Kesi melirik pada tangan Damar yang mengepal, ia memejamkan mata, lagi-lagi menahan rasa sakit didadanya.
"Kamu punya nomernya?"
Kesi mengangguk lalu kemudian menggeleng, "gue gak hapal nomornya."
Damar menghela nafas, "terus gimana?"
"Lo bawa power bank?"
Damar tersenyum sangat tipis, "aku gak bawa, soalnya niatku cuma nongkrong doang."
"Bang, tuh preman udah kabor, gimana kalau motor mbaknya kita yang urus, terus Abang anterin mbaknya pulang?"
Damar tersenyum tipis, pada Rudi ketua geng yang baru saja bicara padanya.
"Gimana Kes?" Tawar Damar yang sudah pasti diangguki oleh Kesi, Damar menjulurkan tangannya membantu Kesi berdiri, mengambil jaket dan membantu memakaikannya lalu mereka berdua berjalan beriringan menuju motornya.
"Eh bentar Kes, aku belum pamit sama mereka." Sama meninggalkan Kesi, menemui Rudi dengan dalih akan pamit, padahal sejak kapan ia pergi pamit-pamit segala?
"Buat Lo!" Damar memberikan Rudi sebuah power bank yang cukup mahal.
"Woh cakep nih bang! Thanks ya?" Jawab Rudi kelewat girang.
Damar kembali menuju Kesi, geli sendiri dengan kelakuan dirinya.
Dasar modhussss! Batinnya berbicara.
"Yuk Kes." Ajak Damar yang sudah naik ke motornya, sementara Kesi masih terlihat ragu. Sadar akan keraguan Kesi, Damar menoleh lalu tersenyum. "Gak apa-apa pegang pundak gue aja."
Pegang hati gue juga boleh.
Sesuai instruksi Damar, Kesi menaiki motor besar ini dengan berpegangan pada pundak cowok itu, setelah Kesi naik anak-anak club motornya ribut.
"Mulus bang!" Teriak salah seorang, membuat Damar yang belum memakai helm menoleh, menatap tajam lalu melayangkan tinjunya ke udara.
"Mampos!" Seru yang lain, membuat lelaki itu pucat pasi.
Damar melepas kemejanya kasar, ia memberikan kemeja itu kepada Kesi, "tutupin!" Perintahnya tegas.
Segera Kesi menyambar kemeja Damar lalu menutupi pahanya, rasanya air mata Kesi sudah merembes sekarang, sudah lebih dari sepuluh tahun tapi mengapa dirinya selalu belingsatan bila berada didekat Damar.
Sejujurnya Damar menggigil, udara tengah malam begini benar-benar dingin, walau hatinya menghangat tak lantas bisa menutupi dinginnya udara malam ini.
°°°
Kesi mengerutkan kening, selama perjalanan Kesi tidak pernah berbicara, lantas bagaimana Damar bisa tahu alamat rumahnya? Maksudnya apartemennya?
Setelah sampai Kesi turun dari motor Damar, baru saja ia akan membuka mulut untuk bertanya, mata Kesi terbelalak karena melihat wajah Damar yang pucat dan hidungnya yang memerah.
"Damar?"
"Ya?" Jawab Damar sambil tersenyum, Kesi ingin sekali memaki Damar. Kenapa sih lelaki itu terlalu baik?
"Masuk dulu yuk, sebentar!" Ajak Kesi, Damar menggeleng sambil tersenyum lagi, tangannya bergerak akan menggapai wajah Kesi.
Wajah kecewa Damar membuat Kesi menoleh kearah lain karena beberapa detik lalu Kesi baru saja menghindarinya sehingga tangan Damar begitu saja menggantung di udara.
"Udah tengah malam, gak baik bertamu. Nanti ada yang marah."
Paham maksud Damar, Kesi tersenyum, "gak ada kok."
Damar mengembangkan senyum yang lebih lebar, "Adimas bakalan ngerti, nanti gue jelasin." Lanjut Kesi.
Ergghttt sialan!
Akhirnya Damar memutuskan untuk mengikuti Kesi, kapan lagi ia bisa sedekat ini dengan gadis itu? Persetan dengan Adimas Adimas itu.
Apartemen Kesi berada dilantai lima, setelah masuk kedalam, Kesi membuka sepatu dan menutup pintu, tapi segera membuka gorden jendela dengan lebar.
"Aku buatin Teh dulu ya? Udah makan Dam?"
Damar hanya memandang Kesi lurus, lalu runtuhlah pertahanan Damar, lelaki itu menyambar Kesi untuk masuk kedalam pelukannya. "Aku kangen kamu."
Aku apalagi.
Kesi masih merapatkan mulutnya, namun hidungnya lagi-lagi mengambil wangi Damar sebanyak mungkin, wangi yang tidak hilang termakan waktu. "Sorry Damar."
Damar mundur, setelah Kesi mendorongnya, gadis itu segera berbalik dan meremas jantungnya sendiri. Ia berjalan menuju dapur untuk membuatkan teh, membiarkan Damar sendirian memandang Kesi yang semakin jauh berjalan menuju dapur.
°°°
Wangi masakan Kesi ditengah malam seperti ini membuat perut Damar yang sebenarnya tidak begitu lapar menjadi berubah haluan.
"Damar!" Damar menoleh lalu tersenyum.
"Aku bawa apa nih buat kamu?" Gadis dengan badan gendut itu mengacungkan sebuah kotak makan biru.
"Apa sayang?"
"Tadaaaa..." Damar terkekeh geli, melihat nasi beserta telor mata sapi ditaburi bawang daun dan bawang merah yang sebelumnya dioseng juga irisan cabe, dari wanginya Damar menduga kalau gadis ini memasukan saus tiram kedalamnya.
"Aku coba ya?"
Kesi mengangguk antusias, "enak banget!" Jawab Damar, "makasih ya?"
Kesi tersenyum senang, ini masakan perdananya dan pacarnya itu suka, "ini bakalan jadi makanan favorit aku."
"Damar!"
Damar mengerjapkan mata saat seseorang menepuk pundaknya, Kesi sudah berdiri disana dengan baju tidur lengan panjang dan celana panjang.
"Ngelamun aja, ini makanannya udah jadi."
Damar menunduk melihat makanan dihadapannya, telor mata sapi dengan taburan bawang diatasnya, perlahan Damar menoleh pada Kesi, lagi Damar hanya Tersenyum membuat Kesi dirundung perasaan bersalah.
Kesi duduk dihadapan Damar, memandang lelaki itu yang makan dengan lahapnya, sedang Kesi hanya memakan empat potong melon saja.
Terima kasih power bank karena Lo, gue bisa makan masakan ini lagi.
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku
RomanceDamar tidak pernah benar-benar membenci Kesi. Kesi tidak pernah benar-benar meninggalkan Damar. sepuluh tahun berlalu, saat takdir sedang bermain untuk mempertemukan mereka, apakah perasaan mereka masih sama?