Adriella bersendawa sangat kencang saat nasi beserta dengan ayamnya sudah habis ia makan. Kenyang sekali rasanya, ia pun bahkan sempat menjilat sisa-sisa saos yang masih menempel dijarinya. Sementara Maurren menggelengkan kepalanya, sahabatnya itu benar-benar jorok sekali. Seharusnya ia langsung mencuci tangan bukan malah menjilat untuk menghilangkan kotoran ditangannya.
Maurren sendiri sudah selesai makan, ia hanya makan beberapa suap. Karena perutnya kembali bergejolak saat diisi, namun ia tahan karena tidak ingin membuat Adriella khawatir. Adriella beranjak dari duduknya, ia mengambil minuman yang berada dikulkas mini di dalam kamarnya. Saat ini Adriella maupun Maurren sedang berada dikamar Adriella, sebenarnya tadi Adriella ingin makan di meja makan. Namun Maurren meminta untuk makan di dalam kamar Adriella, ia merasa tidak nyaman dengan tatapan bi Imah. Tatapan itu sangat tersirat jelas bahwa bi Imah tidak menyukai Maurren.
Adriella kembali duduk disamping Maurren, saat ia sudah mencuci tangan di dalam kamar mandi yang berada dikamarnya. Ia melihat Maurren melamun, sembari mengelus perutnya yang rata.
Menyilangkan kaki duduk diatas karpet, ia pun menyenggol tubuh Maurren yang menyandarkan tubuh di ujung tempat tidur Adriella.
"Maaf gue ngelamun." Maurren kembali kedunia nyata, sedikit melirik kearah Adriella.
"Ada masalah?" Adriella bertanya dengan sangat lembut.
Maurren menghembuskan napas, ia masih mengelus perutnya. Ia memandang ke arah perutnya dengan tatapan nanar "Gue hamil, Dri. Gue bodoh banget, percaya gitu aja sama pacar baru enam bulan gue. Maaf kalau selama ini gue ngga kasih tahu ke lo kalau gue punya pacar, bukannya ngga mau ngasih tahu tapi gue cuman belom siap."
Seperti disambar petir, Adriella seperti kehilangan kata-kata yang akan ia ucapkan. Ia hanya terlalu terkejut mendengar kabar yang terlalu mendadak dari Maurren, dan bodohnya Adriella karena tidak tahu masalah sahabatnya ini.
Tidak mendapatkan jawaban, Maurren mengalihkan perhatiannya. Ia kini mengubah posisi duduknya, jadi menghadap Adriella "Gue tahunya tepat dua bulan yang lalu, gue curiga karena gue telat dapet dan gue selalu muntah-muntah. Gue beli testpack di apotik, dan dugaan gue bener bahwa gue hamil, Dri! Sumpah gue ngga pengen hal ini terjadi, hidup gue udah berat dan sekarang gue harus ngurus bayi ini? Lebih sialnya lagi pas gue bilang sama pacar gue kalau gue hamil dia ngga mau tanggung jawab, dia malah lebih bilang bahwa lebih baik di gugurin aja kandungan gue!"
Maurren tidak kuasa menahan tangisnya, ia sudah mengeluarkan air matanya begitu saja "Alasan dia ngga mau karena dia ngerasa ngga pernah lakuiin itu sama gue, disitu keadaan gue dan dia lagi sama-sama mabuk Dri. Tapi sumpah gue masih inget banget kalau dia yang buat gue hamil kayak gini, dia brengsek Dri. Gue..Gue nyesel banget, Dri!"
Sesak, Maurren seperti tidak mampu mengungkapkan perkataannya. Ia menundukkan kepalanya begitu dalam, sembari mengigit bibirnya. Adriella pun tidak bisa menahan air matanya, ia segera membawa Maurren dalam pelukannya. Baru beberapa jam mereka merasakan kebahagiaan tetapi kini yang dirasakan sekarang hanyalah sebuah kesedihan? Fakta ini sungguh menyakitkan untuk dirinya, dan ia merasa gagal menjadi sahabat yang baik untuk Maurren.
Maurren menangis didalam pelukan Adriella, sementara gadis itu mengelus punggung Maurren berusaha menenangkan gadis itu. Baru kali ini ia merasakan kesedihan luar biasa, melihat sahabatnya terpuruk ia juga ikut terpuruk. Bahkan hatinya sangat sakit mendengar kenyataan ini.
"Maafin gue Mar, maaf karena ngga ada disaat lo butuh gue! Jujur gue jadi ngerasa kalau gue bukan sahabat yang baik buat lo." Akhirnya, setelah lama terdiam. Adriella bisa mengeluarkan suaranya.
Maurren menggelengkan kepala di dalam pelukan Adriella "Ini bukan salah lo Dri! Ini salah gue, gue yang ngga bisa jaga diri gue sendiri."
Adriella hanya mendengarkan, ia akan memberikan ruang untuk Maurren menumpahkan segala kesedihannya. Maurren tetap menangis dipelukan Adriella selama beberapa menit, kemudian ia melepaskan pelukan Adriella dengan menghapus air mata yang mengalir dipipinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BUKTI [THE END]
RomanceBukti yang akan membuktikan segalanya, membuktikan bahwa sebuah perjuangan tidak akan sia-sia, sebuah perjuangan yang membuahkan hasil yang baik. Walaupun, Nicholas tahu sangat sulit mengubah seorang gadis menjadi pribadi yang lebih baik, seorang...