"Ca! Ayo dong. Masa Lo nggak dateng ke ultah Alex? lagian cuma masalah kecil. Ayolah Ca, Lo ngapain coba nanti dirumah?"
Perkataan Lisa sama sekali tidak dihiraukan oleh Caca, kepala gadis itu masih ditelungkupkan diatas meja. Tidak ada niat sedikitpun untuk membalas perkataan Lisa.
"Pokoknya, gue nggak bakal ngasih hadiah lo, kalau lo nggak dateng, titik."
Kepalanya didongakkan sedikit, menunjukan matanya yang bengkak karena terlalu banyak menangis.
"Please.. 20.00 USD Caca akan sia-sia," kata Caca dengan suara yang serak.
"makanya, lo dateng deh Ca, kasihan Alex. masa lo nggak dateng."
Caca tersenyum miris. Kasihan? Bahkan mungkin Alex tidak pernah berharap Caca hadir dalam kehidupannya. Bukankah akan lebih kasihan jika Caca datang dan mengacaukan segalanya?
"Dia belum tentu mau Caca dateng, Lis." kepalanya kembali telungkupkan.
"Ca, berarti belum tentu dia nggak pengen lo dateng, kan?"
Caca menggeleng, tidak mungkin Alex menunggunya, tidak sekarang atau kapanpun. Mungkin saja, nanti malam pria itu akan membawa Annette disebelahnya, seperti kemarin. Menganggap Caca tidak ada.
.
.
."Ada masalah Lo?" pertanyaan itu dilontarkan oleh Garridan dan hanya dibalas gelengan oleh Alex.
Tidak penting untuk memberi tahu Garridan, Aksan, Ken atau bahkan orang tuanya. Mereka belum tentu benar-benar peduli.
"Lex, Lo sakit lagi? Agak pucet muka lo."
"gue nggak gampang sakit," sergah Alex menyangkal tuduhan Garridan. Ia benar-benar tidak sakit.
Maksudnya, raganya jelas tidak sakit.
tapi, entah dengan hatinya. Ia hanya merasa kacau hari ini."Lo kenapa, sih? kusut banget."
Tidak ada tanggapan dari Alex, ia mencoba memfokuskan dirinya membaca untaian kalimat dalam buku biologinya.
Tentu saja tidak berguna, gadis itu--dan bibirnya. Berputar dalam kepala Alex. Sialan memang.
Lamunannya terbuyar ketika kursi di hadapannya ditarik dengan pelan, menimbulkan suara deritan yang semakin memecah konsentrasinya.
"Happy birthday, happy valentine juga. Hadiah dari aku buat kamu nyusul ya, nanti malem aja."
Alex menyunggingkan senyum tipis tanpa berniat mengalihkan pandangan dari buku--yang bahkan sama sekali tidak ia baca. Ia hanya tidak tahu harus berekspresi seperti apa.
"kamu ada masalah?" Annette menatap manik mata pria itu dalam, siapapun akan kalut dalam tatapannya.
"Gue kelihatan kaya pembawa masalah?" kata-kata itu dilontarkan Alex dengan ketus, membuat Annette menatapnya bingung.
"belum bilang ke Calantha?" tebak Annette.
Tangan pria itu terangkat mengacak rambutnya frustrasi, "I just messed up everything."
"tapi,"
"you don't need to remind me. Gue juga tahu kalau gue harus bilang ke dia secepatnya. Cuma belum ada waktu aja. Gue juga mau cepet selesaiin ini, Nette."
Alex tidak sadar jika suaranya mulai meninggi dan seisi kelas mulai menatapnya. Pria itu menghela napas pelan. Emosinya tidak stabil dan Alex membenci hal ini.
"kita lanjutin nanti malem."
Kepala gadis itu dianggukan singkat, lalu ia berkata, "semoga Calantha datang nanti malem. Dia harus dan butuh tahu semuanya."
Garridan menatap kepergian Annette, lalu tatapannya beralih pada Alex. Sahabatnya terlihat kacau, dan itu adalah hal yang sangat tidak wajar.
"Lo," ucapan Garridan tertahan. Dia ingin menanyakan seberapa rumit masalahnya dengan Caca, namun ia yakin Alex tidak akan menjawab pertanyaannya.
"gue longgar, kalau lo mau cerita silahkan aja."
Alex tidak menanggapi, ia beridiri dan meninggalkan Garridan. Satu-satunya hal yang paling ia benci adalah dikasihani.
##
Halaman rumah Alex sengaja dihias dengan nuansa minimalis. Ia sudah berkali-kali menolak acara perayaan ulang tahunnya, namun ibunya terus memaksa.
Beberapa temannya sudah mulai memenuhi halaman rumahnya, tapi gadis itu masih saja belum datang.
"Where's Calantha?" pertanyaan Clarrisa membuat Alex terbuyar dari Lamunannya.
"Mungkin terlambat."
Ya, terlambat adalah satu-satunya harapan Alex. Ia harap gadis itu terlambat. Hanya terlambat. Tidak masalah sepuluh, dua puluh bahkan seratus dua puluh menit. yang penting gadis itu menunjukan dirinya malam ini.
Tentu saja bukan karena Alex merindukannya. Merindukan Calantha adalah satu-satunya hal yang tidak pernah dipikirkan oleh Alex.
Ia harus bertemu dengan gadis itu karena semua kesalahpahaman diantara mereka harus segera diselesaikan. Alex harus menyelesaikannya hari ini, sebelum--
"Lex, hadiah dari aku."
"Lex, titipan dari Caca."
Kedua suara itu saling menimpa, membuat Alex menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.
Sedangkan kedua gadis itu saling menatap tajam karena mereka membawa hadiah yang sama.
Lisa memajukan tangannya, menyodorkan hadiah Caca lebih dekat dengan Alex sambil melirik Annette dengan sinis. Sekali lagi, gadis itu berkata, "Titipan dari Caca."
Alex mengambil paperbag di tangannya lebih dulu, membuat Lisa menghembuskan napasnya lega.
Ia tidak langsung beranjak karena ingin melihat apakah hadiah Annette diterima atau tidak. tapi, tatapan pria itu seakan mengusirnya.
"thanks."
Mau tidak mau, Lisa beranjak dari hadapan Alex, menyisakan pria itu dan Annette di pojok ruangan.
"Calantha dan aku memilih hadiah yang sama, mungkin jam itu memang sangat cocok buat kamu," kata Annette sambil menyodorkan hadiahnya.
"Terlalu mahal buat sekedar hadiah ulang tahun." pria itu menolak halus, dan Annette memahaminya.
"tapi kamu mengambil punya Calantha."
Alex tidak menanggapi pertanyaan gadis itu. "Dia nggak dateng."
Tanpa Alex beri tahu, Annette juga sudah tahu bahwa Calantha tidak datang dari penuturan Lisa. "you will not announce it?"
Alex mengangkat sebelah alisnya, "Cuma dia yang perlu tahu. Kalau dia nggak datang, yang lain juga nggak perlu tahu."
Annette memandang pria itu dengan tatapan kecewa, ia mau semua orang mendengar apa yang seharusnya dikatakan pria itu malam ini.
Seandainya Caca datang, semuanya akan berbeda.
=C=
littlerain, 22 05 20
KAMU SEDANG MEMBACA
CALANTHA [completed]
Teen Fiction[a love story of Calantha Aldenate and Alexander Reeham Soedtandyo] Sometimes love will drive you crazy, do something you can't believe, and make you look like the most stupid people in this universe Calantha means bloom, kamu pernah dengar bunga-b...