IGD

2K 97 1
                                    

Adimas memandang Kesi dengan senyum mengejek, selepas kepergian Damar dengan kekalahan telaknya sebab Kesi memilih dirinya membuat Adimas menertawakan Kesi.

Sebenarnya tanpa Adimas memberikan pilihanpun, Kesi akan selalu dan pasti akan memilihnya. Adimas memandang Kesi yang sedang bergalau ria dengan pilihannya sendiri, berdiri pada balkon kamar yang langsung mengarah kedepan areal apartemen. Adimas tau apa yang Kesi lakukan apalagi jika bukan melihat Damar.

Berjalan perlahan, Adimas berdiri tepat disebelah Kesi saat itu juga mobil Damar melaju begitu kencang, seakan mengisyaratkan terjadi sesuatu pada sipengendara.

"Menyesal?" Tanya Adimas.

Kesi menoleh pada Adimas, "Lo pasti tau gue akan selalu milih Lo kan?"

Adimas berdecih, "Lo itu munafik Kes, mulut Lo bilang milih gue, mulut Lo bilang benci dia tapi hati elo engga, Lo tau muka Lo sekarang kayak gimana?"

Kesi menunduk, "keliatan banget ya?"

Adimas menarik Kesi masuk kembali kedalam apartemen. Lalu mendudukan gadis itu pada kursi meja makan. "Gue buatin makan biar Lo merasa lebih baik."

"Salad?"

Adimas mengangguk membuat senyum indah terbit diwajah Kesi, senyuman yang selama ini mati-matian Adimas jaga, senyuman yang mati-matian Adimas perjuangkan.

°

Bila Bara dan Scorpio terlambat datang mereka pastikan Damar akan semakin gila atau bahkan meregang nyawa, sebab saat mereka tiba dirumah lelaki itu posisi kamarnya sudah tidak lagi rapi seperti biasanya.

Kaca sudah berhamburan dan Damar sudah tergeletak sambil memeluk dirinya sendiri.

"Lo gila Dam!" Maki Pio.

Bara berdecak lalu menarik Damar, "buset berapa lama Lo gak makan?"

Tak ada jawaban dari mulut Damar, matanya pun tak terbuka hanya badan yang menggigil yang menandakan Damar masih bernyawa.

"Bawa Rumah Sakit aja Io?"

Pio mengangguk lalu mereka berdua membawa Damar menuju mobil Pio yang memang dipakai mereka kemari.

Pio menyetir sementara Bara sendiri sibuk menelepon.

"Damar sakit Ras, Ada dirumahnya"

"..."

"Mau kita bawa ke Rumah Sakit tapi."

"..."

"Oke."

Bara mematikan ponsel lalu memandang ponselnya sesaat, "gue rasa Raras suka deh sama si Curut ini."

"Keliatan Bar."

"Untung juga ya, kalau Raras gak hubungi kita karena nih anak tiga hari menghilang, bisa-bisa sobat kita ini tinggal nyawa."

"Gila Lo Bar!"  Sahut Pio yang lebih berkonsentrasi untuk menyetir.

Tanpa mereka sadari bahwa Damar mendengar percakapan mereka.

Masa sih Raras suka gue?

°

Sesampainya di rumah sakit Pio disambut oleh beberapa perawat yang bergerak cepat menangani Damar, sementara Pio dan Bara hanya duduk diruang tamu menunggu Damar diperiksa tanpa repot-repot mendaftar.

Sementara Damar ditangani oleh beberapa suster dan dokter disana, ditempat lain Kesi sedang melamun sendiri, beberapa saat yang lalu Desi baru saja pamitan karena akan melihat kondisi Damar, ya Desi sudah mendapatkan kabar dari Geofan jika Damar sedang dirumah sakit.


Informasi ini membuat Kesi galau sendiri, bagaimana kondisi Damar saat ini? Mengabaikan perasaannya yang tidak menentu serta janji kepada Adimas karena lelaki itu meminta Kesi tidak lagi bertemu Damar, Kesi melangkah menuju rumah sakit.


Tidak peduli rasa sakit yang akan ia hadapi nanti.

°


Selepas kepergian Bara dan Pio karena urusan pekerjaan, Raras tinggal seorang diri untuk mengurus Damar. Selama ia bekerja baru kali ini melihat Damar jatuh sakit separah ini.

Raras tak tega, ia dengan telaten mengurusi Damar mulai dari membawakan keperluan hingga membereskan kamarnya tak lupa gadis itu begitu sigap untuk menjaga Damar.


Hati Damar bergetar, ada perasaan aneh yang muncul dalam hatinya, saat ia melihat gerak-gerik Raras.

"Bapak perlu sesuatu?" Tanya Raras sambil duduk dikursi dekat brankar.


"Saya cuma butuh kamu."


"Mak...maksud Bapak?"


"Saya butuh kamu untuk menemani saya."


Cklek...


Damar dan Raras menoleh pada pintu yang terbuka, disana berdiri Desi dan Geofan dengan wajah pucat. Namun kondisi mereka tidak sepucat Damar yang melihat seseorang pergi walau mereka sudah beradu tatap sebentar.


"Kes! Kesi!" Panggil Damar, lelaki itu sudah akan mencabut selang infusnya namun berhasil digagalkan Raras.


"Bang udah.."


"Des, kalian denger apa aja?"


"Kami dengar bang Damar melamar mba Raras."


Tubuh Damar melemas, "Des boleh bantu kejar Kesi, sampaikan dia salah paham." Ucap Damar tenang tanpa peduli hati Raras yang begitu terluka.

°

MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang