BAB 22 - Kasus

223 6 0
                                    

Adriella membuka matanya secara perlahan, kala merasakan sang bibi yang terus mengguncangkan tubuhnya dengan sekuat tenaga. Adriella yang memang masih bersembunyi dibalik selimutnya, mengeluarkan kelima jarinya yang mengisyaratkan bahwa dirinya ingin diberikan waktu lima menit lagi untuk tidur. Kadang ia menyesal menerima tawaran untuk pergi clubbing setiap malam, tapi ia begitu menikmati setiap datang ke club malam karena bisa mengisi kesepian harinya.

"Non, sekarang udah jam 6! Non kan masuk jam 6.30, belum lagi non siap-siap.  Nanti bisa telat." Bi Imah mulai menyibak selimut yang digunakan oleh Adriella.

Adriella masih saja memejamkan kedua matanya, tidak memperdulikan selimut yang sudah tidak menutupi tubuhnya. Bi Imah menggelengkan kepala, tanpa ragu-ragu bi Imah segera menarik tangan gadis itu agar ia cepat terbangun.

"Bi, astaga. Aku masih ngantuk bi." Rajuk Adriella yang ingin kembali merebahkan tubuhnya, namun segera ditahan oleh bi Imah.

Beginilah rutinitas setiap pagi bi Imah, membangunkan Adriella dengan susah payah. Entah apa yang dilakukan anak majikannya ini, bi Imah tidak mengetahui. Tetapi yang jelas bi Imah, hanya memperhatikan setiap malam dengan sangat pasti Maurren menjemput Adriella dan pergi. Setiap bi Imah menanyakan kemana mereka akan pergi, dengan senang hati Adriella hanya menjawab dengan mengecup pipinya kemudian melengos begitu saja.

Adriella dengan bi Imah sudah seperti ibu dan anak, karena sanking dekatnya Adriella sampai membuat panggilan untuk bi Imah. Yaitu "Bican" yang artinya "Bibi Cantik" awalnya bi Imah sempat menolak panggilan tersebut, tapi bukan Adriella namanya jika tidak bisa membuat hati bi Imah luluh. Bahkan sekarang bi Imah sudah terbiasa dengan panggilan bican.

"Mandi dong non." Masih saja bi Imah menyuruh Adriella untuk mandi.

Adriella yang memang masih memejamkan kedua mata dengan posisi duduk, mulai membuka mata lalu menatap bibinya dengan raut wajah yang kesal.

"Iya bican, bawel banget sih. Aku mandi nih." Adriella mulai melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Bi Imah tersenyum penuh kemenangan, dari kantung mata Adriella. Bi Imah sangat paham, bahwa Adriella baru tidur hanya beberapa jam saja.

Adriella mulai bersiap untuk berangkat ke sekolah, ia melangkahkan kaki dengan begitu malas. Ia sudah selesai mandi, menggunakan seragam, memasukkan buku dengan asal. Lalu ia saat ini sedang duduk dimeja riasnya.

"Buseng, kantong mata gue najis bener." Gerutu Adriella sambil melihat kantong matanya dari cermin.

Adriella Cathalina Nugroho, ia mempunyai paras cantik, mata yang sipit, kulit yang putih seperti kulit mamanya, lesung pipi seperti yang dimiliki oleh sang papa, rambut lebat yang sedikit bergelombang, tubuh yang tinggi karena mengikuti gen papanya, tatapan lembut seperti sang mama menambah kesan cantiknya. Namun, semua tatapan lembut itu hanya ia tunjukkan untuk orang-orang yang menurutnya berarti salah satu contohnya seperti bi Imah, dan Maurren. Sementara untuk kedua orang tuanya, hanya tatapan datar dan bahkan Adriella malas untuk berinteraksi dengan kedua orang tuanya.

Ia sudah selesai bersiap-siap, dengan merias wajahnya sedikit. Kemudian ia melangkahkan kaki menuju lantai bawah, ia menghela napas saat melihat di meja makan seperti biasa sudah tidak ada siapapun selain sarapan yang sudah tersedia.

Adriella mengambil roti, lalu melangkah meninggalkan meja makan untuk berangkat ke sekolah. 

"Bican, Adriella berangkat dulu!!" Teriak Adriella saat ia sudah berada di depan pintu utama.

Bi Imah menyahut dengan teriakan dari dapur "Iya Non, hati-hati!"

Setelah mendengar teriakan dari bi Imah,  Adriella menutup pintu besar berwarna putih itu. Lalu ia masuk ke dalam mobil yaris berwarna merah.

BUKTI  [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang