69. Jangan Menoleh Lagi ke Belakang

160 12 6
                                    

Pedih, memang pedih jika teringat masa itu.
Masa-masa indah yang kujalani bersamamu.
Namun hidup harus terus berjalan.
Jangan pernah lagi menoleh ke belakang.

MINGGU KE-30

Sabtu Siang

🌻🌻🌻

"Lan, nanti sore kamu pulang ke Jogja?" tanya Ani dari ambang pintu ruangan kerja Wulan.

Wulan mengalihkan pandangan dari komputer di hadapannya dan menatap ke arah Ani.
"Enggak. Minggu lalu, kan, udah pulang. Kenapa?"

"Kita jalan aja, yuk," ajak Ani.

"Ke mana?"

"Dipikir entar ajalah. Pokoknya abis magrib aku ke kosmu, ya," sahut Ani yang kemudian berlalu dari pintu setelah menerima jawaban berupa anggukan dari Wulan.

Wulan kembali mengarahkan pandangannya ke layar komputer. Kadang pikirannya teralihkan dengan hal-hal lain yang membuat fokusnya terganggu. Laporan bulanan yang dibuatnya belum juga selesai padahal sekarang sudah hampir pukul 11. Seperti biasa, setiap Sabtu dia harus sudah berada di kelas pada pukul 11. Tampaknya kali ini dia akan terlambat kuliah.

Wulan menoleh ke jendela kaca dan melihat Yuni sedang berdiri di bawah pohon jambu air dengan kepala menengadah. Wulan tertawa. Pasti di atas pohon bertengger salah satu office boy, sedang memetik buah jambu. Wulan bangkit dan berjalan ke luar ruangannya, lalu melangkah mendekati Yuni. Pikirannya yang kusut perlu disegarkan sebentar dengan melihat halaman belakang kantor yang hijau.

"Manjat, Lan," gurau Yuni ketika melihat Wulan mendekatinya.

"Ogah!" sahut Wulan sambil tertawa. Hari ini dia memakai rok sepanjang lutut, bukan celana panjang.

"Gus, petikkan aku satu kresek, ya! Mau kubawa ke kampus!" seru Wulan kepada Agus yang sedang asyik memasukkan buah-buah jambu yang merah dan ranum ke dalam kantung plastik yang dipegangnya.

"Yo, Mbak!" sahut Agus, "tapi ambil kresek lagi, ya. Yang ini mau dibikin rujak sama mbak-mbak."

Wulan mengiyakan, lalu beranjak ke dapur untuk mengambil kantung plastik melewati area parkir di mana dahulu Rhino selalu memarkir mobilnya setiap sore. Semenjak mereka berpisah, mobil Rhino tak pernah terlihat lagi di sana. Dia mengalihkan jadwal kursusnya yang biasanya sore hari menjadi malam hari sehingga mereka berdua tak pernah bertemu lagi sejak itu. Kadang Wulan masih merasa sedih ketika teringat kepada Rhino. Kadang juga merasa marah dan kesal. Ketika terbersit rasa sedih dan patah hati, Wulan langsung mengingatkan dirinya bahwa semua kebaikan Rhino kepadanya adalah kepalsuan belaka agar dia bisa beranjak maju dan segera melupakan Rhino.

Yuni yang pertama kali menyadari tentang perpisahan Rhino dan Wulan. Biasanya dia selalu melihat Rhino mengantar dan menjemput Wulan dari jendela kaca yang berada di samping kursi kerjanya. Namun selama beberapa hari dilihatnya Wulan pulang dan pergi sendiri tanpa Rhino. Wulan yang biasanya selalu ramai, mendadak menjadi lebih pendiam meskipun tetap terlihat ceria dan banyak tawa. Wulan memang selalu tampak ceria di depan teman-temannya agar mereka tidak tahu kesedihan yang dirasakannya.

"Rhino ke mana, Lan? Kok, udah beberapa hari aku enggak lihat," tanya Yuni suatu pagi.

"Entah," sahut Wulan asal-asalan.

"Loh, kok, entah?" Kembali Yuni bertanya dengan bingung.

Wulan hanya nyengir dan melanjutkan kesibukannya mengurutkan nota sesuai nomernya.

"Kalian bubaran?" tanya Yuni penasaran.

"He-em," jawab Wulan singkat.

"Ya, ampun. Sayang banget," ujar Yuni, "Kenapa, Lan? Kamu yang mutusin? Karena dia masih terlalu muda?"

Sayap-Sayap Patah #2  (Cinta Segi Lima 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang