"Saya benci takdir, datang tanpa persetujuan."
Pagi ini, risa sedang berada di kamarnya. Gadis itu terus saja melamun, dihatinya ia memaki dirinya sendiri. Risa juga Marah pada orang tua nya, sebab itu Momynya dita meninggal.
Tok.tok.tok.
"Ris, kamu mau ikut ke mall? Bunda mau ke sana sama disa, katanya disa mau main time zone." ujar ana di balik pintu kamar risa.
"Gak" jawab Risa sekena nya.
"Yaudah, kamu jangan lupa makan ya sayang. Jangan banyak pikiran lagi, Bunda gak mau kamu sakit."
Risa tidak menjawab, Lagi-lagi ia harus menangis. Kenapa bundanya sangat kuat? Seolah-olah tidak terjadi apa-apa kemarin?
Risa melirik nakas, ia melihat bingkai foto dirinya, gama, gilang dan galuh sewaktu sma dulu. Disana keempatnya terlihat bahagia. Risa sangat merasa di lindungi waktu itu.
Risa meraih bingkai itu, foto itu saat mereka berada di fotobox dulu saat pulang sekolah. disana keempatnya terlihat konyol. Gaya pertama, keempatnya tertawa lepas. gaya kedua, Gama gilang dan galuh memeluk risa dari samping. Gaya ketiga, Gama dan gilang mencubit kedua pipi risa, sedangkan galuh mencubit hidung gadis itu. Gaya terakhir, Gama dan risa berpelukan mesra sedangan gilang dan galuh seolah-olah mereka menampilkan mimik menangis melihat itu.
Risa mengusap foto nya "Kita pernah segila ini ternyata."
Sebelum akhirnya, ponselnya berdering menandakan ada yang menelpon. Saat risa mengangkat. Ia sangat terkejut.
"APA?!"
Risa segera berlari keluar, disana ada mang sapri sedang menyeruput kopinya. "Mang! Anter risa ke rumah sakit, bunda sama disa kecelakaan!"
Mang sapri tak kalah terkejutnya, Ia segera menaiki mobil disusul oleh risa. Di sepanjang jalan risa terus menangis, ia memikirkan keadaan ana dan disa. Mang sapri sempat menceritakan bahwa ana dan disa memang pergi tanpa di antar oleh mang sapri, karena ana menolaknya dengan alasan mereka akan lama disana tanpa di tunggu oleh nya.
Risa pikir Mungkin ini semua karma untuk nya, ia telah menghancurkan kehidupan dita, dan ia merasakan sehancur-hancurnya kehidupan. Gadis itu terus saja memaki dirinya.
Sesampainya di Rumah sakit Citra indah, Risa segera menghampiri receptsionist. Mang sapri tetap di mobil, tidak ikut masuk ke dalam.
"Sus, Pasien yang bernama ibu Ana dan cladisa amanda, dimana ya?"
Suster itu malah menatap risa dengan tatapan iba, terlebih lagi melihat mata gadis itu yang memerah dan membengkak.
"Sus?"
"Ah, iya. Pasien yang bernama ibu ana dan cladisa amanda, berada di ruangan paling ujung di dekat ruang A6" ujarnya.
"Makasih sus!" risa segera berlari mencari ruangan itu.
Risa berlari sepanjang lorong rumah sakit, Matanya tidak berhenti mengeluarkan cairan bening.
Sampai saatnya, ia ber pas-pasan dengan seseorang di lorong rumah sakit, lelaki itu dibantu dengan dorongan kursi roda. Risa terkejut melihat keadaan nya. Gama? Tubuh lelaki itu sangat kurus, matanya sayu, wajahnya pucat pasi, walaupun pakai kupluk, tapi risa bisa melihat sebagian. kepalanya botak.
Mata risa melirik, Gama masih memakai kalung itu.
Risa bergetar hebat melihat gamanya dengan keadaan seperti ini, lelaki itu tersenyum. Senyum nya masih sama, senyum itu selalu menghangatkan hati risa.
"Ris, kalungnya ilang?" Tanya gama seraya tersenyum manis.
Rina hanya menatap sendu pada dua sejoli itu.
Air mata risa kembali jatuh. Risa memang melepaskan kalung itu, ia hanya menyimpan nya saja.
"Gama, lo kenapa?"
"Gama habis cek u-" perkataan rina terpotong.
"Gue gak papa."
"Dengan keadaan lo yang begini, lo masih bilang gak papa?! Hiks"
Gama menoleh ke arah rina. "Mah, Kepala gama pusing. Kita pulang ya"
Rina mengangguk lemah."Gama, jangan tinggalin gue. Lo masih inget kan sama janji lo?"
"Gue minta maaf, gue gak bisa nepatin janji gue. Ayo mah kita pulang" Rina mendorong kursi roda yang di tumpangi gama. Keduanya pergi meninggalkan risa.
Risa tidak bisa mengejarnya sekarang, ia harus melihat keadaan ana dan disa.
Sesampainya ruangan yang suster itu maksud. Risa menyeringit, terlebih ruang yang di tunjukan oleh suster itu melainkan bukan ruangan rawat inap. Tetapi
RUANG JENAZAH
Tak lama dokter dan beberapa perawat baru saja keluar, Dokter itu menyeringit melihat risa. "Ada apa Dek?"
"Sa-saya keluarga dari ibu Anantia dan cladisa amanda dok, dimana bunda dan adik saya?" ucapnya terbata-bata menahan sesak di dadanya.
Dokter dan beberapa perawat itu menatap iba kearah risa.
"Saya minta maaf, Pasien tidak bisa di selamatkan. Saya sudah berusaha dengan memberikan pelayana--" belum sempat dokter itu melanjutkan pembicaraan nya. Risa segera menerobos masuk kedalam. Disusul dokter dan perawat tadi.
Risa menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dadanya sesak. Dadanya sakit, ini seperti mimpi. Risa tidak siap menerima kenyataan yang benar-benar pahit ini, ia melihat dua mayat yang ber sampingan dengan ditutupi kain sekujur tubuhnya.
"BUNDA! DISA!"
"BUNDA DISA BANGUUUUUNN! JANGAN TINGGALIN AKU, AKU MASIH BUTUH KALIAN. AKU MOHON! AAAARRRGHHHH. JANGAN BUAT AKU JADI GILA. AKU MOHON BUNDAAA DISAAAA! KENAPA TADI RISA GAK IKUT AJA SAMA KALIAN, BIAR RISA MATI SAMA KALIAN. RISA GAK BISA HIDUP TANPA KALIAN."
"KENAPA SIH SEMUA ORANG TINGGALIN RISA?!"
"AAARGHHHH GUE BENCI TAKDIR!"
❄❄❄
KAMU SEDANG MEMBACA
GAMARISA [END]✔
Teen FictionGama dan risa manusia berbeda sifat, gama yang selengean, dan risa yang ketus. hari hari risa dipenuhi dengan kebencian pada seorang gama. Gama yang banyak di kagumi di sekolah, tapi tidak untuk risa, ia terlalu benci untuk mengagumi manusia seperti...