Tamparan

1.8K 94 14
                                    

Kesi duduk dengan gelisah dikursi penumpang, mulutnya komat-kamit berdoa demi keselamatan Adimas, walau bagaimanapun Kesi sebal pada pria itu Adimas teteplah satu satunya saudara yang ia punya.


Supir yang membawa Kesi melirik dirinya melalui spion tengah, lalu mengulum senyum sambil menggelengkan kepalanya.


Mobil yang ia tumpangi melesat menjauhi appartemennya menuju sebuah appartemen elit lain yang letaknya cukup jauh.


"Kita kok kesini? Bukan ke rumah sakit?" Tanya Kesi mulai merasa aneh.


"Ayo ikut saya nona."


"Seriusan ini Adimas dimana?" Kesi merogoh ponselnya dan ia mengeram kesal saat ponsel nya kehabisan daya.


"Ayo Nona!" Lelaki itu menepuk punggung Kesi keras tepat dibagian tali Sling bagnya membuat Kesi mengasuh kesakitan.


"Bisa sabar gak sih!" Omel Kesi tapi mengikuti juga.


Kesi meneguk ludah saat melihat apartemen super mewah yang baru saja ia pijaki, ia bahkan seperti orang tolot yang baru pertama kali melihat bangunan super megah seperti ini. Ia lebih merasa seperti di hotel dibanding appartemen, apalagi dibagian bawahnya berjejer outlet outlet makanan cepat saji, tempat fitnes dan supermarket super lengkap sungguh jauh beda dengan apartemennya yang hanya ada minimarket saja. Ups.. ralat appartemen milik Adimas sebenarnya.


"Bisa berjalan lebih cepat Nona?" Tanya pria itu gemas karena bosnya sudah berulang kali meneleponnya.


Kesi menurut, ia melangkah dengan lebih cepat, mengabaikan kekagumannya pada appartemen super mewah ini, sebab ia tersadar saat ini Adimas dalam masa kritisnya.


Adimas dalam masa kritis dan ada di apartemen mewah?


Kesi menatap horror pria yang berjalan didepannya, seketika Kesi menyadari sesuatu yang janggal, sesuatu yang tidak mungkin. Membuat dirinya melangkah sebaliknya, mundur..


Setelah empat langkah mundur, Kesi membalikkan badan dan berlari kencang namun sial rupamya pria itu sadar dan segera mengejar Kesi, hingga Kesi berlari kearah pintu keluar namun tiba-tiba tubuhnya melayang. Ia dipanggul bagaikan karung beras.



Kesi terus memukuli punggung pria itu tidak peduli dengan ringisan yang dikuatkan oleh si pria.


"Lepasin gue!" Teriak Kesi.


"Aaaaaaaaaaa lepasin!!!!!!'


Tiba-tiba ponsel pria itu berdering, membuat si priael mengangkat telepon dengan tangan kirinya.


"Kenapa Lo gendong goblok!"


"Sebab dia kabur, dari pada dia kabur lebih baik saya gendong saja bos. Supaya misi yang saya jalankan segera selesai."


"Brengsek!" Umpat penelpon lalu mematikan sambungan teleponnya.


Kesi langsung terdiam, alarm dalam sudut hatinya mengatakan bahwa ia dalam bahaya, hingga akhirnya ia diturunkan didepan sebuah pintu kayu kokoh. Pria tadi menahan sebelah tangan Kesi sebelahnya lagi ia gunakan untuk menempelkan jarinya pada mesin. Tak lama pintu terbuka.


"Hai.." Sapa seseorang yang sudah berdiri didekat jendela saat Kesi baru saja tiba. membuat Kesi melotot dan melepaskan cekalan pria yang menjemputnya. Gadis itu berjalan dengan mata memburam karena air mata.


"Apa-apaan hah? Kamu fikir ini lucu? Kamu fikir Adimas bisa dijadikan mainan hah?"

"Tungg---"

Plak!


Satu tamparan bersarang di pipinya, tamparan yang terasa nyeri sampai kehatinya.


"Lo keterlaluan, Damar!" Maki Kesi  lalu berlari meninggalkan Damar yang terpaku atas tamparan Kesi dan Juna yang terpaku karena bos besarnya ditampar seorang wanita.

Ya.. Juna lah yang menjemput Kesi di appartemennya.

°°

MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang