Lisa menatap temannya yang mengaduk-ngaduk makanan tanpa minat.
"Lo pucet, kurus kaya mayat, nggak pernah makan. Kenapa sih Ca?"
Gadis itu hanya menggeleng, "Diet, kemarin kegendutan."
Sherina terkejut hingga tersedak kuah baksonya. "Lo aneh banget Ca, kurus kerempeng gitu gendut apanya sih? lo mau jadi tengkorak?"
Ia diam, tidak lagi menanggapi ucapan teman-temannya.
Sudah beberapa hari ia kehilangan napsu makan, tubuhnya merasa semua makanan itu terasa tidak enak. Ia juga jadi sangat malas kesekolah atau bahkan beraktivitas.
"Lo nggak usah gengsi deh Ca, kalau kangen Alex bilang aja," kata Sherina dengan alis yang dinaik-naikan.
Tapi Sherina tidak bercanda, ia merasa perubahan Caca ada hubungannya dengan Alex. Empat hari terhitung sejak ulang tahun pria itu dan Caca semakin berubah, menjadi lebih aneh.
"Caca nggak kangen, lagi jelek aja moodnya, udah Dibilang caca gendut." gadis itu berkata sambil meletakkan sendok makannya, lalu menatap sekeliling kantin.
Pandangannya terjatuh pada meja yang berada didekat stand batagor, biasanya Alex aka duduk bersama teman-temannya di meja itu.
Tapi sudah empat hari, pria itu sama sekali tidak terlihat.
"Alex udah nggak pernah kelihatan ya Ca?" pertanyaan Lisa sengaja dilontarkan untuk menebak gadis itu.
Dan tentu saja caca mengangguk. "iya, kemana ya?" ucapnya tanpa sadar.
Lisa terkekeh kecil melihat kelakuan sahabatnya, mau tapi malu, Caca dam Alex memang sama saja, selalu mengutamakan gengsi.
"Lo sadar nggak Ca?" Sherina menyikut pelan gadis itu, membuat Caca terperanjat.
"hah apa?"
"Lo barusan nyariin Alex."
Caca menggeleng kuat-kuat. "enggak kok, Caca nggak nayri." ia menghela napas lalu melanjutkan, "buat apa nyari pengecut kaya dia. Bahkan dia nggak nyari Caca dan malah menghindar."
Sherina dan Lisa saling menatap. "kok lo yakin dia menghindar, bukan lo yang menghindar?"
Caca menatap kedua sahabatnya dengan sinis, "kok kalian nyalain Caca?"
"bukan gitu ca, cuma Lo emang menghindar dari dia, kan? Bahkan Lo lari kalau ada Annette, sembunyi kalau ada Garridan, Aksan, Ken, Gio sama Rebecca."
Kepala Lisa dianggukkan, menyetujui ucapan Sherina, "lo ngehindarin semua yang berkaitan sama Alex."
"Caca nggak menghindar! Udah, ah kalau makannya udah selesai ayo Balik."
Kedua temannya hanya menghela napas pelan, mereka akhirnya menuruti keinginan Caca.
##
"Calantha masih belum tahu?"
"hmm," Alex berdeham menjawab ibunya via telepon.
"tadi mama pergi kesekolah kamu. Dia terlihat lebih kurus, pucat, dan tidak terawat. Apa kamu tidak kasihan?"
Alex mengerutkan keningnya, "kasihan?"
Lalu Clarrisa meralat ucapannya, "maksud mama, kamu tidak khawatir?"
"biasa saja."
Clarrisa menghela napasnya pelan, "kamu terlalu keras kepala sperti papa. Kamu tidak tahu rasanya kehilangan-- tut tut tut"
Alex mematikan sambungan telepon ya secara sepihak.
Ibunya salah, salah besar jika ia mengatakan Alex tidak pernah kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya.
Kenyataannya adalah Alex menjadi seperti ini karena ia takut terlalu menyayangi lalu harus melepaskan. Ia takut kembali kehilangan. Ia takut dirinya kembali terluka lalu tidak bisa mengobatinya.
Alex tidak melakukan semua ini tanpa sebab. Ia hanya belajar dari kesalahannya.
Drt Drt
Ponselnya kembali berdering, kali ini dari Annette.
Pria itu segela memencet tombol hijau pada layar Ponselnya.
"are you OK?"
"hmm"
"apa semuanya lancar?"
"ya."
Gadis itu menghela napas mendengar jawaban Alex, "aku nggak bisa memberi tahu Calantha, dia selalu menghindar."
"oh."
Annette kemudian berkata, "mungkin dia juga berpikir kamu menghindarinya, kamu tiba-tiba menghilang tidak memberinya kabar apapun, dan Calantha tidak pernah bisa menemukanmu disekolah."
Alex mengerutkan dahinya, "pertama, gue nggak ngehindarin siapapun, gue memang harus disini. Kedua, gue nggak perlu ngasih kabar kedua karena..." Alex kehilangan kata-katanya.
Ia bisa saja mengucapkan, dia bukan siapa siapa gue tapi kenyataannya Caca masih tuanangannya.
Pria itu melanjutkan ucapannya tanpa membahas poin kedua, "ketiga, dia nggak nemuin gue karena dia nggak pernah mencari."
Ia mendengar Annette tertawa dari seberang telepon. "kamu terdengar seperti berharap dia mencari kamu Alex."
Alex segera membantah ucapan gadis itu, "no, I'm not gue nggak peduli."
"oke, terserah kamu peduli atau enggak, tapi dia mencari kamu, setiap jam istirahat. Melihat ke arah meja kamu sampai dia tidak pernah makan."
Alex diam, ia mendengar Annette kembali melanjutkan ucapannya. "dia terlihat sangat kurus, pucat dan.."
Alex menghela napasnya, "Lo bukan mata-matanya. Kenapa semua orang kasian sama dia? Mama juga bilang kalau dia kurus, pucat, tidak punya semangat hidup. Berhenti bikin dia kelihatan menderita karena gue. Gue nggak peduli juga, nggak usah kasih tahu gue"
Lagi, Annette mentertawakan pria itu. "kamu terdengar sangat khawatir,"
Alex menghela napasnya, ia tidak khawatir. Gadis itu pasti baik-baik saja. Ia punya banyak teman, banyak pelayan, dan banyak uang. Ia tidak akan kelaparan.
Tidak ada suara yang terdengar dari Ponselnya membuat Alex mengecek sambungan teleponnya. Masih menyala, Annette hanya diam.
"kalau lo nggak mau ngomong gue matiin."
Mendengar itu Annette segera bersuara "kamu pulang besok?"
Pria itu bergumam singkat sebagai jawaban.
Lalu Annette kembali bertanya, "kamu bakal ngehindarin Calantha?"
Pria itu mengacak rambutnya frustrasi. "gue nggak ngehindarin siapapun."
Annette tertawa, untuk kesekian kalinya. Entah bagian mana yang lucu dari ucapannya. "kalau begitu kamu akan mencarinya?"
Alex diam, tentu saja tidak. Ia tidak akan mencari keberadaan gadis itu karena ia tidak peduli, lagi pula mereka akan kembali bertengkar jika bertemu. Jadi tidak, Alex tidak akan mencari ataupun menghindarinya.
=C=
littlerain 24 05 20
KAMU SEDANG MEMBACA
CALANTHA [completed]
Teen Fiction[a love story of Calantha Aldenate and Alexander Reeham Soedtandyo] Sometimes love will drive you crazy, do something you can't believe, and make you look like the most stupid people in this universe Calantha means bloom, kamu pernah dengar bunga-b...