BAB 56 - Dinner

189 11 2
                                        

Atas undangan makan malam yang diberikan oleh Adriella, disinilah Nicholas berada. Disebuah restoran yang berada di daerah Jakarta Pusat tepatnya dilantai 46, keempatnya kini sudah duduk rapi di restoran penuh cita rasa Italia. Sebut saja nama restoran ini sebagai restoran pertama yang Nicholas kunjungi selain restoran sahabatnya, keluarga Nugroho membawa dirinya kerestoran menengah keatas. Sementara restoran tempatnya bekerja untuk kalangan menengah kebawah, ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana saat ini.

"Nic, kamu mau pesen apa?" Andreas bertanya sambil sesekali melihat kearah buku menu.

Nicholas sedang membaca buku menu yang berada ditangannya, anggaplah Nicholas norak karena demi apapun ia belum pernah kerestoran seperti ini.

"Saya bingung om." Jujur Nicholas lalu menutup buku menu itu. Tidak ada yang menarik menurut pria itu, tapi yang menarik dari restoran ini adalah bisa melihat pemandangan Jakarta di malam seperti ini.

Adriella berdecak, namun masih tersenyum karena tingkah Nicholas "Dasar norak." Cibir gadis itu.

"Biarin." Jawab Nicholas.

Adriella menutup buku menunya, ia melihat kearah sang pelayan yang sedang menunggu "Saya mau Veal Milanese, Ravioli, Pizza Carbonara, Lemon Jc, dan Pineapple Fruit."

Pelayan tersebut mencatat pesanan yang disebutkan oleh Adriella, lalu mengarahkan pandangan matanya kearah orang tua Adriella. Setelah menyebutkan pesanan yang diinginkan, pelayan wanita yang selalu tersenyum ramah itu menyebutkan kembali.

"Ada lagi yang ingin ditambah?" Tanya pelayan tersebut ketika sudah selesai membacakan isi pesanan.

"Nope, thank you." Seru Adriella, barulah pelayan itu pergi dengan sedikit membungkukan tubuhnya.

Sembari menunggu pesanan mereka datang, Nicholas, Andreas, dan Amelia berbincang-bincang sambil tertawa jika ada hal lucu. Saat ini yang lebih mendominasi percakapan adalah Andreas, ia sedang menceritakan masa SMAnya saat dimana ia masih bersama dengan Niken dan Nicky. Sementara Adriella, gadis itu menatap ketiga orang yang sangat berarti untuk dirinya sedikit tersenyum karena dalam dirinya merasa begitu bersalah.

Ia jadi teringat beberapa bulan sebelum ia dan Nicholas bisa seakrab sekarang. Anggap saja dulu, Adriella begitu anti dengan Nicholas bahkan sering sekali memikirkan bagaimana ia ingin menendang Nicholas agar keluar dari hidupnya. Begitu banyak kelakukan Adriella yang seharusnya dapat membuat pria itu pergi dari hidupnya, namun Nicholas dengan segala kesabarannya. Ia malah semakin mendekati Adriella bahkan sampai harus merelakan hubungannya dengan sang kekasih, rela bertengkar dengan sang sahabat karena dirinya. Nicholas banyak berkorban untuk dirinya, agar bisa menjadi teman untuknya.

Tatapan Adriella teralih ke Andreas dan Amelia secara bergantian, seharusnya Adriella bersyukur memiliki orang tua yang luar biasa. Orang tua yang selalu mementingkan kebutuhan Adriella, orang tua yang selalu menyayangi dirinya tanpa ia sadari, orang tua yang rela melakukan hal apapun demi membuat anaknya bahagia.

Jika Adriella ingin membandingkan kehidupan dirinya dan Maurren, tentu saja sangat berbanding terbalik. Adriella, ia baru menyadari bahwa begitu banyak orang yang menyayangi dirinya, begitu banyak yang peduli terhadap dirinya. Oh Tuhan, mengapa ia harus ikut terjerumus bersama Maurren? Seharusnya, ia tidak boleh ikut terjerumus.

"Lah, kamu kenapa nangis Dri?" Amelia bertanya saat ia melihat mata putri kesayangannya sudah meneteskan cairan bening, suara itu membuat Andreas maupun Nicholas langsung melihat kearah Adriella secara bersamaan.

Adriella, ia tidak tahu kapan air mata ini turun dari pelupuk matanya. Ia menghapus air mata tersebut, mencoba tersenyum namun gagal "Aku gapapa ma, aku cuman lagi mikir aja. Sebenarnya aku anak yang beruntung karena ternyata tanpa aku sadari, begitu banyak orang yang sayang sama aku. Aku terlalu bodoh sampai harus terjerumus ke pergaulan yang Maurren ajarkan, aku nyesel banget ma, pa."

BUKTI  [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang