Sakit Jiwa

385 115 32
                                    

Bego sama sakit jiwa beda tipis.

•HukumCoulomb•




"Kak, diam!" perintah Icha sambil meletakkan telunjuk kanannya tepat di bibir Tomi.

"Bau." elak Tomi.

Icha menghela nafas gusar, lalu dia menurunkan tangannya dari bibir Tomi.

"Ca? Lo gak pa-pa?" tanya Raka yang sangat khawatir dengan keadaan Icha.

"Agak pusing dikit sih. Tapi bakal sembuh, asal ..." Icha sengaja menggantungkan ucapannya, membuat kedua cowok yang berada di dekatnya ini menjadi kebingung.

"Asal?" serantak Raka dan Tomi.

Terpancar tampang licik dari raut wajah Icha. Dalam hati dia bahagia, merasa bangga karena telah berhasil membuat dua cowok ini penasaran.

"Asal kak Raka sama kak Tomi ikut gue masuk ke dalam rumah hantu." lanjut Icha sumringah.

What? Obat macam apa itu?

"Ayuk!" sambut Tomi dengan antusias, sedangkan Raka agak gemetar.

Icha terpelongo. Dia mengedip-ngedipkan matanya berkali-kali, tak menyangka. Perkiraan Icha salah besar. Bukannya Tomi yang ketakutan, tapi malah Raka.

"Sifat terbalik seperti apa ini?" batin Icha.

Dia kira Tomi yang bersifat kekanak-kanakan itu sangat penakut. Dan Raka yang terlihat lebih kalem, malah Icha kira akan sangat berani. Begitulah, setiap orang pasti punya kelemahan. Memang ya, kita tidak boleh melihat orang dari luarnya saja.

Mereka kini sudah berada di depan rumah hantu. Sedangkan Ragil? Pria itu juga dihantui saat ini. Dihantui rasa bosannya menemani Tiara yang sedang memilih baju sedari tadi.

"Gelap banget Ca, kayak hati lo."

'Duarrr', ucapan Tomi sangat jleb dihati Icha. Mengapa pria ini selalu ngomongnya sesuai fakta, sih? Dan dia juga tidak pernah tahu tempat serta kondisi.

"Ngajak berantem? Ayok ayok aja! Tapi abis keluar dari sini ya, entar hantunya keenakan dapat tontonan film action gratis." oceh Icha.

Dua manusia itu memang tak pernah bisa akur. Dan saat ini tidak ada yang memberhentikan perdebatan mereka. Raka sudah tidak kuasa menengahi perdebatan yang tidak ada ujungnya ini, dia terlalu sibuk mengontrol ketakutannya.

"Aaaaaaaaaaaaaa!!!" jerit Icha histeris ketika melihat sesosok hantu yang tiba-tiba saja sudah bergelantungan di atas.

Raka menelan ludahnya dengan susah payah, dengan perlahan-lahan dia mundur lalu keluar begitu saja meninggalkan Icha dan Tomi.

"Mbak Kunti gak pusing kepalanya kayak gitu?" tanya Tomi pada hantu itu. Tampangnya tampak biasa-biasa saja.

Iya sih itu cuma orang yang menyamar menjadi hantu, tapi kenapa harus bertanya sekonyol itu? Kan kasihan orang yang sedang menyamar itu, pasti sedih karena merasa telah gagal menjadi hantu.

"Udah turun aja mbak, saya aja pusing lihatnya." sambung Tomi, dia menarik tangan Icha untuk masuk lebih dalam.

"Gue kurang serem?" tanya Mbak Kunti pada dirinya yang sudah turun ke bawah.

"Kak, lo gak takut?" tanya Icha gemetaran. Dia melihat ke belakangnya, mencari Raka.

"Loh, kak Raka mana?" heran Icha.

"Udah kabur kali." jawab Tomi enteng.

"Kabur?"

"Dia kan takut gelap." tawa Tomi. Ternyata bukan hantu yang ditakuti Raka, melainkan gelap.

"Lo takutnya apa kak?"

"Pertama sama Tuhan ya kan, kedua sama orang tua dan ketiga gue takut gak bahagia."

"Sesimple it-- Aaaa Mama!" ucapan Icha terpotong, dia menjerit karena melihat sesosok pocong yang tiba-tiba melompat ke arah mereka.

Spontan Icha bersembunyi di balik badan Tomi.

"Jangan di belakang, entar ada yang megang hayolo!" goda Tomi menambah rasa takut Icha.

"Bukan nenangin, malah makin nakutin." batin Icha.

Icha kembali pindah ke samping Tomi, mencoba melihat ekspresi pria itu. Dan hasilnya, wajah Tomi kayak orang yang gak berdosa. Datar saja.

"Gue heran lihat pocong, gak capek apa lompat-lompat? Greget gue pengen buka ikatannya." ucap Tomi.

"Apa yang di sebelah gue juga setan ya?" tanya Icha pelan pada dirinya, tapi masih bisa terdengar oleh Tomi.

"Gak ada setan seganteng gue."

"Keluar aja yuk, greget gue pengen berantam sama lo." omel Icha namun tak digubris oleh Tomi.

"Mau?" Tomi mengeluarkan uangnya, mencoba menyuap pocong yang ada di depan mereka.

Pocongnya tetap diam, mencoba profesional dengan kerjaannya. Tapi lama-lama dia gak tahan karena uang yang ditawarkan Tomi tambah lama tambah banyak.

Udah segepok saja.

"Kalau mau,lo dekat sini. Gue pengen buka ikatan dibadan lo bang pocong."

"Ha?" Icha ternganga. Apa dia gak salah dengar?

Icha tak habis pikir dengan isi otak cowok yang ada di sampingnya. Pria itu rela memberikan uangnya dengan percuma demi membuka ikatan tali pocong. Gak mikir apa, banyak orang yang mati-matian bertahan hidup karena keadaan ekonomi. Eh, dia malah menghambur-hamburkannya. Mentang-mentang 'hurang kaya!'

Dan, yes! Tomi berhasil mewujudkan keinginannya. Selama ada uang, seakan semuanya bisa terwujud.

"Bang, jalan keluar terdekat dari sini mana ya?"

Akhirnya Icha berani ngomong dengan abang-abang pocong itu karena kostumnya sudah dibuka oleh orang somplak yang bersamanya saat ini.

Mereka berhasil keluar lebih cepat karena arahan dari abang pocong  tadi.

"Aduhhh!" teriak Tomi kesakitan karena mendapatkan luncuran cubitan dari Icha.

"Lo pms?" tanya Tomi heran.

"Kan udah gue bilang, kalau udah keluar kita berantem!"

Raka yang telah bersama Ragil dan Tiara kini menyaksikan acara berantam mereka, dan cepat-cepat menghampirinya.

"Tempat umum gak boleh berantam." lerai Raka.

"Ca? Lo tadi masuk kedalam? Ga takut?" tanya Tiara, dia mengambil posisi di sebelah Icha.

"Kak Raka yang takut." sindir Icha, membuat Raka mati kutu di tempatnya.

"Gue gak bisa takut di dalam, malah nyaksiin acara komedi." sambung Icha.

"Kok? Setannya main sirkus?" tanya Raka bingung.

"Kak Tomi yang main sirkus."

"Lo kira gue badut!" teriak Tomi tak terima.

"Kalian harus tau. Masa kuntilanak yang bergelantungan disuruh turun sama nih orang, dia bilang gak takut pusing? Terus pocong dibayar demi dia nih bisa buka ikatan tali pocongnya." sebal Icha sambil menunjuk-nunjuk Tomi

Semua tertawa mendengar itu, termasuk Ragil yang daritadi kaku.

"Segitu ambyarnya hidup lo?" Raka menepuk pundak Tomi iba.

Ragil berhenti tertawa karena sadar ada lensa mata yang menyorotnya. Siapa lagi kalau bukan Natasya Almira. Icha tersenyum pada Ragil Karen mengingat momen langka dibianglala, dan Ragil mencoba cepat-cepat memalingkan wajahnya dari intaian senyum yang menggoda.

"Pulang aja yuk, entar shubuh gue mau syuting lagi." seru Ragil membuyarkan semuanya.

Ya, besok Ragil akan syuting dari shubuh sampai siang dan langsung pergi ke kampus karena jadwal kelasnya besok pas sekali siang.



Gila, tapi nyata.
Mungkin ini yang dikatakan sakit jiwa atau kepuasaan semata?

To : Tomi Aldi Ramadhan

Hukum Coulomb [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang