CALANTHA -62-

765 25 8
                                    

Margareth memandang gadis yang sedang tengkurap sambil menonton drama korea di ponselnya dengan miris.

"Kamu harus makan, Calantha."

Gadis itu menggeleng pelan, tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya. "Caca nggak lapar bibi Margareth."

"Bukan masalah lapar atau tidak, tubuh kamu butuh energi untuk terus merindukan dan memikirkannya. Kamu harus tahu jika merindukan seseorang membutuhkan banyak tenaga."

Tayangan drama korea yang terputar segera berhenti karena caca baru saja menekan tombol jeda.

Mata gadis itu menatap sinis ke arah Margareth.

"Caca nggak kangen Alex."

Margareth menertawakan gadis kecil yang terlihat sangat galak di hadapannya, "Apa aku mengatakan Alex? kamu jadi terdengar seperti sangat merindukannya."

Awalnya caca menggeleng kuat-kuat. Tapi lama lama gerakan kepala gadis itu melemah, kepalanya tertunduk.

"Keliatan banget ya?" tanyanya dengan suara kecil, tentu saja Caca sangat malu kalau harus mengakui ia merindukan Alex setelah bersikeras menghindari pria itu.

Margareth mengangguk walau gadis di hadapnnya tidak melihat ke arahnya, "Ya, sangat terlihat. Kamu terlihat frustrasi karena merindukan seorang pria."

Caca diam dan Margareth melanjutkan ucapannya, "Kalau kamu memang merindukannya, kenapa tidak mencoba menemuinya?"

Ia menggeleng pelan, "Alex juga ngehindarin Caca."

lalu melanjutkan, "Tapi Caca masih marah ama Alex, dia ngatain Caca kaya anak kecil, marahin Caca, padahal dia nggak lebih baik dari Caca. Alex juga jahat sama Caca."

Margareth mengusap rambut gadis yang sudah ia besarkan selama hampir tujuh belas tahun, "Apa rasa marah mu lebih besar dari rasa rindumu?"

Caca menggeleng kecil.

"Kalau begitu temui dia, semua orang pernah melakukan kesalahan, kamu juga pernah Calantha, mungkin Alex memiliki masalah lain yang belum pernah kamu ketahui. Permukaan air yang terlihat tenang bukan berarti tidak bergemuruh didalam."

Kepalanya ia tundukan dalam-dalam. Mungkin ia memang harus segera berdamai dengan Alex.

"Tapi bibi Margareth, gimana kalau Alex ngehindarin Caca?"

"Perasaanku mengatakan kalian saling merindukan, tapi, jika dia benar-benar menghindarimu, kamu bisa mengejarnya, bukan begitu?"

"jadi, Caca harus nyari Alex duluan?"

Margareth mengangguk sambil tersenyum tulus, "Tentu saja iya, bukankah kamu sangat merindukannya? Terkadang kamu harus sedikit berkorban demi cinta, Calantha."

Kepalanya kembali bergerak secara vertikal, Bibi Margareth benar, ia tidak boleh egois. Lagi pula ia tidak bisa lebih lama lagi menahan rasa rindunya.

Siapapun Dilan, dia benar. Menurut Caca rindu memang lebih berat dari ulangan fisika.

Besok, ia bertekad akan mencari Alex terlebih dulu.

##

Caca sudah tidak terlihat pucat, gadis itu malah sangat bersemangat hari ini. Tadi ia melihat Alex berada didepan ruang guru.

Sayangnya, pria itu terlebih dulu masuk kedalam ruangan itu bersama dengan Mr. Andrew.

Bisa saja Caca memilih untuk menunggu, ia tidak keberatan sama sekali. Masalahnya, bel istirahat baru saja berakhir, dan Ma'am Artha, menyuruhnya untuk segera masuk kedalam kelas.

CALANTHA [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang