Lagi down motivasi untuk menulis.
°
Sepanjang kehidupan Damar setelah mamanya tiada, tidak ada yang pernah Damar khawatirkan selain saat ini. Membuat dirinya tidak bisa tidur semalaman, bagaimana dengan Kesi? Apa yang akan dilakukan Adimas?
Damar menghela nafas, lalu memejamkan matanya dalam posisi berbaring, ingatannya berputar pada masa putih abu. Pada masa dimana Kesi masih memiliki tubuh yang gemuk, Damar tersenyum kecil lalu ia membuka mata dan segera duduk.
Kesinya telah berubah, gadisnya telah berubah, gadisnya itu bukan lagi gadisnya, kesi bukan dirinya sendiri. Walau Damar akui Kesi lebih memesona sekarang tapi ia tidak suka dengan pola hidup Kesi. Memuntahkan kembali apa yang sudah ia makan adalah salah besar. Setidaknya itu bagi Damar.
Akhirnya Damar membuka laci nakas, mengambil tabung yang didalamnya terdapat tablet tablet putih lalu membukanya, mengambil satu tablet dan segera minum. Damar menghela nafas lelah kapan dirinya akan terlepaskan?
°
Sejak pukul enam pagi, Damar sudah berada didepan apartemen Kesi, menunggu gadis itu keluar agar memastikan tidak terjadi apa-apa pada gadis yang begitu ia cintai.
Satu jam menunggu, Damar melihat Kesi berjalan bersebelahan dengan Adimas, membuat nafas Damar tercekat apakah Adimas semalam menginap?
Mata Adimas menatap dengan tidak percaya, ia ingat betul kaos yang dikenakan Adimas masih kaos yang semalam. Sejauh itukah hubungan mereka?
Damar menahan nafas saat melihat Kesi dan Adimas yang berjalan menuju kearahnya, sial! Ternyata ia parkir tepat disamping kiri mobil Adimas, membuat dirinya dapat melihat dengan jelas Kesi yang berdiri disebelahnya dengan menggunakan masker juga jalan yang agak tertatih.
Sekuat tenaga Damar mencengkram dengan erat kemudi, menahan diri untuk menghampiri. Ada apa dengan Kesi?
Perlahan namun pasti Damar mengikuti mobil Adimas, walau bagaimanapun dirinya harus bertanggungjawab bila terjadi kekacauan dalam hidup Kesi setelah kejadian semalam.
°
Adimas menatap spion dengan senyum smirknya, menatap mobil yang sedari tadi mengikutinya. Walau tak terlihat siapa pengemudi didalamnya Adimas tidak bodoh untuk mengenali plat nomor mobil tersebut.
Adimas melirik Kesi, merasa geli sendiri atas apa yang terjadi dalam hidupnya apalagi ia yakin setelah ini akan ada drama panjang yang pastinya akan menyakiti semuanya, membuat dirinya harus bersiap dengan amukan seorang Damar Megantara.
Tiga puluh menit berselang, mereka telah sampai disebuah klinik, Kesi turun bersama dengan Dimas namun langkah Kesi terhenti saat Damar berdiri menjulang dihadapanny. Membuat Kesi segera menaikan maskernya.
"Apa yang terjadi Kes?"
Kesi hanya menatap Damar lalu menunduk, berusaha melewati Damar begitu saja. Namun Damar menahan pergelangan tangan Kesi membuat Wanita itu meringis. Padahal Damar hanya memegang pelan lengan itu. Damar mengangkat tangan Kesi, saat dijumpainya tanda biru kemerahan tatapan Damar berpindah pada Adimas, pada pria yang justru sedang menahan senyumnya versi Damar.
"Lo apain dia goblok!"
Kesi berjengit kaget karena bahasa kasar Damar.
"Lo apain dia!" Damar sudah akan melangkah namun Kesi malah menahan Damar.
"Bukan urusan lo!" ucap Kesi sambil mendorong Damar, lalu meninggalkan Damar sambil bergandengan tangan dengan Adimas.
°
Dua jam kemudian Dimas keluar klinik seorang diri dengan tergesa tanpa Kesi disisinya, membuat Damar yang masih duduk dibalik kemudi menegakan badan dan menahan Adimas tajam. Dimas yang berjalan tergesa sempat menoleh dan menghentikan langkah melihat mobil Damar namun kembali berjalan dan melesat meninggalkan klinik.
Damar berdecak dan segera masuk, baru saja kakinya menginjak lobi, ia melihat sosok Kesi berjalan semakin tertatih.
"Kes!"
Kesi menatap Damar kaget, tapi gadis itu malah menggigit bibir bawahnya menahan sakit yang membuat fokus Damar tercecer. Ditangan Kesi ada satu lembar kertas yang Damar yakini adalah obat.
"Kamu duduk aja." Damar menuntun Kesi untuk duduk, sedang Damar langsung menuju apotik. Kesi melihat itu, melihat Damar yang sedang mengantri.
Kenapa sih lo selalu baik?
Selang beberapa saat Damar menghampiri Kesi, pria itu berlutut dan mengeluarkan salep dan menaikan kaki Kesi menuju paha, Damar mengusap kaki kesi dengan Salep sangat telaten tanpa bersuara.
Setelah selesai lelaki itu menuju toilet untuk mencuci tangannya, yang terkena salep, takut sisa salep yang ia pegang mengenai mata.
"Yuk." ajak Damar, membuat Kesi menatap Damar tak enak. apalagi dia telah mengusirnya tadi. Damar menyentil kening Kesi, lalu tersenyum.
"Gak usah ngerasa gak enak, yuk.." ajak Damar lagi, Kesi bangkit dengan susah payah yang akhirnya dibantu Damar untuk berjalan.
"Gue bisa naik Taksi." Ucap Kesi saat mereka tiba diparkiran.
Damar menghela nafas, "tapi supir taksi gak mungkin antar kamu sampai apartemen kan?"
Kesi menunduk, meremas sling bag yang ia gunakan. "kenapa sih Dam? Lo buat semuanya jadi sulit?"
Damar diam, dirinya juga tidak tahu mengapa ia tidak bisa berpaling dari Kesi.
"Tolong jangan buat aku semakin sulit Kes." lirih Damar yang terasa menyayat hati Kesi. "Kali ini aja, jangan buat aku merasa bersalah."
Kesi menghembuskan nafas, mengalah untuk kali ini saja. Lagi dan untuk kesian kali pertahanin yang Kesi bangun runtuh begitu saja demi Damar.
°
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantanku
RomanceDamar tidak pernah benar-benar membenci Kesi. Kesi tidak pernah benar-benar meninggalkan Damar. sepuluh tahun berlalu, saat takdir sedang bermain untuk mempertemukan mereka, apakah perasaan mereka masih sama?