CALANTHA -52-

592 22 0
                                    

Leonardo Gavariel sedang ditatap dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh adiknya sendiri.

Di satu sisi Caca sangat merindukan kakaknya, tapi ia juga tidak mau terlihat terlalu merindukan pria itu.

Caca mau, kakaknya mengatakan lebih dulu bahwa pria itu merindukannya.

Tapi, sayangnya yang namanya laki-laki mana tahu hal seperti itu.

"Ca, gue udah ijin sama Mr. Nuel, lo boleh ambil tas lo sekarang terus ikut gue."

kalimat itu keluar dari mulut Iel tanpa basa basi, membuat Caca menatap kakaknya dengan bingung.

Pertama, untuk apa Iel datang kesekolah, kedua, kenapa Iel harus membuat izin, ketiga kenapa ia harus mengambil tasnya dan keempat, kenapa ia harus mau ikut dengan Iel--yang bahkan entah kemana.

Tapi tentu saja ia tidak akan bertanya sebanyak itu, ingat jika Caca marah ia akan berpura-pura cuek. "kenapa?"

"papa sakit, jantungnya kumat. Papa kangen sama lo."

Wajah Caca merah padam karena ucapan kakaknya, "no, Caca masih sekolah, besok atau besok lagi bisa."

Helaan napas terdengar dari pria itu, ia lelah melihat kelakuan adiknya, "Ca.. Papa sakit,"

"tapi papa jahat sama Caca." mata Caca kini sudah berkaca-kaca. Air matanya susah payah ia tahan agar tidak menetes. Malu kalau ia harus menangis didepan kepala sekolahnya.

"dia sayang sama lo, Ca. Gue kaget waktu itu, sama kaya papa, lo juga tahu kalau dia emang emosional."

kepala gadis itu didongakkan keatas, sekali lagi, ia menahan airmatanya  "no, papa jahat. Waktu itu Caca takut banget, Caca beneran takut."

"dia kaya gitu karena sayang sama lo, percaya sama gue. Cuma lo yang di sebut papa waktu nggak sadar, bukan gue."

Senyum getir berusaha Caca tampilkan, tapi malah airmatanya yang jatuh. Bohong jika ia tidak khawatir, bohong juga jika ia tidak merindukan ayahnya. Caca sangat merindukan Marchell, tapi hatinya masih terluka, ia tidak mau merasakan sakit itu lagi.

"Caca nggak bisa. Caca harus sekolah."

"tapi kamu diijinkan untuk pulang, Calantha," kata Mr. Nuel untuk meyakinkan Caca.

"Caca mau sekolah."

Kali ini Mr. Nuel yang menghela napas panjang melihat kelakuan anak didiknya, "Calantha, kamu juga pernah menyakiti papamu, dan dia memaafkan mu. Dia sedang membutuhkan kamu, Calantha."

Kepalanya digerakkan dengan lemah, lalu gadis itu membalas, "Caca nggak mau."

Bertepatan dengan itu bel istirahat berbunyi, gadis itu segera berdiri lalu kakinya diarahkan keluar ruangan. Tentu saja sebelum itu ia berpamitan, "Caca mau istirahat, laper."

Gadis itu berjalan dengan cepat tanpa memperhatikan sekitarnya, ia berkutat dengan pikirannya sampai tidak menyadari bahwa Alex baru saja berpapasan dengannya. Tentu saja pria itu memberinya tatapan bingung.

Sebenarnya Alex ingin menghentikan gadis itu untuk sekedar menanyakan keadaannya--yang terlihat sangat tidak baik dengan wajah merah menahan tangis-- tapi, untuk apa?

Pria melanjutkan langkahnya, setelah beberapa langkah semuanya menjadi lebih jelas karena ia menemukan keberadaan Iel, mungkin pria itu mengajak Caca pulang hingga ia menangis, mungkin saja.

"ngapain?" tanya Alex untuk berbasa-basi ketika ia melihat Iel. Sungguh basa basi yang tidak biasa.

Pria itu menatapnya sekilas kemudian segera menjelaskan tentang apa yang barusan terjadi.

"oh."

Satu kata yang keluar dari mulut Alex tentu saja membuat Iel menatapnya tidak percaya.

"cuma gitu? Lo nggak ada saran?"

Alex mengangkat bahunya acuh lalu berkata, "belum tau mau gimana."

Iel menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, setelah itu mengacak rambutnya dan pergi begitu saja.

Sedangkan Alex? Pria itu melangkahkan kakinya ke ruang guru, dan menemui wali kelasnya.

"Mr. Andrew,"

Tentu saja Mr. Andrew-- wali kelasnya langsung menoleh, Alexander Reeham hanya menemuinya untuk urusan penting.

"Aku ingin pulang."

Pria itu menaikan sebelah alisnya, wajahnya menyiratkan sedikit kekhawatiran. "but why? Kamu masih sakit? Seharusnya kamu beristirahat, kamu masih pucat."

"sorry."

Tentu saja tidak akan sulit untuk Alex mendapatkan surat izinnya, sakit? Ia baik-baik saja. Hanya saja ada urusan yang lebih penting.

kakinya bergerak menuju kebun belakang tepat setelah Mr. Andrew memberinya surat izin.

Dan benar saja, Caca duduk sendirian disana, tanpa makanan di jam istirahat. Sangat tidak wajar.

"Ayo pulang."

Gadis itu segera mendongakkan wajahnya ketika mendengar suara Alex.

"ngapain?" tanya Caca dengan polos. Gadis itu berusaha menyembunyikan wajah merahnya--yang tentu saja sudah dilihat oleh Alex.

"bokap lo sakit." kata Alex tanpa sedikitpun ekspresi diwajahnya.

"Caca.. Takut.."

Alex mendesah pelan, berapa kali ia sudah mengatakan ayo pulang ke gadis ini. Dan ia selalu ditolak mentah-mentah dengan alasan yang sama Caca takut. Sungguh membosankan.

"nggak berguna juga lo takut."

Caca menatapnya nanar, dan Alex menyadari bahwa kalimatnya barusan memperburuk suasana.

"maksud gue, nggak usah takut, ada gue."

Baru beberapa detik Alex langsung merutuki kalimatnya, bego dari mana belajar ngomong kaya gtu sih.

Tentu saja mata Caca langsung berbinar ketika mendengar Alex mengatakan itu, "Alex mau nemenin Caca?"

Hanya gumaman kecil yang keluar dari mulut Alex sebagai jawaban, tapi membuat Caca merasa begitu senang, sampai ia sedikit melupakan bahwa Alex baru saja mengajaknya ke rumah Marchell.

"ijin pulang demi Caca?"

Alex tidak menghiraukan pertanyaan gadis itu. "ayo."

"ayo?"

"Lo jadi mau gue temenin nggak sih? Kalau enggak biar diseret kakak lo pulang."

Alex baru saja memarahinya, dan dengan segala kebodohan yang ia miliki, Caca tertawa. Caca menertawakan Alex yang memarahinya.

"Lo?!"

"Caca?" tanya gadis itu dengan nada yang dimirip-miripkan dengan Alex, membuat pria itu semakin emosi.

"terserah, gue tinggal."

Caca sekali lagi menertawakan pria itu, entah kenapa tapi menurutnya Alex menggemaskan.

Bahkan tanpa sadar, Caca berhenti menangis, karena Alex.

=C=

littlerain, 15 05 20

CALANTHA [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang