#43

185 8 0
                                        

Gama, lelaki itu sedang menuruni tangga dengan buru-buru, sudah dua hari yang lalu di mana risa membentak nya dengan embel-embel bahwa gama bukan siapa-siapanya.

Gama tidak marah.

Begitulah gadisnya kalau sedang emosi.

Gama memaklumi sikapnya.

Tapi gama belum sama sekali mengabari gadis itu lewat telpon atau bertemu langsung paska kejadian itu. Gama hanya ingin gadis nya tenang dulu.

Lanjut. Gama buru-buru turun dari tangga, Rina langsung bertanya melihat putranya seperti itu.

"Kamu mau kemana?"

"Ke rumah galuh, ada perlu." rina hanya ber oh ria.

"eeee ituu.." rina sedang berpikir.

"Nanti ajak yaa, siapa tuh??? Mama poho" lanjutnya.

"siapa?"

"itu looh, siapa ya??"

"Mang soleh?"

"bukan! Ini mah cewek"

"Mak edoh?"

"lain atuh ih! Yang cantik itu gama ih"

"Oooohh" gama ber oh ria, membuat mata rina berbinar.

"Nahhh, siapa?!"

"Leni kan?!" tebak gama lagi.

"Bukan! Itu mah janda komplek!" Rina mendelik sebal.

gama terbahak.

"Yang cantik yang mencraang"

"Anggia? Dia kan udah gak ada mah!"

"Pacar kamu!"

"Oh risa?" rina lupa nama calon memantunya itu, gama sangat jarang mengajak gadis itu ke rumah.

"Nah eta kasep, ajak risa ya kesini besok malem, mau ada acara barbequan.
Wawa tanto mau kesini, sakabehna pokoknya mau pada ke sini" ucap rina dengan logat sundanya.

Gama mengehla nafasnya pelan.

Bagaimana jika risa tidak mau?

"Kenapa? Kamu keberatan?"

"ah, nggak mah nanti gama ajak kok" gama tersenyum manis.

❄❄❄

Risa turun dari tangga, berniat untuk makan siang. tapi ia melihat ana sedang meminum teh hangat di meja makan dengan disa di sampingnya.

Dengan langkah hati-hati. Risa menghampiri ana dan disa.

"Bunda?" panggil risa, ana menoleh. Wajahnya pucat pasi. Apa bunda nya sakit?

"Bunda sakit?" Ana tersenyum mendengar pertanyaan putrinya itu.

Risa duduk berhadapan dengan ana, menatap iba pada bundanya. Risa semakin di selimuti oleh rasa bersalahnya. Apalagi ana sampai jatuh sakit begini dan risa baru tahu itu.

"Gak papa ris, sakit demam gak ada apa-apanya di banding sakit hati." suaranya melemah.

Hati risa terenyuh mendengarnya, ana benar-benar menyindirnya.

"Apalagi itu ulah putri bunda sendiri" lanjutnya.

"Maafin risa bun, risa kelepasan. Risa gak berniat ngomong gitu, risa lagi emosi waktu itu. Maaf" risa menunduk, rasa bersalahnya semakin bertubi-tubi.

"Kamu harus sering-sering belajar mengontrol emosi risa. Bunda takut kamu bersikap seperti kemarin pada orang yang hatinya lemah seperti bunda"

"Bunda akan merasa gagal menjadi sosok ibu kalau kamu bersikap seperti itu"

"Bunda gak gagal, tapi risa yang gagal jadi anak yang baik dan penurut untuk bunda" risa semakin menundukan kepalanya. Ia tidak tega menatap bundanya itu.

Ana tersenyum. "kamu sudah dewasa risa, Bunda sayang sama kamu. Jangan seperti bunda ini ya, jadi pengangguran dan hanya diam di rumah. Kamu harus sukses seperti ayah"

Risa tetegun. Sepertinya ana tidak berniat melupakan kejadian itu. Mungkin perkataan risa masih terngiang-ngiang di telinganya.

"Risa mau seperti bunda, Sosok ibu yang hebat" Risa menghampiri  dan memeluk bundanya.

"Bunda cepet sembuh"

"Makasih sayang"

Risa mengendurkan pelukannya "Bunda marah sama risa?"

"Bunda gak bisa marah sama putri bunda ini, Maafin bunda ya udah nampar kamu." Risa hanya mengangguk lalu memeluk ana lagi.

Disa mengerucutkan bibirnya melihat pemandangan itu "Disa gak di ajak in pekukan nih?!" disa merajuk, tangan nya pun ia lipat di dada.

Risa menoleh "Gak, lo bau!"

"AAA BUNDA!" rengek disa

Risa dan ana tertawa geli.

❄❄❄

Aku punya kabar baik buat yang suka baca gamarisa aja sih hahah,
Bentar lagi aku mau update sampe end! Sekarang lagi masa perbaikan dulu hehe.

Jangan bosen bosen yaa di ingetin vote dan komen! Haha♥♥♥

Terimakasihh

GAMARISA [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang