15. Aku Perlu Teman Berbincang, Untuk Mengalihkan Pikiranku Dari Dia.

341 8 0
                                    

Bukan maksudku memberi harapan palsu.
Aku tahu, seharusnya aku menghindarimu.
Namun aku perlu teman untuk berbincang denganku.
Untuk mengalihkan pikiranku dari dia.

💜

Surya mengendarai mobilnya pelan-pelan menuju rumah Lucia. Dia mengulur waktu sambil mencoba meluluhkan hati Lucia. Diraihnya lengan kanan Lucia, tetapi langsung ditepiskan.

"Jadi kamu nanti berangkat jam berapa, Cia?" tanya Surya dengan lembut.

Meskipun sebenarnya Surya juga merasa kesal, tetapi dia harus mengalah. Beberapa saat tak ada jawaban dari Lucia. Surya menoleh ke arah Lucia yang sedang memalingkan wajahnya keluar jendela. Surya tidak bisa melihat raut wajah Lucia, tapi dia yakin, saat ini Lucia sedang cemberut. Surya sudah kehabisan akal, tidak tahu lagi harus membujuk dengan cara apa.

Sepanjang perjalanan dilalui dengan diam hingga kemudian mobil Surya berhenti di depan pagar rumah Lucia.

"Hati-hati di jalan, ya, Cia. Kalau sudah sampai Surabaya kabarin aku, ya," kata Surya.

Lucia tidak menjawab dan langsung membuka pintu mobil, lalu keluar. Dia tidak melihat ke arah Surya dan tidak berpamitan. Surya mengamati Lucia yang berjalan cepat memasuki halaman rumahnya, kemudian menghilang di balik pintu. Surya menarik napas dalam-dalam. Perasaannya berpadu, antara sedih dan kesal.

💜💜

Wulan kembali ke kantor diantar Ardian. Hari Sabtu kantornya tutup pada pukul empat sore jadi masih ada dua jam kerja tersisa. Dia berusaha menepis semua pemikiran tentang Surya, membuang energi negatif dalam dirinya.

Surya bukan siapa-siapaku, pikir Wulan. Hanya teman baru, kenalan baru. Hanya seorang lelaki yang sudah dimiliki oleh perempuan lain. Pergilah, menghilanglah kamu dari pikiranku. Masih ada lelaki lain di luar sana, yang mungkin ditakdirkan untukku. Surya bukanlah untukku.

Dengan pemikiran seperti itu, hati Wulan sedikit lega. Kenyataan tidak akan bisa dirubah, Wulan harus rela melepaskan angan-angannya, cukup sampai di sini saja. Meskipun pedih, Wulan bersyukur perasaannya kepada Surya belum terlanjur dalam. Semoga sisa rasa dalam hatinya segera menghilang, semuanya, tanpa meninggalkan bekas.

💜💜💜

Wulan melipat mukena dan sajadahnya, lalu meletakkannya dengan rapi di atas meja belajar. Malam ini dia di kamar sendirian karena sesuai kuliah tadi siang, Tina langsung pulang ke rumah orangtuanya. Sekarang masih pukul 18.30. Tadi siang Rhino berjanji akan datang pada pukul tujuh malam.

Sejujurnya Wulan merasa senang malam ini Rhino dan teman-temannya akan datang. Mengobrol dengan mereka bertiga akan mengalihkan pikirannya dari Surya.

Ponsel Wulan berbunyi. Dia raih ponselnya dari atas ranjang. Ada panggilan masuk dari Rhino.

"Halo, No. Ada apa?" tanya Wulan sambil membuka pintu belakang paviliunnya, lalu berjalan menuju arah dapur. Dia berencana membuat sesuatu untuk makan malam. Mungkin dia akan memasak nasi goreng atau mi instan, Wulan belum memutuskan.

"Lan, kami mau nyari makan malam. Kamu udah makan?" tanya Rhino.

"Mmm ... belum. Ini baru mau bikin sesuatu," jawab Wulan.

"Mau ikut, enggak? Kalau iya, aku langsung ke sana sekarang. Kami sudah di jalan menuju kosmu," kata Rhino lagi.

"Boleh, No. Makasih, ya," jawab Wulan sambil memutar arah langkahnya, kembali ke kamar. Dia raih tasnya dan keluar dari pintu depan. Dia akan menunggu kedatangan Rhino di teras saja.

💜💜💜💜

"Kita makan di mal aja enggak apa-apa, kan, Lan? Sekalian Ferdi sama Wawan ada yang mau dicari," kata Rhino sesaat setelah mobilnya meninggalkan halaman kos Wulan.

"Aku ngikut aja, No. Ferdi sama Wawan mau nyari apa?" tanya Wulan sambil menoleh ke kursi belakang.

Ferdi dan Wawan saling berpandangan, kemudian tertawa.
"Ada teman nitip beliin sesuatu, Lan" jawab Wawan.
"Dia enggak keluar pesiar hari ini."

"Haha ... iya, deh. Sesuatu yang rahasia, ya," kata Wulan sambil tertawa kecil.

"Kalian harus balik jam berapa nanti?" tanya Wulan lagi.

"Jam sembilan, Lan." Kali ini Ferdi yang menjawab.

"Kami udah sewa sopir sampai jam sembilan," lanjut Ferdi lagi sambil tertawa. Ferdi adalah sahabat Rhino sejak SMA.

Rhino yang disebut sebagai sopir sewaan tertawa mendengar gurauan Ferdi. Tawanya renyah. Wulan memerhatikan Rhino dari samping. Dalam terpaan cahaya lampu jalan, terlihat hidung Rhino yang mancung. Kombinasi yang unik dengan matanya yang agak sipit. Tubuh Rhino tegap, setegap kedua temannya yang duduk di kursi belakang. Kalau Ferdi dan Wawan tegap berkat latihan fisik di akademi, Rhino mungkin rajin berlatih di gym.

Untuk ukuran remaja berusia 19 tahun, pembawaan Rhino sangat dewasa. Iya, benar, Rhino dan kedua temannya masih berusia 19 tahun, lebih muda empat tahun dari Wulan. Namun, mereka biasa memanggil Wulan tanpa embel-embel Mbak atau Kak. Hanya Wulan.

Rhino berkenalan dengan Wulan di dekat frontdesk saat dia keluar dari kelasnya. Rhino mengira Wulan seumuran dengan dia. Mungkin karena pembawaan Wulan yang ceria, wajah Wulan juga polos tanpa berdandan sehingga masih tampak seperti remaja yang baru lulus SMA seperti dia. Padahal Wulan sudah lulus kuliah.

Memikirkan tentang Rhino membuat Wulan bimbang. Dia setengah yakin, saat ini Rhino sedang mendekatinya. Sebenarnya dia ingin menghindari Rhino agar tidak memberikan sinyal yang salah. Namun, saat ini dia perlu teman yang bisa mengalihkan pikirannya dari Surya. Mengingat nama Surya, kembali hatinya pedih. Serasa ada yang menusuk di dadanya. Nyeri.

💋💋💋

Malam ini, Surya patah hati.
Malam ini, Wulan patah hati.

Malam ini, Rhino mungkin bahagia.
Karena bisa melewatkan malam minggu dengan Wulan.
Meskipun tidak hanya berdua, tapi tidak menutup kemungkinan ...
suatu saat Wulan mau membuka hatinya untuk Rhino.
Mungkin saja ....

Ikuti terus episodenya ya.
Silakan tekan bintang jika kamu menyukai tulisanku.

Terimakasih sudah mampir dan membaca.
Love love love
😘

Sayap-Sayap Patah #2  (Cinta Segi Lima 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang