BAB 36 - Curhat

150 9 1
                                    

Nicholas menyerahkan kantong plastik mini market kepada Adriella dengan tampang kusutnya, baru kali ini selama dua bulan mengenal Nicholas. Pria itu memasang wajah kusutnya, karena yang selama ini ditampilkan Nicholas adalah wajah dengan penuh senyum walaupun Adriella sudah berkata kasar, membentak-bentak pria itu, bahkan telah membuat pria itu dikeroyok pun pria itu masih tersenyum.

"Muka lo kusut bener, kek pantat bebek." Ujar Adriella mengambil kantong tersebut tanpa mengatakan terima kasih.

Nicholas mendengus, kemudian ia memaksakan senyumnya "Gapapa kok, udah sana minum terus pake."

Adriella tidak bertanya lebih lanjut. Ia tidak ingin terlihat seperti khawatir pada pria itu, ia bahkan meninggalkan pria itu menuju ke kamar mandi untuk memakai pembalut tersebut. Setelah itu ia baru meminum kiranti yang dibelikan oleh Nicholas.

Nicholas yang berada disampingnya, terus saja menghela napas berkali-kali. Pria itu seperti sedang ada masalah, namun enggan berbagi dengan dirinya.

"Lo kenapa sih? Gue enek banget denger napas lo yang berat! Kayak orang yang lagi ada masalah berat!" Karena tidak tahan Adriella mengatakan hal itu dengan cukup keras, bahkan beberapa temannya yang berada diwarung mbok Ijah menolehkan kepalanya.

Nicholas menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lalu mencoba tersenyum "Saya memang lagi sedikit ada masalah, mau nemenin saya jalan-jalan?"

Adriella menggelengkan kepala, tanda bahwa ia tidak ingin jalan-jalan dengan Nicholas. Mendapatkan penolakan dari Adriella, pria itu pun bangkit dari duduknya lalu mengelus kepala Adriella dengan begitu lembut sambil tersenyum dengan tulus.

"Yaudah kalau kamu ngga mau, saya pulang dulu ya. Jangan cabut-cabutan terus!" Setelah mengatakan hal tersebut, Nicholas segera pergi dari hadapan Adriella.

Adriella hanya menatap punggung Nicholas yang mulai menjauh, dan tidak terlihat oleh kedua matanya.

"Kayaknya mas-mas ganteng itu lagi ada masalah deh, kejar gih Dri!" Saran salah satu dari teman Adriella yang sedang menyebat rokoknya.

Adriella melirik kearah seseorang itu "Kenapa harus gue?"

Bima terkekeh mendengar pertanyaan Adriella "Yakali kita-kita, disinikan yang kenal dia cuman lo. Ya jadi lo lah yang kudu kejar dia, dia butuh temen sekarang Dri."

"Gue ngga peduli." Dusta Adriella.

Bima tersenyum mencemooh "Mulut boleh bilang ngga peduli, tapi ngga dengan mata lo. Mata lo itu nyiratin banget kalau lo tuh peduli sama mas-mas yang gue akui ganteng itu!"

Adriella saat ini sedang berkutat dengan hatinya sendiri, haruskah ia menyusul Nicholas? Ia memikirkan hal itu sejenak, tanpa sadar ia telah berdiri dan mengambil tasnya yang berada dimeja. Semua ini ia lakukan hanya karena kasihan melihat Nicholas yang sepertinya sedang kalut.

Ia sudah berada di depan pintu warung mbok Ijah, matanya mengelilingi sekitar. Adriella kalah cepat, pria itu sudah pergi meninggalkan pekarangan mbok Ijah. Ia pun kembali masuk kedalam, membuat beberapa mata menatap kearahnya dengan tatapan bertanya.

"Udah pergi." Seru Adriella tanpa ditanya oleh siapapun. Ia duduk dengan perasaan tidak semangat, entah mengapa ia mulai peduli pada Nicholas.

Maurren datang dengan beberapa nikotin ditangannya, bahkan ia sudah menyalipkan sintek diantara nikotin tersebut. Ia melihat kearah Adriella dengan bingung, karena wajah sahabatnya itu tengah ditekuk.

"Kenape lo?" Senggol Maurren saat sudah berada didekat gadis itu.

Adriella tidak merespon, lalu salah satu temannya ada yang mengeluarkan celetukan "Pangerannya pergi."

BUKTI  [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang