Kesi menyadari kebodohannya saat Damar menggerakkan gagang pintu dengan begitu keras, diiringi teriakan kepanikan yang Damar berikan.
"Gue gak apa-apa, bisa Lo keluar dari kamar gue? Gue mau ganti baju."
Tak terdengar suara apapun selama beberapa saat, sampai akhirnya Kesi berdiri lalu melilitkan handuk ditubuhnya. Segera Kesi keluar dari kamar mandi.
Kesi terpaku saat melihat Damar masih setia memandanginya dengan pandangan dingin dan lurus. Demi tuhan Kesi hanya memakai handuk yang melilit ditubuhnya, panjang handuknya pun hanya setengah pahanya.
Damar memejamkan mata, lalu menunduk ia berjalan melewati Kesi begitu saja untuk memasuki kamar mandi. Sesaat damar berhenti tepat diambang pintu. "Kalau udah beres ganti baju nya ketuk aja, aku mau beresin kekacauan didalam sana."
Baru saja Kesi mau berbalik, Damar sudah menutup pintu.
Kenapa Damar selalu begini?
Kesi pasrah, ia segera mengambil baju tidur dan menggantinya, segera Kesi mengetuk pintu kamar mandi. Cukup lama Kesi menunggu karena Damar tak menjawab, akhirnya Kesi memutuskan untuk duduk.
Hampir lima belas menit Damar baru keluar dari kamar mandi, membawa tempat sampah menuju keluar kamar tanpa banyak bicara, membuat Kesi harus mengigit bibirnya. Agar bibirnya tidak kurang ajar memekik kegirangan, Damar bisa selalu membuat Kesi belingsatan bahkan disaat mereka sudah lama tak berjumpa.
Kesi membuntuti Damar sampai keluar kamar, ternyata damar menuju keluar apartemen membuat Kesi duduk kembali menuju Sofa, gadis itu mengambil bantal sofa lalu mengigitinya.
Akhirnya Damar kembali tapi kali ini dengan sebuah plastik didalam genggamannya, membuat jantung Kesi langsung berdetak tak karuan.
Jangan sampai Damar memaksanya makan.
Pandangan Kesi terus tertuju pada lelaki itu, dimulai saat lelaki itu cuci tangan sampai kembali ke hadapannya dengan menyimpan dua kotak salah satu makanan cepat saji.
"Kesukaan kamu kan?"
Kesi menggeleng, "gue udah kenyang."
"Lo gak mungkin kenyang karena Lo tadi muntah."
Kesi berdesis, kesal dengan paksaan Damar. Ia hanya diam sambil memalingkan wajah, membuat Damar berjalan menghampiri Kesi lalu duduk berlutut dihadapan gadis itu. Menarik wajah Kesi dan menyatukan kening mereka.
"Kenapa kamu lakuin ini Kes?" Tanya Damar.
Membuat Kesi memejamkan matanya, sialannya air matanya malah menetes.
"Apa ini tuntutan Adimas? Demi tuhan aku lebih bisa menerima kamu apa adanya."
Kesi lagi-lagi diam, sialan betul detak jantungnya kenapa tidak bisa dikompromikan sih?
"Tolong berhenti Kes, jadilah diri kamu sendiri. Kamu selalu cantik Dimata aku dengan penampilan kamu kayak gimana pun."
Masih dengan menyatukan kening mereka, Damar mencengkram rahang Kesi menyalurkan rasa perih dalam hatinya, walau tidak keras Kesi bisa merasakan cengkraman itu mengeras.
"Ya Tuhan!!!!" Pekik Adimas membuat kedua insan itu melepaskan diri.
Damar segera bangkit, "Adimas kalau Lo mau marah, Lo marah sama gue. Jangan salah paham gue yang mulai duluan."
Adimas menatap Damar tenang, "oh ya? Kalau gitu Lo bisa pergi sekarang."
Damar menoleh pada Kesi, setelah perempuan itu mengangguk samar Damar menatap Adimas kembali. "Tolong jangan salah paham, sekali lagi kalau Lo mau marah cari gue."
Damar menyambar jas dan kemejanya, lalu keluar tanpa menoleh, ia tidak ada kepentingan untuk mencampuri asmara orang lain tetapi jika Adimas berani menyentuh Kesi, Damar lah orang pertama yang akan mencari Adimas.
"Tolong jangan salah paham, sekali lagi kalau Lo mau marah cari gue." Ucap Adimas menirukan ucapan Damar, Lelaki itu lalu duduk disebelah Kesi.
Kesi hanya untuk mendelik pada Adimas, "romantis banget sih Damar hahahaha." Ledek Adimas yang lagi dibalas dengan delikan Kesi.
"Kayaknya ya gue datang disaat yang kurang pas, kalau gue telat lima menit lagi aja kayaknya kalian udah ciuman."
Kesi melotot menghadapkan diri pada Adimas lalu menjambaknya, "semua gara-gara elo!" Pekik Kesi membuat Adimas mengaduh.
°
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku
RomanceDamar tidak pernah benar-benar membenci Kesi. Kesi tidak pernah benar-benar meninggalkan Damar. sepuluh tahun berlalu, saat takdir sedang bermain untuk mempertemukan mereka, apakah perasaan mereka masih sama?