55

490 51 0
                                    

Akara membawa Sabo bersamanya saat ini karena hanya lelaki itu yang mampu di kenali oleh Kuma untuk sekarang. Keduanya langsung menuju ke lokasi mengingat semuanya secara keseluruhan sedang membuat gaduh jadi seluruh tim akan menjadi pengalihan selagi keduanya kini tengah menyelinap masuk.

Gadis itu berusaha tetap tenang padahal ia sedang panik saat ini, mengingat sang kakek juga sedang berjaga di pertemuan Reverie, ia hanya bisa menelan salivanya pelan beberapa kali selama berlari tanpa menghiraukan apapun lagi.

Tubuh keduanya yang kini sedang tersembunyi di salah satu pilar bangunan pun tengah mengatur nafas dikarenakan ada para penjaga yang tak jauh dari tempat keduanya berdiri sekarang. Dan memastikan semuanya aman terkendali, itulah kenapa mereka memutuskan untuk bersembunyi sejenak.

Sabo yang sadar dengan kepalan tangan adiknya yang sedikit bergetar kini tengah berdiri dihadapannya itu mendadak memeluknya pelan setelah membuat tubuh kecilnya berputar ke arah sosok jangkung yang berada dibelakangnya itu, Akara terkejut ketika sang kakak mengurai salah satu tangan untuk memeluk tubuh kecilnya dengan maksud ingin menenangi.

"Kau takut karena ada Kakek yang sedang menjaga juga disini? Cuma beliau kan yang tau kelemahanmu dari dulu?"

Gadis itu mengangguk lemah selama sang kakak menenggelamkan dirinya didalam pelukan yang sangat menenangkan itu, bau Sabo yang sangat ia hafal sejak kecil hingga kini sama sekali tidak berubah biarpun bau maskulinnya sudah muncul begitu dia menginjak usia remaja beberapa tahun silam.

Tangan kecilnya terangkat lalu menggenggam erat salah satu sisi jubah putih yang kini tengah dikenakan sang kakak dengan keadaan masih bergetar yang tak mampu ia sembunyikan, Sabo tau betapa ketakutannya Akara mengingat ia harus menghadapi sang kakek yang sudah berperan penting didalam kehidupan sang adik sejak ia lahir dulu.

"Aku gak mau ngelawan Kakek kalau ketemu sama dia nanti ..." ujar Akara lirih, Sabo menepuk sekaligus mengelus kepala adiknya disaat yang bersamaan sembari mengangguk.

"Kita hindari Kakek nanti, apapun yang terjadi aku juga tidak ingin bertarung dengannya sama sepertimu, aku masih berhutang budi padanya ketika kita masih tinggal bersama dulu sebelum aku berada di Pasukan Revolusi, kau tidak lupa, bukan?"

Adiknya mengangguk, mengingat semua kenangan masa kecil mereka.

Pelukan keduanya terlepas, Sabo yang barusan masih memegang kedua pundak kecilnya kemudian mengarahkan salah satu tangannya ke arah Akara, dengan maksud mengajaknya untuk segera bergerak lagi.

"Ayo, kita selamatkan Kuma lalu pergi dari sini dengan segera ya."

"Hm!!"

***

"Sabo, itu Kuma-san kan?"

Ucapan halus sang adik membuat ia menatap ke arah yang dituju oleh tatapan adiknya ketika Akara bertanya padanya barusan. Pandangannya terpaku dengan sosok yang kini sedang mengalami luka disekujur tubuhnya ditambah tak tampak lagi seulas senyuman lebar yang selalu ia kenal ketika sosok itu masih berada di Pasukan Revolusi dulu.

Gertakan gigi yang saling beradu terdengar, membuat Akara menoleh dan mendapati sang kakak menatap dengan penuh amarah ke arah rombongan Tenryuubito yang menjadikan rekannya budak saat ini, urat-urat mulai bermunculan di area pelipis dan keningnya saking berusaha keras Sabo menahan amarahnya saat ini.

Tepukan pelan dari sang adik yang menyentuh genggaman tangannya yang barusan terkepal kuat itu seketika menyadarkannya dari amarah yang nyaris saja menguasainya, dan bisa saja persembunyian dan bahkan usaha mereka untuk menyelinap masuk pun jadi sia-sia.

"Ingat pesan yang lain, tahan dirimu. Termasuk aku yang mengingatkan hal ini padamu. Aku awasi yang lain dulu masih aman atau tidak, kalau aman, kita langsung bar-bar aja abis ini kalau kau tidak tahan lagi. Gimana?" balasnya sembari memberi penawaran yang memang sangat disetujui oleh Sabo pastinya sejak awal, membuat lelaki blonde itu tersenyum.

Akara's Journey [One Piece x Original Char]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang