CALANTHA -50-

657 28 1
                                    

"gue anter pulang, udah malem"

Caca dan Clarissa menengok ke sumber suara yang mengintrupsi percakapan mereka.

"nggak usah, kamu masih sakit le," tolak Caca sambil menatap tepat di manik mata pria itu.

"udah malem, lo harus pulang." pria itu melangkah mengambil kunci mobil lalu berjalan mendekatinya.

"nggak usah ada supir."

Sebenarnya Caca juga mau diantar pulang oleh pia itu, sangat amat sulit untuk menolak tawarannya. Tapi, saat ini Alex sedang sakit, seharusnya ia beristirahat diatas kasurnya.

"Calantha benar, kita memiliki banyak supir, Alex. Kamu lebih baik beristira--"

Tapi pria itu begitu keras kepala, ia bahkan tidak menghiraukan ibunya.

"I'm fine, gue anterin sekarang, Calantha."

Caca menatap was-was ke arah Clarissa, ia jadi merasa sangat tidak enak.

"Dia tidak akan kembali ke kamarnya, pulanglah Calantha. Anakku yang sangat keras kepala tidak akan mendengarkan siapapun."

Alex yang mendengar ucapan ibunya hanya mengangkat bahu acuh, setelah itu ia keluar diikuti dengan Caca yang mengkor di belakangnya.
.
.

"Kak Annette udah pulang ya?"

Caca bertanya karena ia sedikit penasaran apakah Alex juga mengantarkan Annette pulang, atau gadis itu pulang dengan supirnya.

"udah dari tadi."

Caca bergumam singkat. Hari ini ia akan berbicara seirit mungkin. Jangan berpikir ia marah pada Alex karena itu sangat tidak benar. Caca diam hanya karena takut suaranya mengganggu dan membuat pria itu semakin pusing.

"Udah makan?" tanya pria itu memecah keheningan diantara mereka.

"udah sama mama."

"gue belum, ayo makan dulu." sebenarnya Alex berbohong, ia tidak napsu makan, tapi pria itu juga tahu bahwa Caca belum makan. Clarissa adalah orang yang sangat jarang makan malam, dan buruknya ia sering melupakan bahwa orang normal butuh makan malam.

"drive thru gimana?" tanya alex

Caca menolehkan kepalanya lalu menjawab, "terserah kamu, kalau capek Caca bisa masakin kamu."

"kita beli aja." balas Alex, masih sambil fokus dengan setir kemudinya.

Pria itu menolak bukan karena masakan Caca tidak enak, ia hanya ingin sesuatu yang lebih cepat.

"..."

Keheningan kembali menyelimuti mereka, hingga Caca menggeser sedikit posisi duduknya menyerang ke arah pria itu.

"Alex maaf ya, Caca nggak berniat bikin kamu sakit."

Caca dapat melihat Alis kanan pria itu baru saja dinaikan. "gue cuma demam."

"tapi pucet." kata Caca sarat akan kekhawatiran.

"udah enggak ca."

"tapi.."

Alex menghela napasnya pelan lalu menyela ucapan Caca. "I'm fine, gue cuma kecapean."

"tapi kecapean karena Caca."

"..." tidak ada jawaban dari pria itu karena ia memang sedang memesan makanan.

Caca mendesah pelan, mereka sama keras kepalanya, tidak akan ada habisnya jika mereka mendekatkan sesuatu.

##

Caca melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar. Ia baru saja selesai membersihkan tubuhnya.

Matanya menyipit ketika melihat Alex tertidur di sofa. Awalnya ia ingin membangunkan pria itu supaya dia bisa pulang dan tidur lebih nyanyak.

Niatnya ia urungkan ketika menyadari wajah yang masih sedikit pucat itu terlihat sangat lelah,

Caca jadi merasa bersalah, seharusnya ia lebih berhati-hati dalam bertindak. Seharusnya ia sadar kalau sekecil apapun tindakannya akan berimbas.

Coba saja kemarin ia tidak..

Pikirannya terbuyar ketika melihat Alex bergerak kecil. Dengan spontan tangannya terulur dan mengelus wajah pria itu, mencoba membuat Alex semakin larut dalam tidurnya.

Sedetik kemudian ia baru menyadari apa yang telah ia lakukan. Wajahnya menjadi sangat panas. Aneh, ia baru saja merasa malu tanpa sebab.

"Stop. Otak. Otak. Otak kembali ke tempatnya. Caca harus mikir." ia berbisik kecil, mengingatkan dirinya untuk menggunakan akal sehat.

Akhirnya ia memilih untuk beranjak dan mengambil beberapa bantal serta guling dari dalam kamarnya.

dengan susah payah ia membenarkan posisi tidur pria itu agar lehernya tidak sakit besok pagi. Tentu saja ia juga melakukan hal yang biasa dilakukan karakter perempuan di novel yang ia baca-- menutupi tubuh Alex dengan selimut.

Sekarang ia mengetuk-ngetukan jari di dagunya, "cium, enggak?"

Tunggu, jangan berpikir buruk. Caca menanyakan hal itu karena hampir semua karakter utama akan mencium kening pasangannya yang sedang tertidur. Setidaknya itu yang ia pelajari selama ini.

Dengan penuh tekad dan keberanian ia mulai mendekatkan dirinya dengan Alex. Dalam sepersekian detik bibirnya sudah menimpil di pipi pria itu.

"nicedream." katanya dengan sangat cepat, lalu memposisikan tubuhnya di bawah sofa yang Alex gunakan untuk tidur, tidak lupa menyembunyikan wajah merahnya dibalik selimut.

Hari ini Calantha Aldenate akan tidur beralas karet bulu. Persetan dengan tubuhnya yang akan sakit, ia ingin berada di dekat Alex malam ini.
.
.
.
Ia mengerang kecil ketika merasakan seseorang menepuk-nepuk pipinya dengan pelan.

"Bangun, ntar gue telat."

Bariton pria itu membuat Caca sepenuhnya tersadar. Astaga melihat wajah Alex membuatnya ingat bahwa tadi malam ia mencium pipi pria itu.

"buru, lama gue tinggal."

Caca terkesikap dari tidurnya, setelah itu tangannya segera menyentuh kening Alex.

"Masih panas, nggak usah sekolah."

Pria itu mendelikan matanya, "gue tinggal beneran."

"kamu masih sakit. Istirahat aja." Caca mencoba membujuk Alex.

"nggak. Enak di lo, gue biasa aja." kata pria itu kekeh pada pendiriannya.

"Le...Biasa aja dari mana sih, masih demam dikit." Caca berucap dengan nada frustasi karena orang satu ini benar-benar tidak mau mendengarkan sarannya.

"tangan lo yang dingin," alibi pria itu.

Tapi, sebenarnya Alex memang sudah merasa sehat, ia tidak suka membuang waktunya untuk tidur tiduran tidak jelas di atas kasurnya.

"Alex..."

"Caca.." Alex dengan segala sifat menyebalkannya menirukan cara bicara Caca-- yang tentu saja setengah merengek.

Ia tidak sadar jika ia sudah membuat Caca salah tingkah. Tapi kabar baiknya, ia bisa sekolah karena gadis itu berhenti mendebatnya.

=C=

littlerain, 14 05 20

CALANTHA [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang