22

938 120 1
                                    

Akara menarik nafas lega untuk sementara waktu, mereka sudah tiba di Dunia Baru dan sempat terjadi masalah sebelumnya namun sudah berhasil di atasi. Saat ini dia sedang duduk didekat tanaman jeruk milik Nami dan sibuk mencuil-cuil salah satu buahnya karena bau buahnya tercium dengan bau manis yang menandakan bahwa buah itu sudah matang, sang navigator yang melihat itu hanya tersenyum lalu menegurnya.

"Kalau kau mau, ambil saja, Akara-chan. Jangan sungkan!"

Adik kapten nya itu kemudian menoleh ke arahnya lalu menghentikan kegiatn cuil mencuilnya, sedikit terkejut.

"Ah, tapi ini kan tanaman berhargamu, Nami. Aku tidak bisa asal ambil biarpun aku mau." cicitnya.

Nami terkekeh.

"Kau kelihatan mau tapi tak berani mengambil tanpa seizinku, bukan? Sudah! Ambil saja sesukamu pas kepengen!"

Mendengar itu, Akara bersorak riang setelah mengucapkan terima kasih, kebetulan jeruk milik Nami yang ia bawa dari desanya itu memang enak (kebetulan Akara sempat memetiknya satu tanpa izin waktu itu).

Ia meloncat turun lalu menyodorkan salah satunya ke arah Nami dengan posisi dimana tangan Kiri serta saku kaosnya memegang beberapa jeruk lainnya yang sudah matang.

"Beberapa sudah matang sekali jadi aku putuskan untuk memanennya, sayang kalau dibiarkan membusuk nanti. Soal kulitnya biarkan aku yang urus buat jadi pupuk dan bijinya akan aku tanam di area yang masih mudah untuk ditanam, sebagai ucapan terima kasih karena sudah membaginya padaku. Apa perlu kita minta buatkan sesuatu pada Sanji dengan jeruk-jeruk ini, Nami?"

Mendengar itu, Nami merasa Akara memang anak yang bertanggung jawab. Ia menepuk kepala Akara beberapa kali dengan sayang setelah menerima jeruk yang disodorkan rekannya itu, lalu mengangguk.

"Terima kasih juga karena sudah memanennya karena aku terlalu sibuk membuat peta juga, tak usah merasa repot-repot begitu. Biar Sanji-kun saja yang mengurus semuanya. Dan minta dia bikinkan es krim dan jus jeruk, kita minum terus makan bareng-bareng sama Robin!" bisik Nami di akhir, membuat Akara berbinar.

"Aku juga mauuuu!" pintanya girang dengan mata berbinar.

Gadis bersurai oranye itu terbahak melihat tingkah Akara yang saat ini sedang berlarian ke dapur kapal lalu mengatakan semua hal yang sudah Nami sampaikan barusan kepada Sanji dan menyampaikan apa yang ia inginkan juga, Robin yang melihat itu merasa sedikit penasaran.

"Kenapa dia?" tanyanya.

"Biasa, aku meminta sesuatu untuk di sampaikan dan dia juga mau jadi aku biarkan, kebetulan aku juga mengajaknya. Adik Luffy itu, manis sekali. Terlalu sayang untuk jadi adik dari kapten kita yang suka sekali tak bisa memakai otaknya itu." keluh Nami di akhir sembari menawarkan jeruk yang baru saja ia kupas.

***

Akara sekarang sedang memakan cemilan dari jeruk yang di buat Sanji sembari duduk di pagar kapal, entah apa namanya ia lupa yang jelas makanan itu terlalu sulit untuk dijelaskan, yang penting enak!

Ia yang awalnya tengah melihat lautan luas karena duduk mengarah ke arah lautan pun kemudian menatap kearah seekor burung kecil yang mendarat di pangkuannya, ia menyadari bahwa burung itu adalah burung pengantar surat pribadi milik sang kakak yang mengantarkan sedikit oleh-oleh untuknya karena gadis itu melihat barang yang dikirim hanya tertuju untuknya dan bukan untuk Luffy.

Karena memang Sabo menyarankan bahwa Luffy tak boleh mengetahui fakta bahwa ia masih hidup, ada saatnya kakaknya yang dungu itu tau bahwa kakak mereka itu masih hidup dikala ia memutuskan untuk menemui keduanya secara langsung entah kapan.

Gadis itu tersenyum pelan karena dikirim oleh-oleh dari Sabo, ia kemudian memberi minum dan sedikit kacang kepada sang burung agar bisa mengisi perutnya sesaat sembari beristirahat lalu terbang kembali pergi setelah Akara menyampaikan ucapan terima kasih kepada burung tersebut agar disampaikan kepada sang kakak tanpa disadari oleh siapapun selain Robin yang menyadari siapa pemilik burung tersebut.

"Oleh-oleh darinya?" tanya Robin pelan, Akara menoleh lalu nyengir lebar sembari menunjukkan kotak kecil yang dikirim untuknya.

"Hm! Kurasa ini benda yang bisa dipakai untuk sehari-hari."

Akara menaruh piring cemilannya di samping kanan karena Robin berdiri di sisi kiri, ia membuka bungkusnya lalu membuat bungkus itu terlipat rapi dan tersimpan dikamarnya, lalu membuka kotak tersebut dan terdapat sebuah kalung liontin bertuliskan huruf ASL berbahan perak bercampur emas putih, barang yang cukup langka terutama bagi para bajak laut yang memang selalu mengincar harta.

Ia menatapnya berbinar, huruf 'ASL' itu mengandung makna diman huruf A untuk dirinya serta Ace, S untuk Sabo, dan L untuk Luffy. Kalung tersebut sangat cantik dan indah, bahkan terlihat berkilau ditengah paparan matahari hari ini.

"Cantiknya ..." ucap gadis itu halus.

"Ingin ku pasangkan?"

Tawaran Robin langsung di balas dengan anggukan kepala oleh Akara dengan semangat, karena ia memang ingin mengenakan kalung itu dengan segera dan benda itu tak akan bisa hilang apabila Akara sudah mengenakannya, ia akan sadar jika barangnya akan dicuri.

Kalaupun hilang, ia tau barang pribadinya berada ditangan siapa (alias si pencuri barangnya).

"Dia tau selera adiknya ya. Padahal diantara kalian berempat cuma kamu sendiri saudarinya, dan bersama-sama hanya dalam hitungan bulan dulu sebelum ada masalah yang menimpanya."

Akara menatap kalung itu sembari menghela nafas. Tak memungkiri ucapan Robin karena dia sudah dua tahun bersama Sabo di markas Pasukan Revolusioner.

"Kalau saja dulu aku sekuat sekarang, mungkin Tenryuubito sialan itu sudah ku buat mati ditempat tanpa harus menampakkan diri. Ingin rasanya aku mengumpat sekarang kalau saja Sabo memang benar-benar tewas dulu."

Robin hanya tersenyum, dia mengerti apa yang dirasakan Akara, merasa diperhatikan, Akara menoleh.

"Kenapa?"

"Tidak."

***

Sekian waktu berlalu, masalah kembali muncul tanpa terduga sehingga Akara mengambil keputusan untuk meng-invicible-kan dirinya alias tak kasat mata, ia melihat sekomplotan orang menggunakan baju tertutup serta masker, tak lupa penyemprot gas yang membuat Brook, Sanji, Franky, Chopper dan Nami kehilangan kesadarannya setibanya mereka di suatu pulau yang bernama Punk Hazard.

Akara yang memutuskan untuk bersama rombongan Sanji sejak awal ketika mereka memutuskan untuk membagi jumlah mereka menjadi dua tim pun memang keputusan yang tepat. Zoro dan Luffy sudah cukup untuk menjaga Usopp dan Robin, jadi Akara memutuskan untuk berada di kapal bersama sisanya.

Gadis itu mengambil masker cadangan yang bisa menghalau agar gas penidur itu tidak berpengaruh padanya biarpun ia bisa saja membuat gas itu tak berpengaruh padanya. Semua yang ada disana mengangkut ketiganya selain Brook yang disangkanya tinggal mayat, membuat Akara hanya bisa terbahak dalam diamnya.

Maafkan aku ya, Brook! Aku mengandalkanmu untuk menjaga Sunny Go!

Mereka bergerak ke sisi lain pulau yang memiliki suasana bersalju, padahal sisi sebelumnya panas sekali dan banyak gunung meletus dimana-mana. Akara mulai memahami seluk beluk pulau ini tanpa dibawa pusing.

Mereka kemudian membawa keempatnya ke suatu tempat, sebelum meninggalkan kapal, Akara sudah menyelipkan catatan kecil untuk Brook agar dia tak bingung ketika sadar nanti.

Sembari mengekor, Akara hanya diam tanpa berusaha mengeluarkan suara sambil menatap sekelilingnya.

Pulau ini ... Digunakan tanpa izin padahal tempat ini sudah dilarang untuk di gunakan, bahkan didatangi pun tidak diperbolehkan. Dan orang yang mengatur semua ini ... Sangat menyebalkan!!!

* * *

Akara's Journey [One Piece x Original Char]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang