Perhatian Sementara

329 111 24
                                    

Kepanikanmu saja sudah membuktikan kalau kau peduli denganku. Jadi, kau tak bisa mengelak lagi.

•HukumCoulomb•


Ragil terlihat sangat santai seperti tidak ada kesalahan. Dia tidak sedikitpun menatap ke arah Icha, padahal gadis itu sudah ada beribu tanda tanya diotaknya.

"Kesasar kak?" tanya Icha canggung. Akhirnya dia memberanikan diri untuk memecahkan keheningan walau dengan pertanyaan yang tak karuan.

"Menurut lo?"

Lagi-lagi Icha dibuat terbungkam, dia hanya dapat melihat patung kejam yang sekarang ada di hadapannya. Bibir gadis ini pun mengerucut, kesal dengan keadaan sekarang.

Hanya angin malam yang menemani mereka dalam hening, sampai...

Buk!

Icha terpelonjat kaget. Dengan erat dia memegang besi penyangga. Nafasnya pun sekarang sedang tak beratuan. Bianglala itu berhenti saat mereka berada di posisi paling atas.

"Superman, tolongin gue dong." ucap Icha pelan ketakutan, tapi masih agak bisa terdengar oleh Ragil.

Ragil yang cuek, lama-lama luluh juga karena tak tega melihat ekspresi Icha yang sedang ketakutan.

"Jangan ngehalu." ucap Ragil sambil menggenggam kedua tangan Icha.

Icha mengedip-ngedipkan matanya, meyakinkan kalau yang sekarang berada di hadapannya benar-benar seorang Ragil. Walaupun ucapan Ragil terdengar sadis, tapi pipi Icha berhasil blushing karena perlakuan pria itu.

"Jantung, tolong dong kinerjamu jangan sekencang ini." batin Icha.

Sepertinya asma Icha mulai kambuh, dia mencoba mengatur nafasnya supaya bisa stabil lagi dan mencoba supaya Ragil tidak tahu.

"Jangan kambuh, jangan." batin Icha lagi-lagi bersuara, dia mencoba tetap tersenyum.

Emang ya, organ yang paling jago dalam berbohong adalah mulut. Itu berbanding terbalik dengan mata. Karena mata tidak bisa berbohong.

"Dia kenapa?" batin Ragil, dia bertanya pada dirinya sendiri.

Raga Ragil saat ini sepertinya bergerak sesuai arahan hatinya, bukan lagi mengikuti kata otak ataupun logikanya. Spontan Ragil menyondongkan badannya agak ke depan, tetapi juga menjaga keseimbangan karena posisi mereka kini berada di atas. Genggaman Ragil semakin kuat dan mendekatkan tangan Icha ke depan wajahnya. Dan...

"Huhhh...." tiupan demi tiupan keluar dari mulut Ragil menuju tangan Icha yang kedinginan.

"Kak, ada gak orang yang bisa berhentiin waktu?" tanya Icha pada Ragil walau setengah terbata-bata. Gadis ini masih sempat saja mencari kesempatan dalam kesempitan.

"Gak ada." singkat, padat dan jelas. Tapi itu tidak langsung menggagalkan usaha Icha.

"Ya udah."

"Ha?" Ragil semakin heran dengan cewek di depannya ini, walau sakit tapi masih berusaha berbicara.

Secinta itukah lo sama gue?

"Iya. Kalau gak ada, gue mau lamar. Biar sekarang gue bisa berada di posisi ini terus." senyum tulus terpancar dari paras wajah cantik plus manis yang dimiliki Icha.

Ragil mematung memandangi Icha.

"Yang sakit bukan otak lo kan?" tanya Ragil bimbang, tapi dibalas senyuman dari Icha.

Sangat lama! Mereka terjebak di atas sudah dua puluh menitan, membuat heboh penghuni yang di bawah. Para pekerja masih berusaha untuk membenarkan mesin bianglala tersebut.

Duk...

Roboh juga pertahan Icha. Badan Icha akhirnya terjatuh dan untung berhasil ditahan oleh Ragil. Lalu Ragil mendudukkan gadis itu kembali, dan dengan hati-hati dia berpindah tempat sehingga sekarang duduknya berada di sebelah Icha.

"Ca? Natasya?" panggil Ragil mencoba menyadarkan Icha. Dia menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu.

Ya, Icha pingsan. Dia tidak bisa lagi menahan sesak yang dialaminya, ditambah lagi karena dinginnya udara saat ini. Tapi untunglah, lima menit kemudian bianglala-nya berhasil diperbaiki dan dapat berjalan lagi.

Ragil menggendong Icha yang masih pingsan menuju kursi panjang di sekitar bianglala. Dia menidurkan Icha dikursi itubdengan kepala Icha berada dipangkuannya. Dia meminta bantuan orang sekitar untuk mencarikannya minyak angin dan minum buat Icha.

"Ca?" ucapan itulah yang berulang kali dikeluarkan oleh mulut Ragil.

Ragil mengoleskan minyak angin di sekitar hidung dan kening Icha. Berharap bahwa gadis ini dapat segera bangun. Dan benar saja, tak lama kemudian Icha terbangun dari pingsannya dengan senyuman, bahkan sakitnya dapat ditutupi oleh kebahagiaannya saat ini.

Icha tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Yang pasti, ketika dia bangun, dia langsung melihat wajah tampan pria yang disukainya. Indah, bukan?

"Nih, minum." perintah Ragil pada Icha kembali dengan sikap cueknya.

"Makasih kak." senyum Icha lagi dan entah kenapa kali ini Ragil membalas senyuman itu.

Lalu? Setelah kebahagiaan pasti ada kesakitan. Begitu juga setelah senyuman yang diberi Ragil, dia langsung pergi meninggalkan Icha. Menarik, kan? Sudah diajak terbang setinggi langit, lalu dijatuhkan begitu saja. Kejam.

"Kak, gue masih sakit masa ditinggal!" jerit Icha.

Ragil membalikkan badannya, "Orang sakit gak ada yang sebahagia itu."

"Karena sakitnya ada kakak jadi gak berasa!" jerit Icha lagi dan kali ini dia benar-benar ditinggalkan.

"Untung sayang." batin Icha.

"Maunya gue gak usah pingsan tadi, jadi kan bisa ngelihat wajaj kak Ragil lebih dekatnya lamaan." gumam Icha pelan pada dirinya sendiri.

Ragil kini mencari Tiara, Raka dan Tomi. Pas sekali, di pertengahan mereka dipertemukan.

"Kak Ragil!" peluk Tiara mengejutkan Ragil, dan refleks dorongan datang dari tangan Ragil.

"Pacaran gak mesti pelukan." ucap sinis Ragil pada Tiara. Membuat Tiara terpelongo.

"Icha mana?" tanya Raka pada Ragil.

"Di dekat kursi panjang sekitar bianglala, abis pingsan."

"Pingsan?" serentak ketiga orang yang berada di hadapannya ini.

"Gimana ceritanya?" lagi-lagi pertanyaan terlontar dari Raka.

"Tanya aja sama cewek yang di sana."

"Pingsan lo tinggal? Kalau mati gimana?" sambar Tomi.

"Udah sadar." balas Ragil singkat. Tangannya menarik Tiara untuk pergi.

"Kak bentar, pasti itu asmanya kambuh." ucap Tiara mencoba untuk memberhentikan Ragil.

Ragil berhenti, "Udah disusul sama dua orang itu." tangan Ragil kembali menarik pergelangan tangan Tiara lagi.

Ragil terlihat sangat kesal. Sebenarnya bukan dia nyesal karena ngedorong Tiara, tapi dia kesal karena sikapnya yang meninggalkan Icha begitu saja dan melampiaskannya pada Tiara.

Tenang, bukan dengan kekerasan kok!

"Ca, lo gak mati kan?" heboh Tomi yang baru saja menghampiri Icha. Dia mengecek kening Icha, tapi malah di balas toyoran dari Raka.

"Kalau ngomong disaring dulu."

"Saringannya kan di rumah, gak mungkin gue bawa-bawa."



Apa itu kamu? Apa ini mimpi?
Apapun itu, aku tidak ingin pergi.
Melainkan ingin menghentikan waktu saat ini.

-Natasya Almira

Hukum Coulomb [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang