"Hai! Alex udah suka sama Caca belum?"
Alex menghembuskan nafasnya kasar. Ini gila, sudah lebih dari satu minggu gadis itu terus mengejar dirinya, menjadi bayangan hidup yang lebih seperti parasit karena sangat mengganggu.
Awalnya Alex memang mencoba untuk menghindar, tapi rasanya percuma saja. Gadis itu selalu dapat menemukanya. Jadi, sekarang ia lebih memilih untuk berpura-pura tidak melihat dan tidak mendengar gadis gila itu.
"Ca, lo nggak bosen tiap hari nanya kaya gitu? Gue, Lisa, Garridan sama Aksan juga bosen dengernya. Apa lagi Alex,"
Gadis itu menggeleng kuat. "Enggak, kalau kalian bosen suruh aja Alex jawab 'udah' nanti Caca berhenti,"
Alex mengerutkan kening, mendengar ucapan Caca. Jadi ia hanya perlu mengucapkan kata udah? Sangat mudah ternyata. "udah,"
Semua orang menatap Alex tidak percaya. Tentu saja termasuk Caca. Gadis itu tidak menyangka bahwa pesonanya begitu kuat sehingga bisa menaklukkan Alexander Rehaam dalam waktu satu minggu. "udah suka?"
"gue udah capek sama tingkah lo yang nggak masuk akal, malu-maluin dan nggak punya harga diri," ucapan Alex membuat semua orang yang mendengarnya meringis, kecuali Caca. Gadis itu menutup telinganya rapat-rapat.
"Bodo amat, Caca nggak denger nggak peduli juga,"
Alex meletakkan sendok makannya, pria itu pergi meninggalkan kantin. Lagi lagi ia tidak dapat menikmati makan siangnya.
"Le! Tungguin,"
Tentu saja Alex tidak berhenti, ia malah mempercepat langkahnya. Membuat Caca harus berlari untuk menghadangnya. Kadang jika dilihat-lihat mereka seperti bermain kejar-kejadian dan terlihat sangat lucu. Tapi tentu saja Alex tidak merasa begitu.
"nanti malem kamu ke bandarakan?"
Pria itu bergumam singkat sebagai jawaban. "Caca ikut ya.. Jemput aja jam lima, nanti Caca siap-siap,"
Alex diam, tapi bukanlah diam juga jawaban? Selama ini Caca berpikir begitu.
"Le sampe kapan sih mau diemin Caca?"
"Lele lele lele,"
"Alex," pria itu berhenti. Ia bahkan menoleh. Tentu saja karena yang memanggilnya bukan Caca melainkan Rebecca--yang pasti bersama dengan Jenice disebelahnya.
Caca melihat pria itu menaikkan alisnya.
"Aku sama Gio mau cariin dia apartemen. Dia mau kamu ikut juga. Rencananya kita mau cari nanti--"
Ucapan Rebecca terpotong karena Alex sudah terlebih dahulu menyelanya."nggak bisa, nanti malem gue ada acara," Alex berujar sambil mengalihkan pandangannya pada Caca. "nanti gue jemput, jangan telat."
Gadis itu berjingkrak senang dan menjukurkan lidahnya. Setidaknya ia tidak kalah dengan Rebecca kali ini. Tapi disaat yang sama Caca juga semakin penasaran. Sebenarnya siapa Dia yang mereka bahas. Kenapa orang itu berputar-putar dalam kehidupan Alex.
##
Caca memaksa Lisa untuk memilihkan outfit terbaiknya hari ini. Ya meskipun tidak secara langsung, Video call sudah cukup.
"Ca, gue bilang berapa kali juga nggak percaya,"
Caca dapat mendengar Lisa menggeram dari seberang telepon, tapi ia tidak peduli.
"Lisa bagus yang mana? Dior-" Caca menghentikan ucapannya ketika melihat teman laknatnya itu sudah memutuskan sambungan telepon.
Gadis itu melirik jam, dan tentu saja keterkejutan menimpanya bukan main. "Jam lima? Tuhan. Caca ngapain aja," ia merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia tidak melihat jam.
Caca menyambar outfit pilihan Lisa. Jumpsuit berrybenka kesayanganya. Untung saja, ketika ia turun mobil Alex baru sampai didepan rumahnya.
"hai, Caca cantik nggak?" bisa di pastikan tidak akan ada respon dari pria itu, tapi apa salahnya mencoba. "Le?"
"nanti kamu bakal pura-pura baik lagi kan?"
"Lele, Caca nggak suka ngobrol sendiri." Caca segera merasakan kejanggalan dalam kalimatnya. Ngobrol kok sendiri? "I mean, Caca nggak suka ber monolog."
"Lele, nggak jawab terus. Caca bikin ribut ya?"
"Lele? Yuhu.. Tahu nggak tadi Caca--"
Alex menghela napasnya pasrah, gadis di sebelahnya ini memang tidak tahu di untung. Masih baik ia mau menjemputnya. "lo nggak diem gue turunin."
"le.." baru saja Caca akan melanjutkan ucapannya Alex malah meminggirkan mobilnya. "nggak jadi deh maaf." tentu saja Caca takut diturunkan di tengah jalan.
Caca memutar otaknya, ia tidak suka keadaan canggung seperti saat ini, "Le, Caca beneran nanya nih ya, jangan di turunin."
"kata Rebecca, Caca--emm, ngerusak? Kebahagiaan Alex. Maksudnya.. Gimana ya, duh Caca juga bingung. Tapi Caca kepikiran." Gadis itu menghentikan ucapannya karena dia sendiri bingung dengan apa yang ia lakukan. "intinya, Rebecca bilang, 'kamu nggak seharusnya ada di hidup Alex' alay banget sih emang, tapi Caca nggak tau gimana ngomongnya,"
Caca menarik napas untuk menjernihkn otaknya. Ia harus berbicara dengan benar. "intinya, Caca nyusahin Alex ya?"
"iya."
Caca tertegun. Gila. Apakah pria itu selalu bicara tanpa berpikir? Setidaknya ia tidak perlu bicara sejujur itu. "Tau nggak sih, Caca kesel banget dengernya. Caca juga kesel kalo Alex pura-pura budeg. Tapi pas Caca pikir-pikir, terserah Alex juga mau gimana sama Caca. Lagian, Caca dijual sama orangtua Caca dan kamu--sama orangtua kamu yang beli."
"I'm yours, iyakan? Sebagai.. Benda? Suka-suka kamu sih. Tapi Caca nggak bisa dan nggak mau dikembaliin. Kalau kamu risih, terganggu, atau mikir Caca nyusahin, Caca nggak peduli, 'barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan lagi'"
Alex tetap diam. Tidak menjawab ucapan gadis aneh itu meskipun ia mendengarkan. Menurutnya gadis itu benar-benar bodoh.
Pertama, orang tuanya tidak pernah menjualnya. Ini kesepakatan bisnis dan ia terlalu egois jika berpikir ia dijual. Dan kedua, Alexander Reeham tidak akan membeli sesuatu yang begitu tidak penting--bahkan menyusahkan seperti gadis itu. Ia tidak membeli apapun.
=C=
littlerain, 19 04 20
KAMU SEDANG MEMBACA
CALANTHA [completed]
Teen Fiction[a love story of Calantha Aldenate and Alexander Reeham Soedtandyo] Sometimes love will drive you crazy, do something you can't believe, and make you look like the most stupid people in this universe Calantha means bloom, kamu pernah dengar bunga-b...