipesan atas nama Kesi Andriani, entah apa maksudnya namun hal ini cukup membuat mereka terbantu. Disana banyak pasang mata yang menatap takjub pada sekumpulan boyband yang walaupun tak muda lagi tapo tetap memesona.
Damar dan Adimas berjalan paling depan, ketiga orang dibelakangnya cukup paham kekhawatiran dua pemuda itu. Mereka lama sampai karena cip yang ada di tali selempang Kesi sempat menghilang, entah karena apa.
Brukkkkk!
Pintu itu didobrak oleh Adimas dan Damar karena keduanya tidak dapat membuka pintu, lalu kedua pria itu terpaku. Pio, Juna dan Barra langsung berdiri memunggungi.
Mereka melihat Kesi disana, hanya menggunakan bra dan rok yang tersingkap, demi tuhan Damar dan Adimas menemukan bercak darah disekitar paha dan sprei. Tubuh gadis itu terikat mulutnya tersumpal namun matanya terbuka lalu menatap kosong langit-langit kamar.
Damar masih terpaku, masih menatap Kesi tanpa gerakan. Sementara Adimas sudah menerjang Kesi untuk membuka tali dan penyumpal mulut. Kemudian diambilnya selimut yang teronggok dilantai lalu menyelimuti Kesi yang masih diam, Adimas memeluk Kesi yang sudah terbungkus selimut namun masih diam gadis itu sudah dalam posisi duduk namun tak mengeluarkan suara menangis pun tidak, pandangannya benar-benar kosong.
"Ke..s.." panggil Adimas dengan suara terbata, lalu lelaki itu memeluk Kesi dan menangis tapi Kesi sama sekali tidak bereaksi.
"Brengsek!" Teriak Adimas menggelegar, membuat ketiga orang yang sedari tadi memunggungi dengan fikiran kacau berbalik dan berdecak karena Damar masih berdiri terpaku sedang Adimas sudah menggendong Kesi dan melangkah keluar.
Damar mengepalkan tangan lalu berjalan sebaliknya menuju kasur untuk mengubrak Abrik semuanya. Tidak ada yang tahu bahwa kali ini Damar benar-benar marah, bukan hanya marah pada orang yang mencelakai Kesi tapi pada dirinya sendiri. Seandainya tadi ia menahan Kesi, seandainya ia bisa lebih cepat, seandainya ia tidak gegabah, seandainya... Seandainya... Seandainya....
Wusss....
"Kampret!" Umpat Bara saat melihat Bara api didepannya sementara si pelaku sudah berlari mengejar Adimas membuat Bara dan Pio saling pandang.
"Juna, biarkan kamar ini habis terbakar lalu kita beli hotelnya." Perintah Pio membuat Juna mengangga, membeli hotel mengapa semudah itu?
°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku
RomanceDamar tidak pernah benar-benar membenci Kesi. Kesi tidak pernah benar-benar meninggalkan Damar. sepuluh tahun berlalu, saat takdir sedang bermain untuk mempertemukan mereka, apakah perasaan mereka masih sama?