Kesi tersenyum melihat berat tubuhnya yang kembali menurun walau hanya satu kilo saja, entah mengapa Kesi merasa lebih senang melihat tubuhnya sekarang. Gadis itu mengusap pipinya dengan blush on dan menambahkan lipstik dibibirnya. Kaos bunga-bunga yang ia kenakan membuatnya semakin manis.
Kesi keluar kamar lalu mengunci pintu kosannya, ia sempat tersenyum pada teman sebelah kamarnya yang kebetulan seorang mahasiswi, bernama Fani dan berasal dari Bandung.
Kesi berjalan cukup jauh sekitar dua kilo meter panjangnya, tidak membuat kakinya pegal justru membuat dirinya lebih sehat, buktinya sudah satu bulan ia makan sesuka hati berat badannya tidak terlalu melonjak tajam.
"Pagi mbak!" Sapa Kesi pada Mba Mawar, pemilik mawar florits tempat Kesi bekerja.
"Pagi, Kes! Hari ini mbak ada rapat disekolah Zayn bisa kan jaga sendirian?" Tanya Mawar seorang single parents dengan satu anak berusia tujuh tahun.
"Kesi udah bisa mbak!"
"Mbak gak lama kok paling sampai jam satu." Tambah Mawar sambil terkikik.
Kesi tersenyum lalu menunjukkan jempolnya. Entahlah akhir-akhir ini ia merasa lebih baik dan banyak tersenyum, setelah menyadarkan diri bahwa cerita ini dibuat bukan untuk dirinya. Kesi bisa lebih menerima kenyataan.
Setelah Mawar pergi, Kesi menyibukan diri dengan menggunting beberapa daun yang layu juga menyiram bunga-bunga agar tumbuh subur.
"Mbak pesen buket terbaik ya?"
Kesi berbalik, "mau bunga ap--?"
Kesi berhenti bicara ia kembali membalikan badannya lalu memukul kepalanya.
"Kenapa kepalanya dipukul?".
Kesi justru mengusap tengkuknya yang meremang, tidak mungkin ada hantu di pagi hari seperti ini.
Ia justru melangkah menjauh, sebelum tangan ditarik lalu ia tubuhnya berbalik arah. Dihadapannya bukanlah sosok bayangan apalagi hantu yang ada dipikirannya tetapi benar-benar sosok manusia yang sama sekali Kesi tidak harapkan.
°°
°°
Aku mau ngebut nyelesein ini, terus aku mau lanjut cerita lainnya. ☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku
RomanceDamar tidak pernah benar-benar membenci Kesi. Kesi tidak pernah benar-benar meninggalkan Damar. sepuluh tahun berlalu, saat takdir sedang bermain untuk mempertemukan mereka, apakah perasaan mereka masih sama?